Komnas HAM Soroti Beberapa RUU Prolegnas Prioritas 2017, Mengapa?
Utama

Komnas HAM Soroti Beberapa RUU Prolegnas Prioritas 2017, Mengapa?

Komnas akan fokus mengkaji aspek-aspek HAM, perlindungan disabilitas, dan pemenuhan hak-hak perempuan.

Oleh:
ADY TD ACHMAD
Bacaan 2 Menit
Komisioner dan pejabat Komnas HAM memberikan keterangan pers mengenai pemantauan terhadap sejumlah RUU Prolegnas 2017. Foto: ADY
Komisioner dan pejabat Komnas HAM memberikan keterangan pers mengenai pemantauan terhadap sejumlah RUU Prolegnas 2017. Foto: ADY
Badan Legislasi DPR telah menetapkan 49 RUU yang masuk program legislasi nasional (Prolegnas) prioritas 2017. Sebagian besar adalah RUU luncuran tahun sebelumnya. DPR bahkan sudah berniat mengebut pembahasan agar target legislasi itu tercapai pada tahun berjalan. (Baca juga: Baleg Sepakati 49 RUU Prolegnas 2017, Ini Daftarnya).

Belum jelas mana yang akan benar-benar jadi prioritas pembahasan DPR dan Pemerintah. Hanya, beberapa di antara RUU itu sudah disosialisasikan oleh pemangku kepentingan. Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), misalnya, sudah membuka ruang diskusi nasional untuk RUU Perubahan atas UU No. 15 Tahun 2003 yang mengatur tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme pada September 2016 lalu.

RUU tersebut termasuk salah satu draf yang juga mendapat sorotan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM). Komisi ini juga menyoroti draf lain dalam daftar Prolegnas Prioritas 2017. Yang paling mendapat perhatian Komnas adalah RUU KUHP, RUU Perlindungan Pekerja Indonesia di Luar Negeri, RUU Penghapusan Kekerasan Seksual, RUU Pemasyarakatan, RUU Pertanahan, dan RUU Perlindungan dan Pengakuan Hak Masyarakat Adat.

Komisioner Komnas HAM Sub Komisi Pengkajian dan Penelitian, Sandrayati Moniaga, mengatakan untuk RUU Perlindungan dan Pengakuan Hak Masyarakat Adat Komnas HAM belum mengetahui draft mana yang akan dibahas DPR. Tercatat RUU itu sempat dibahas di Baleg DPR periode 2009-2014.

"RUU Perlindungan dan Pengakuan Hak Masyarakat Adat masuk Prolegnas prioritas 2017 bagi kami ini kejutan. Kami tidak tahu apakah nanti akan dibahas lewat Panja atau Pansus di DPR," kata Sandra dalam jumpa pers di kantor Komnas HAM di Jakarta, Selasa (17/1). (Baca juga: AMAN Berharap Pembahasan RUU Masyarakat Adat Dipercepat).

Tapi pada prinsipnya, sambung Sandra, Komnas HAM akan fokus pada aspek-aspek HAM, hak penyandang disabilitas, dan isu perempuan dalam komunitas masyarakat hukum adat (MHA). Ia berharap RUU itu  merumuskan secara jelas bahwa kesultanan bukan MHA. Hal tersebut sebagaimana UUD asli yang menjelaskan ada sejarah hukum dimana kesultanan berkembang jadi swapraja dan MHA menjadi desa (nagari).

Untuk RUU Pertanahan, Sandra mengatakan Komnas HAM belum menerima draft terbaru, tapi akan melakukan pemantauan. Apakah RUU Pertanahan bisa dijadikan sebagai peraturan pelaksana UU Pokok-Pokok Agraria, Sandra menyebut itu bisa saja selama semangat kedua UU itu selaras. "Tapi kalau RUU Pertanahan menegasikan ketentuan dalam UU Pokok-Pokok Agraria maka akan terjadi kebingungan hukum, terjadi kontradiksi," paparnya. (Baca juga: RUU Pertanahan Diusulkan Jadi Aturan Pelaksanaan UU Pokok Agraria).

Wakil Ketua Komnas HAM Bidang Eksternal, Roichatul Aswidah, menjelaskan untuk RUU KUHP dan RUU Pemberantasan Terorisme, Komnas HAM sudah melayangkan masukan dan daftar inventaris masalah (DIM) ke DPR. Untuk RUU KUHP Komnas HAM. mengusulkan antara lain menolak hukuman mati, tindak pidana khusus dikeluarkan dari KUHP seperti pelanggaran HAM berat dan kejahatan terhadap kemanusiaan. Kemudian kejahatan ideologi harus dihapus. (Baca juga: Ketika KUHP Tidak Lahir-Lahir, Tidak Mati-Mati).

Mengenai RUU Pemberantasan Terorisme, perempuan yang disapa Roi itu menyebut lembaganya mengusulkan pasal 'guantanamo' dicabut. Perpanjangan masa tahanan terhadap orang yang diduga teroris tidak boleh lebih panjang dari KUHAP dan UU Pemberantasan Terorisme yang berlaku saat ini. "Komnas HAM prinsipnya semakin pendek masa penahanan itu makin mengurangi potensi seseorang untuk disiksa," tukasnya. (Baca juga: Gawat! Ditengarai Ada Pasal ‘Guantanamo’ di RUU Terorisme).

Terkait keterlibatan TNI, Roi mengusulkan agar tidak dimasukkan dalam RUU Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme karena yang digunakan adalah sistem peradilan pidana dimana polisi jadi aparat yang terdepan menangani terorisme. Keterlibatan TNI dalam pemberantasan terorisme sebaiknya diatur dalam UU Perbantuan TNI sebagaimana amanat UU TNI. Dengan UU Perbantuan itu keterlibatan TNI akan diatur secara jelas bukan saja dalam isu terorisme tapi juga yang lainnya.

Komnas juga tengah mempelajari RUU Pemasyarakatan. Tapi pada prinsipnya semua orang yang berada di tempat yang mengurangi kemerdekaan seperti tahanan atau penjara, yang dikurangi itu kemerdekaan orang yang bersangkutan, bukan hak-hak lainnya seperti makan, tidur dan kapasitas tampung yang layak.
Tags:

Berita Terkait