Konservasi dan Penyediaan Energi: Pertaruhan Kepentingan di Abad 21
Kolom

Konservasi dan Penyediaan Energi: Pertaruhan Kepentingan di Abad 21

Peringatan Hari Keanekaragaman Hayati sedunia-pun seharusnya dapat menjadi momentum bagi Pemerintah Indonesia untuk mengevaluasi keseimbangan antara kebutuhan pembangunan dengan perlindungan keanekaragaman hayati.

 

Tidak hanya itu, flora dan fauna yang ada di sisi hilir PLTA juga kemungkinan besar terpengaruh sistem kerja PLTA, khususnya ketika air sedang dilepaskan dalam jumlah besar. Bahkan, BirdLife Europe (2011) menilai bahwa sistem dam dalam PLTA termasuk berisiko tinggi bagi keanekaragaman hayati.

 

Pentingnya AMDAL sebagai Instrumen Perlindungan Keanekaragaman Hayati

Diskursus terkait urgensi keseimbangan prioritas antara perlindungan keanekaragaman hayati dengan percepatan pembangunan pembangkit listrik berbasis energi terbarukan bukannya tanpa alasan. Pembangunan PLTA Batang Toru dan PLTP Baturraden merupakan contoh proyek kontroversial yang menggambarkan pertarungan antara kebijakan energi terbarukan dengan perlindungan atas ekosistem serta jenis tumbuhan dan satwa liar yang ada di wilayah tersebut.

 

Salah satu alasan penolakan PLTA Batang Toru adalah adanya potensi gangguan atas populasi dan habitat orangutan Tapanuli. Sedangkan PLTP Baturraden menimbulkan masalah yang membuat satwa “turun gunung” serta kasus pencemaran sumber air penduduk. 

 

Sejatinya, setiap proyek di suatu lokasi memiliki kajian ilmiah atas dampak lingkungan yang akan terjadi atau biasa disebut sebagai Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL). Walaupun AMDAL terfokus pada satu proyek tertentu saja, instrumen perlindungan lingkungan ini memuat kajian yang cukup komprehensif karena mencakup kajian rona awal lingkungan hidup, kajian dampak lingkungan, ekonomi, dan budaya, serta upaya pengelolaan dan pemantauannya.

 

Kajian rona awal atau baseline menjadi kunci dalam konservasi keanekaragaman hayati, selain ia memotret existing condition dengan penelitian empiris yang mengumpulkan data primerdi lokasi proyek sebelum proyek tersebut dilakukan, ia juga diperkaya dengan kajian berdasarkan data sekunder atau riset-riset terdahulu.

 

Waktu yang terbatas dalam melakukan kajian AMDAL sesungguhnya dapat disiasati dengan adanya inventarisasi keanekaragaman hayati yang dilakukan oleh pemerintah secara rutin agar dapat menghasilkan analisis yang menyeluruh. Di sisi lain, tak dipungkiri penurunan kualitas lingkungan hidup akan terjadi di lokasi suatu proyek maka dari itu diperlukan kajian dampak yang holistik baik dampak yang akan terjadi secara nyata maupun hipotetik. Para ahli dan pengambil kebijakan dituntut untuk kreatif dalam menganalisis dampak dan merancang rencana pengelolaan dan pemantauannya.

 

Namun demikian, kesungguhan pemrakarsa AMDAL baik dalam penyusunan maupun pelaksanaannya patut dipertanyakan. Hal ini tentunya tidak bisa digeneralisasi mengingat AMDAL merupakan instrumen yang spesifik pada proyek tertentu. Perlu kajian tersendiri (kasus per kasus) untuk mengatakan bahwa AMDAL sudah mempertimbangkan segala konsekuensi yang akan terjadi pada keanekaragaman hayati dan keberlanjutan pemanfaatan energi.

Tags:

Berita Terkait