Kontradiksi Pengakuan Billy Sindoro dan Bupati Bekasi Soal Uang Suap
Berita

Kontradiksi Pengakuan Billy Sindoro dan Bupati Bekasi Soal Uang Suap

Billy mengaku tidak pernah memberi uang suap kepada Neneng melalui para konsultannya. Sedangkan Neneng melalui kuasa hukumnya mengakui adanya pemberian suap dari Billy.

Aji Prasetyo
Bacaan 2 Menit
Direktur Operasional Lippo Group Billy Sindoro mengenakan rompi tahanan usai menjalani pemeriksaan di gedung KPK Jakarta, Selasa (16/10). Foto: RES
Direktur Operasional Lippo Group Billy Sindoro mengenakan rompi tahanan usai menjalani pemeriksaan di gedung KPK Jakarta, Selasa (16/10). Foto: RES

Direktur Operasional Lippo Group Billy Sindoro akhirnya memberi klarifikasi panjang lebar atas kasus korupsi yang dituduhkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Billy diketahui merupakan tersangka kasus suap perizinan proyek Meikarta kepada sejumlah pejabat di Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bekasi termasuk Bupati Bekasi Neneng Hassanah Yasin.

 

Kepada wartawan Billy mengaku diperiksa penyidik lebih dari 10 jam yang dimulai sejak pukul 12.00 WIB pada Senin (5/10/2018). Setidaknya ada 29 pertanyaan yang diajukan penyidik terhadap dirinya, salah satunya mengenai pertemuannya dengan Bupati Bekasi Neneng.

 

"Saya mengatakan iya saya mengenal, baru bertemu dua kali pendek-pendek dan pertemuan pertama waktu silaturahmi melahirkan anak, rombongan saya ikut, kebetulan di Meikarta, saya ikut memberikan selamat," kata Billy di Gedung KPK. Baca Juga: James Riady dan Billy Sindoro Akui Pernah Bertemu Bupati Bekasi, Tapi…

 

Dalam pertemuan itu, ia mengaku hanya menjenguk Neneng yang baru saja melahirkan dan sama sekali tidak membicarakan bisnis termasuk perizinan proyek Meikarta. Tak hanya sekali, Billy mengaku kembali bertemu Neneng di sebuah hotel.

 

"Pertemuan kedua saya menemui Ibu (Neneng) di hotel asia karena saya ingin lihat respons Ibu gimana kalau saya mengusulkan ada RS Siloam. Ada RS kecil dulu untuk CSR untuk wilayah itu, karena RS kecil ukuran kelas C dan kelas D itu melalui izin bupati, jadi saya tanya," terangnya.

 

Pertemuan-pertemuan itu, kata Billy terjadi cukup singkat, yaitu hanya sekitar 10-15 menit. Dan ia mengaku sama sekali tidak membicarakan mengenai uang. Penyidik juga menanyakan apakah ia mengenal pejabat lain di Pemkab Bekasi dan Billy mengaku tidak mengenalnya.

 

Saudara kandung Eddy Sindoro ini juga menjelaskan mengenai dua orang konsultan Lippo Group yang turut menjadi tersangka yaitu Fitradjaja dan Taryudi. Billy mengatakan keduanya merupakan konsultan lepas alias bukan pegawai Lippo Group. Salah satu konsultan sebelumnya pernah bekerja di Siloam, salah satu anak usaha Lippo.

 

Tetapi Billy menyanggah memberi uang kepada mereka (konsultan) untuk Neneng ataupun pejabat di Pemkab Bekasi lain. "Saya ditanya apakah pernah memberi uang pada mereka. Dalam bentuk apapun saya bilang tidak pernah memberikan uang dalam bentuk apapun kepada konsultan-konsultan freelance itu," tegasnya.

 

Pernyataan Billy ini cukup sesuai dengan keterangan Neneng melalui kuasa hukumnya Fadli Nasution baik dari segi jumlah pertemuan maupun materi pertemuan tersebut. Namun ada satu perbedaan yaitu mengenai pemberian uang.

 

Kepada Hukumonline beberapa waktu lalu, Fadli mengatakan Billy Sindoro memang dua kali bertemu kliennya pertama ketika Neneng melahirkan dan kedua di restoran sebuah hotel di kawasan Cikarang dan tidak membicarakan soal izin. Namun Fadli mengakui kliennya mendapat sejumlah uang dari Billy melalui perantara.

 

“Sudah (mengaku terima uang), cuma ini sedang dihitung, pemberiannya sedang dipetakan supaya jelas dari siapa, berapa jumlahnya, ini yang sedang dirangkai keterangan saksi-saksi, ada sekitar 2 kalilah. Kalau langsung dari Billy sih enggak ya, melalui perantara-perantaralah,” kata Fadli ketika itu.

 

Telusuri sumber dana

Sejauh ini, KPK telah memeriksa lebih dari 40 orang saksi dalam kasus suap perizinan Meikarta ini termasuk para petinggi Lippo Group sendiri. Penyidik juga sudah memeriksa Direktur Keuangan PT Mahkota Sentosa Utama (MSU) Hartono, selaku pelaksana proyek Meikarta.  

 

Wakil Ketua KPK Laode M Syarif mengatakan pemeriksaan tersebut untuk mengetahui darimana asal muasal uang suap yang diduga diberikan Billy Sindoro melalui perantara kepada pejabat Pemkab Bekasi. Pihaknya, masih berupaya mengetahui darimana asal muasal uang suap tersebut.

 

"Jadi semua informasi apakah proses suap menyuap itu merupakan bagian dari kegiatan perusahaan, apakah itu hanya kegiatan individu, uangnya berasal dari mana, itu pasti akan diteliti karena berdasarkan informasi itu kita akan tetapkan langkah berikutnya," kata Syarif.

 

Hal senada dikatakan Juru Bicara KPK Febri Diansyah. Menurut Febri, dari hasil pemeriksaan lebih dari 40 orang saksi tersebut pihaknya ingin mengetahui bagaimana alur perizinan, sehingga diketahui apakah ada pelanggaran yang dilakukan baik oleh PT MSU ataupun pejabat Pemkab Bekasi.

 

Selain itu, pemeriksaan pihak swasta termasuk unsur Lippo Group tak lain untuk mengetahui darimana sumber dana pemberian suap. Ini salah satu fokus penyidik untuk mengetahui asal muasal dana untuk menyuap pejabat Pemkab Bekasi. "Ini menjadi salah satu concern KPK karena kami perlu menelusuri aliran dana tersebut. Apakah dari uang pribadi atau itu bagian dari alokasi keuangan korporasi," tegasnya.

 

Dalam kasus ini, Billy Sindoro bersama dengan dua orang konsultan dan seorang pegawai Lippo Group yaitu Taryadi, Fitra Djaja Purnama, dan Henry Jasmen ditetapkan sebagai tersangka karena diduga menyuap sejumlah pejabat di Pemkab Bekasi. KPK menetapkan Billy sebagai tersangka dengan kedudukan sebagai Direktur Operasional Lippo Group. Setidaknya, ada lima pejabat Pemkab Bekasi yang diduga disuap Billy.

 

Diduga realisasi pemberian sampai saat ini adalah sekitar Rp7 miliar (dari total commitment fee Rp13 miliar) melalui beberapa Kepala Dinas yaitu: pemberian pada bulan April, Mei dan Juni 2018.

 

Billy Sindoro, Taryadi, Fitra Djaja Purnama, dan Henry Jasmen selaku direktur, konsultan, dan pegawai Lippo Group sebagai pemberi dijerat Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 yang telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.

 

Sedangkan sebagai pihak penerima, Bupati Bekasi Neneng Hassanah Yasin dijerat Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 atau Pasal 12 huruf B UU Nomor 31 Tahun 1999 yang telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.

 

Kemudian Kepala Dinas PUPR Jamaludin; Kepala Dinas Pemadam Kebakaran Sahat MBJ Nahor; Kepala Dinas Pelayanan Modal Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DP-MPTSP) Dewi Tisnawati; dan Kepala Bidang Tata Ruang Dinas PUPR Kabupaten Bekasi Neneng Rahmi dikenakan Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 64 ayat (1) KUHP. 

Tags:

Berita Terkait