KPK Diminta Tuntaskan Kasus Korupsi ‘Berjamaah’ Proyek e-KTP
Berita

KPK Diminta Tuntaskan Kasus Korupsi ‘Berjamaah’ Proyek e-KTP

Penuntasan kasus dugaan korupsi proyek e-KTP ini merupakan pertaruhan nama baik KPK.

ANT/ASH
Bacaan 2 Menit
 Irman dan Sugiharto masing-masing divonis 7 tahun dan 5 tahun penjara karena dinilai terbukti melakukan korupsi dalam pengadaan Kartu Tanda Penduduk berbasis elektronik (e-KTP). Foto: RES
Irman dan Sugiharto masing-masing divonis 7 tahun dan 5 tahun penjara karena dinilai terbukti melakukan korupsi dalam pengadaan Kartu Tanda Penduduk berbasis elektronik (e-KTP). Foto: RES
Peneliti Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) Indonesia Miko Ginting meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk membongkar pihak-pihak yang diduga menerima aliran dana dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi pengadaan paket KTP elektronik (e-KTP) tahun anggaran 2011-2012 setuntas-tuntasnya.

“Dakwaan yang dibacakan oleh Penuntut Umum KPK hari ini berhasil menunjukkan gambaran besarnya penyalahgunaan dalam proyek e-KTP. Nama-nama yang turut disebutkan semakin memperkuat kesan bahwa kasus ini tidak mungkin melibatkan satu-dua orang saja,” kata Miko dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Kamis (9/3/2017).

Miko menilai patut diduga korupsi dalam kasus e-KTP ini dilakukan secara sistemik dan massif, sehingga KPK tidak boleh berhenti hanya menjerat terdakwa mantan pejabat Kemendagri Irman dan Sugiharto hingga saat ini. Baca Juga: 2 Pejabat Kemendagri Didakwa Korupsi Proyek e-KTP

“KPK harus mengusut tuntas kasus ini dengan menjerat semua aktor dan jaringan yang terlibat hingga membongkar modus yang dilakukan dalam mega korupsi ini setuntas-tuntasnya,” pintanya.

Dia mengingatkan adanya pihak-pihak yang mengembalikan kerugian negara dalam kasus ini sama sekali tidak menghilangkan kesalahan dan pertanggungjawaban pidana dari semua aktor yang terlibat. Artinya, tindakan beberapa pihak yang mengembalikan uang kepada KPK tidak dapat dijadikan sebagai “obat” penghilang kesalahan dan penghalang bagi KPK dalam mengusut tuntas kasus ini.

“KPK tetap harus membongkar kasus ini dan menjerat semua pihak yang terlibat setuntas-tuntasnya ada atau tanpa tindakan pengembalian kerugian negara,” tegasnya.

Menurutnya, pengungkapan kasus ini sangat bergantung salah satunya dengan keberadaan saksi-saksi. Untuk itu, mekanisme proteksi terhadap saksi-saksi kunci, whistleblower ataupun justice collaborator dalam kasus ini harus dilakukan secara optimal. “Dengan demikian, kerja sama KPK dengan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) menjadi penting,” kata Miko.

Dia juga mengatakan karakteristik kasus yang sedemikian besar, potensi pelemahan terhadap KPK juga akan terbuka lebar. “Seperti saat ini, sulit untuk tidak mengkaitkan sosialisasi revisi UU KPK dengan proses pengungkapan kasus e-KTP ini. Upaya merevisi UU KPK tidak akan menjadi kenyataan apabila tidak disepakati Presiden dan DPR,” jelasnya.

Karena itu, kata dia, sepanjang Presiden tidak memberi persetujuan untuk melakukan pembahasan, UU KPK tidak akan pernah bisa direvisi. Dia menegaskan fokus harus tetap dipusatkan pada pengungkapan kasus e-KTP yang dapat disebut kasus mega korupsi yang terstruktur dan massif, sehingga upaya memecah konsentrasi dan perlawanan balik berupa pelemahan terhadap KPK harus dilawan melalui kasus ini.  

“Publik pastinya berharap kasus e-KTP ini dapat dibongkar secara terang-benderang. Sekaligus jaminan (semua pihak) mendukung KPK dari upaya pelemahan dan serangan balik,” katanya. Baca Juga: Dakwaan Kasus e-KTP Bakal Ungkap Peran ‘Orang-Orang Besar’

Pertaruhan Nama Baik KPK
Terpisah, pengamat hukum dari Universitas Bung Hatta (UBH) Padang, Sumatera Barat (Sumbar), Miko Kamal menilai pengungkapan dan penuntasan kasus dugaan korupsi proyek e-KTP ini merupakan pertaruhan nama baik KPK. Karena itu, suka tidak suka, KPK harus mengusut tuntas semua nama yang terlibat secara hukum. “Kalau tidak berarti KPK sedang menebar fitnah,” kata Miko, di Padang.

Hal itu menanggapi sejumlah nama yang disebut menerima aliran dana yang disebutkan dalam dakwaan jaksa dalam sidang perdana. Dia menerangkan tindak lanjut KPK berarti pemberian kepastian hukum kepada nama-namanya yang disebut dalam dakwaan dan kepastian hukum kepada masyarakat. “Kasus e-KTP adalah pertaruhan bagi KPK apakah akan menjadi penegak hukum yang dipercaya masyarakat atau berubah menjadi Komisi Penebar Ketidakbenaran (KPK),” kata dia.

Bagi pihak yang sudah mengembalikan sebagian uang hasil korupsi, maka hal itu tidak menghilangkan delik pidananya karena perbuatan deliknya sudah selesai. “Pengembalian uang hanya bisa menjadi bahan pertimbangan meringankan hukuman,” lanjutnya. Baca Juga:

Dalam dakwaan yang dibacakan jaksa penuntut umum KPK Mochamad Wirasakjaya di sidang perdana di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta disebutkan lelang dan pengadaan e-KTP 2011-2013 menelan anggaran senilai Rp5,952 triliun yang diatur pejabat Kemendagri yaitu Irman dan Sugiharto selaku terdakwa bersama pihak-pihak lain. Keduanya didakwa merugikan negara sebesar Rp 2,314 triliun, karena adanya penggelembungan anggaran dalam pengadaan e-KTP. Baca Juga: Mengungkap Nama-Nama Besar dan Sepak Terjang Dua Terdakwa Korupsi e-KTP

Misalnya, sekitar Mei-Juni 2010 terdakwa Irman meminta Direktur PT Java Trade Utama Johanes Richard Tanjaya untuk membantu mempersiapkan desain proyek e-KTP dan memperkenalkan Andi Agustinus alias Andi Narogong kepada Johanes dan Husni Fahmi bahwa Andi menjadi orang yang mengurus penganggaran dan pelaksanaan e-KTP. Dalam dakwaan ini, ada puluhan tokoh disebut menikmati aliran dana pengadaan e-KTP tahun anggaran 2011-2013 ini.  
Tags:

Berita Terkait