KPPOD Tawarkan 2 Opsi Soal Izin Penelitian
Berita

KPPOD Tawarkan 2 Opsi Soal Izin Penelitian

​​​​​​​Prosedur birokrasi menghambat penelitian.

Ady Thea DA
Bacaan 2 Menit
Ilustrator: BAS
Ilustrator: BAS

Rezim perizinan rupanya merambah hampir ke semua sektor kehidupan masyarakat, bukan hanya berkaitan dengan ekonomi, industri dan bisnis, tapi juga kegiatan akademik yakni penelitian. Direktur Eksekutif KPPOD, Robert Endi Jaweng, mengatakan pemerintah mengatur penelitian dalam UU No.18 Tahun 2002 tentang Sistem Nasional Penelitian, Pengembangan, Dan Penerapan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi.

 

Sebagaimana amanat UU No.18 Tahun 2002 penelitian yang berisiko tinggi dan berbahaya diatur lebih lanjut melalui PP No.48 Tahun 2009. Lebih teknis lagi diatur dalam Permenristek No.8 Tahun 2012 dan Permenkes No.59 Tahun 2015. Untuk izin penelitian yang dilakukan warga negara asing diatur dalam PP No.41 Tahun 2006.

 

Untuk penelitian yang dilakukan warga negara Indonesia diatur melalui Permendagri No.64.Tahun 2011 yang telah diubah menjadi Permendagri No.7 Tahun 2014. Endi mengatakan, pemerintah telah memperbarui peraturan itu pada pertengahan Januari 2018 dengan menerbitkan Permendagri No.3 Tahun 2018. Namun regulasi yang baru diterbitkan itu menuai kontroversi dan penolakan. Menteri Dalam Negeri, Tjahjo Kumolo, mengatakan telah membatalkan sementara peraturan tersebut dan Permendagri No.7 Tahun 2014 berlaku lagi.

 

Endi melihat selama ini ada lembaga penelitian yang tidak mengikuti aturan itu karena prosedurnya dianggap terlalu rumit. Ada juga yang mengurus izin atau rekomendasi penelitian ketika menemui kendala di lapangan atau obyek yang diteliti menanyakan soal izin atau rekomendasi penelitian dari pemerintah. Sebagian lagi sudah mengurus perizinan sebelum melakukan penelitian, biasanya dilakukan oleh lembaga penelitian yang berasal dari perguruan tinggi.

 

Menurut Endi, izin atau rekomendasi penelitian itu hanya efektif jika obyek yang diteliti adalah organisasi perangkat daerah dan instansi pemerintah. Biasanya mereka menanyakan soal izin atau rekomendasi penelitian kepada peneliti. Sekalipun sudah mengantongi izin atau rekomendasi penelitian, bukan berarti peneliti akan mudah mendapat data dan informasi yang dibutuhkan serta keamanan.

 

Endi mengusulkan, agar proses pengajuan izin atau rekomendasi itu diubah menjadi pendaftaran dan berkoordinasi dengan Kementerian Riset dan Perguruan Tinggi. Tujuannya agar seluruh hasil penelitian dimasukan dalam bank data yang bisa diakses semua orang. Dengan begitu peneliti bisa mengetahui apakah judul penelitiannya pernah digunakan orang lain atau belum.

 

Hasil penelitian itu harusnya menjadi perhatian pemerintah untuk menjadi salah satu acuan sebelum mengambil kebijakan. "Pemerintah sangat minim menerbitkan kebijakan yang basisnya penelitian," kata Endi dalam diskusi di Jakarta, Senin (12/2).

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait