KPPU Tinjau Ulang Regulasi Notifikasi Merger dan Akuisisi
Berita

KPPU Tinjau Ulang Regulasi Notifikasi Merger dan Akuisisi

Ada aturan yang sudah tak relevan diterapkan. Perlu dibuat lebih rinci.

Hamalatul Qur’ani
Bacaan 2 Menit

Untuk itu, jenis pemeriksaan terhadap perusahaan dalam kategori ini adalah pemeriksaan sederhana. Mengingat nilai batasan HHI terlalu rendah, maka sekalipun KPPU yang menentukan apakah pemeriksaan suatu transaksi M&A akan dilakukan melalui pemeriksaan sederhana atau tidak, tetap saja KPPU membuka kemungkinan pelaku usaha mengajukan permohonan pemeriksaan sederhana. Misalnya, walaupun nilai HHI diatas 1.800 tetap saja transaksi M&A yang dilakukan tidak signifikan pengaruhnya terhadap persaingan.

Pada prinsipnya, Kurnia menyebut, KPPU sangat terbuka menerima masukan-masukan dan pertimbangan dari para stakeholder maupun praktisi. Namun untuk sementara waktu, implementasi notifikasi harus sesuai dengan pedoman yang lama.

Associate Partner Hadiputranto Hadinoto Lawfirm (HHP Lawfirm), Mochamad Fachri, mengatakan ada banyak sekali isu penting terkait notifikasi merger dan akuisisi yang perlu ditinjau ulang. Praktisi yang sudah 19 tahun berkecimpung di bidang persaingan usaha ini memberi contoh masalah yang timbul, yakni penafsiran perubahan kendali perusahaan. Jika merujuk PP No. 57 Tahun 2010 serta peraturan pelaksananya, kepemilikan saham dengan hak suara sebanyak 50 persen mengakibatkan terjadinya perubahan kendali.

(Baca juga: Dokumen Minimum Notifikasi Merger dan Akuisisi Diatur Lebih Rigid, Pelaku usaha Harus Siap).

Pertanyaannya, bagaimana jika seseorang memiliki kurang dari 50 persen saham dengan hak suara, namun yang bersangkutan tetap bisa mempengaruhi pengambilan kebijakan atau pengelolaan badan usaha? Ini berarti, tetap saja pengendalian perusahaan beralih apabila dalam pengambilan keputusan dan/atau kebijakan terkait pengelolaan badan usaha bisa dilakukan oleh pemilik saham, sekalipun jumlah saham miliknya kurang dari 50 persen  saham dengan hak suara.

Ia berharap Pemerintah meninjau ulang ketentuan tersebut. “Saya sangat berharap soal kendali ini bisa didefinisikan lebih terperinci terkait bilamana jumlah saham dengan hak suara kurang dari 50 persen. Apa yang dimaksudkan soal perubahan kendali ini menjadi salah satu isu yang dalam praktiknya sangat krusial bagi praktisi,” ungkapnya.

Fachri juga bercerita, setelah Perkom No. 3 Tahun 2019 terbit, kewajiban notifikasi untuk transaksi M&A asing banyak memunculkan pertanyaan. Jika merujuk pada ketentuan lama (Perkom No. 13 Tahun 2012), merger asing wajib melakukan notifikasi jika seluruh pihak yang melakukan merger menjalankan kegiatan usaha di Indonesia, baik secara langsung maupun tidak langsung. Bagaimana kalau hanya salah satu pihak yang menjalankan kegiatan usaha di Indonesia?

Berdasarkan ketentuan tahun 2012 harus ‘yang satu punya penjualan di Indonesia dan yang satu mempunyai kegiatan usaha di Indonesia’. Sekarang melalui Perkom No. 3 Tahun 2019 salah satu saja sudah dianggap cukup, bisa saja hanya satu pihak yang punya subsidiary, sementara pihak lainnya tak punya subsidiary yang berkaitan dengan Indonesia. “Jadi, sejak keluarnya Perkom No. 3 Tahun 2019 ini banyak menimbulkan pertanyaan, karena banyak juga jenis kegiatan usaha yang tidak ada kaitannya langsung dengan Indonesia,” tukasnya.

Fachri menganjurkan agar para praktisi berhati-hati menggali informasi dari klien. Pastikan apakah betul perusahaan asing yang sedang ditangani tidak memiliki penjualan di Indonesia? Apakah betul tidak memiliki subsidiary company di Indonesia? “Hati-hati. Tanyakan pada si pengambil alih. Kalau bisa minta struktur organisasi perusahaan yang lengkap,” katanya.

Tags:

Berita Terkait