KUHP Baru Lebih Buruk Hingga Restorative Justice Tidak untuk Kasus Kekerasan Seksual
Terbaru

KUHP Baru Lebih Buruk Hingga Restorative Justice Tidak untuk Kasus Kekerasan Seksual

KUHP baru akan jadi pertimbangkan investor menanamkan modal di Indonesia, mencegah potensi kecurangan dalam verifikasi parpol, MA berupaya persempit ruang gerak markus turut dibahas Hukumonline.

Oleh:
Agus Sahbani
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi korban kekerasan seksual
Ilustrasi korban kekerasan seksual

Redaksi Hukumonline menayangkan sejumlah artikel terkait isu hukum setiap harinya. Beragam isu hukum disajikan secara lugas dengan bahasa yang mudah dipahami selalu menghiasi pemberitaan Hukumonline. Untuk Senin (12/12/2022), Redaksi Hukumonline memilih 5 artikel pilihan yang layak untuk dibaca mulai KUHP baru lebih buruk hingga restorative justice tidak dalam kasus kekerasan seksual. Yuk, kita simak ringkasannya!

  1. Dekan FH Unpar: KUHP Baru Lebih Buruk Ketimbang KUHP Kolonial Belanda

Berbagai kritik terhadap Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) baru terus bermunculan dari berbagai elemen masyarakat termasuk kalangan akademisi. Dekan Fakultas Hukum Universitas Katolik Parahyangan (FH Unpar), Liona Nanang Supriatna, menyimpulkan KUHP yang disetujui pemerintah dan DPR untuk disahkan menjadi UU itu substansinya lebih buruk ketimbang KUHP sebelumnya yang diterbitkan pemerintahan kolonial Belanda. Simak selengkapnya dalam artikel ini!    

  1. KUHP Baru Akan Jadi Pertimbangan Investor Menanamkan Modal di Indonesia

Pengesahan UU Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) pada pekan lalu menimbukan pro dan kontra. Beberapa pasal dalam UU KUHP justru dinilai menghambat investasi dan memperburuk proses pemulihan ekonomi Indonesia pasca pandemi covid-19. Menurut pengamat ekonomi Bhima Yudhistra, pengesahan UU KUHP sangat berdampak negatif terhadap iklim investasi terutama dalam menjaring FDI (investasi asing langsung). Dia menilai banyak pasal yang merugikan dari sisi dunia usaha. Simak selengkapnya dalam artikel ini!

  1. Mencegah Potensi Kecurangan Verifikasi Partai Politik

Proses pendaftaran partai peserta pemilu di Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah berjalan. Selain itu, telah dilakukan verifikasi faktual kepengurusan dan keanggotaan partai politik. Hasilnya, 9 partai politik yang telah diverifikasi dinyatakan belum memenuhi syarat (BMS) dan diberikan masa perbaikan persyaratan pada 10 hingga 23 November 2022 lalu. Simak selengkapnya dalam artikel ini!

  1. MA Berupaya Persempit Ruang Gerak Markus

Wakil Ketua Mahkamah Agung Bidang Non-Yustisial, Dr. Sunarto mengatakan kalangan Hakim Agung yang majelisnya ditentukan langsung oleh Ketua MA jelas tidak mengetahui sebelumnya perihal berkas perkara yang ditangani. Makelar kasus (markus) dipandang juga tidak dapat memprediksi Hakim Agung mana saja yang akan memegang perkara. Tapi, tidak dapat dipungkiri markus saat ini semakin cerdik dalam melancarkan aksinya. Simak selengkapnya dalam artikel ini!

  1. Alasan Restorative Justice Tidak Bisa Dilaksanakan dalam Kasus Kekerasan Seksual

Saat ini perdamaian antara korban dan pelaku kekerasan seksual kerap dilakukan dengan pendekatan restorative justice. Pendekatan ini merupakan alternatif penyelesaian perkara pidana dengan mediasi mempertemukan korban dan pelaku serta pihak keluarga dengan berfokus pada pengembalian ke keadaan semula baik korban maupun pelaku. Lalu, apakah kasus kekerasan seksual bisa dilakukan restorative justice? Simak selengkapnya dalam artikel ini!

Itulah 5 artikel pilihan Redaksi Hukumonline hari ini. Semoga highlight artikel tersebut dapat memberi informasi tambahan bagi Anda. Simak selengkapnya beragam artikel lainnya dalam Berita Hukumonline. Selamat membaca!

Tags:

Berita Terkait