Label dan Sertifikat Halal Tetap Wajib dalam Importasi Hewan
Berita

Label dan Sertifikat Halal Tetap Wajib dalam Importasi Hewan

Kemendag menyatakan meski tidak mencantumkan ketentuan label dan sertifikat halal, Permendag 29/2019 tetap mengatur persyaratan halal melalui persyaratan rekomendasi Kementan.

M. Agus Yozami
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi: HGW
Ilustrasi: HGW

Kementerian Perdagangan (Kemendag) menegaskan bahwa ketentuan pencantuman label dan sertifikat halal tetap diberlakukan sesuai aturan perundangan. Pemerintah berkewajiban melindungi konsumen muslim di dalam negeri yang merupakan mayoritas di Indonesia.

 

Kewajiban pencantuman label dan sertifikat halal sudah diatur dalam Pasal 4 Undang-Undang No. 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (JPH) dan Pasal 2 PP No. 31 Tahun 2019 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang No. 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal.

 

UU 33/2014

Pasal 4:

Produk yang masuk, beredar, dan diperdagangkan di wilayah Indonesia wajib bersertifikat halal.

PP 31/2019

Pasal 2:

Produk yang masuk, beredar, dan diperdagangkan di wilayah Indonesia wajib bersertifikat halal.

 

“Berdasarkan Undang-undang No. 33 Tahun 2014, setiap produk yang masuk ke dalam wilayah Negara Republik Indonesia wajib bersertifikat halal. Sertifikat halal tersebut diterbitkan oleh lembaga halal dari luar negeri dan wajib diregistrasi oleh Badan Penyelenggara Jaminan Halal sebelum produk tersebut diedarkan di Indonesia,” kata Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri, Indrasari Wisnu Wardhana, seperti dikutip dari laman Kemendag, Kamis (12/9).

 

Menurut Wisnu, pemenuhan jaminan halal juga dipersyaratkan ketika produk hewan akan diperdagangkan di dalam wilayah NKRI melalui kewajiban pencantuman label halal, sebagaimana diatur dalam Pasal 10 PP No. 69 Tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan dan Pasal 2 Peraturan BPOM No. 31 Tahun 2018 tentang Label Pangan Olahan.

 

PP 69/1999

Pasal 10 :

  1. Setiap orang yang memproduksi atau memasukkan pangan yang dikemas ke dalam wilayah Indonesia untuk diperdagangkan dan menyatakan bahwa pangan tersebut halal bagi umat Islam, bertanggung jawab atas kebenaran pernyataan tersebut dan wajib mencantumkan keterangan atau tulisan halal pada Label.
  2. Pernyataan tentang halal sebagaimana dimaksud pada ayat (1), merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Label.

Peraturan BPOM 31/2018

Pasal 2:

  1. Setiap Orang yang memproduksi Pangan Olahan di dalam negeri untuk diperdagangkan dalam kemasan eceran wajib mencantumkan Label.
  2. Setiap Orang yang mengimpor Pangan Olahan untuk diperdagangkan dalam kemasan eceran wajib mencantumkan Label pada saat memasuki wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
  3. Kemasan eceran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) merupakan kemasan akhir pangan yang tidak boleh dibuka untuk dikemas kembali menjadi kemasan yang lebih kecil dan siap untuk diperdagangkan.
  4. Pangan Olahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) termasuk Pangan Olahan yang diedarkan untuk tujuan donasi dan/atau program pemerintah.

 

Kementerian Perdagangan juga mempersyaratkan rekomendasi dari Kementerian Pertanian yang mewajibkan pemasukan daging yang memenuhi persyaratan halal. Hal ini diatur dalam Permendag No. 29 Tahun 2019 Pasal 13 ayat (1), ayat (2) serta ayat (3) yang menyebutkan, importir dalam mengajukan permohonan Persetujuan Impor harus melampirkan persyaratan Rekomendasi dari Kementerian Pertanian.

 

Permendag 29/2019

Pasal 13:

  1. Untuk mendapatkan Persetujuan Impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) terhadap Impor Jenis Hewan dan Produk Hewan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9, Importir pemilik NIB yang berlaku sebagai API, harus mengajukan permohonan secara elektronik kepada Direktur Jenderal melalui Direktur Impor dengan melampirkan:

a. Akte Pendirian Usaha beserta perubahannya;

b. NIB yang berlaku sebagai API;

c. bukti penguasaan tempat pemeliharaan, untuk Impor Bakalan dan Indukan sebagaimana tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini;

d. bukti penguasaan tempat penyimpanan berpendingin (cold storage) dan bukti penguasaan alat transportasi berpendingin untuk impor produk sebagaimana tercantum dalam Lampiran III dan Lampiran IV, kecuali untuk pemasukan daging olahan siap edar yang tidak memerlukan fasilitas berpendingin sebagaimana informasi pada label produk ataupun produk olahan lainnya yang tidak memerlukan fasilitas berpendingin;

e. surat pernyataan yang menyatakan bahwa pemotongan Bakalan dilakukan di Rumah Potong Hewan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan terhadap Impor Bakalan sebagaimana tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari peraturan Menteri ini; dan

f. Rekomendasi dari Menteri Pertanian atau pejabat yang ditunjuk oleh Menteri Pertanian, terhadap Impor Jenis Hewan dan Produk Hewan sebagaimana tercantum dalam Lampiran II dan Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini; atau

g. Rekomendasi dari Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan atau pejabat yang ditunjuk oleh Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan terhadap Impor Jenis Produk Hewan Olahan sebagaimana tercantum dalam Lampiran IV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini dan Rekomendasi dari Menteri Pertanian atau pejabat yang ditunjuk oleh Menteri Pertanian terhadap Impor Produk Hewan Olahan sebagaimana tercantum dalam Lampiran IV yang masih mempunyai risiko penyebaran zoonosis.

  1. Untuk mendapatkan Persetujuan Impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) terhadap Impor Jenis Hewan dan Produk Hewan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9, Lembaga Sosial dan Perwakilan Negara Asing/Lembaga Internasional harus mengajukan permohonan secara elektronik kepada Direktur Jenderal melalui Direktur Impor dengan melampirkan:

a. Akte Pendirian Lembaga bagi Lembaga sosial atau identitas pimpinan dan/atau wakil yang ditugaskan/dikuasakan bagi perwakilan negara asing/ lembaga internasional;

b. bukti penguasaan tempat penyimpanan berpendingin (cold storage) terhadap impor produk sebagaimana tercantum dalam Lampiran III dan Lampiran IV, kecuali untuk pemasukan daging olahan siap edar yang tidak memerlukan fasilitas berpendingin sebagaimana informasi pada label produk ataupun produk olahan lainnya yang tidak memerlukan fasilitas berpendingin;

c. surat pernyataan tidak akan memperjualbelikan hewan dan produk hewan bagi Lembaga Sosial atau surat pernyataan untuk kebutuhan internal dan tidak diedarkan bagi Perwakilan Negara Asing/ Lembaga Internasional; dan

d. Rekomendasi dari Menteri Pertanian atau pejabat yang ditunjuk oleh Menteri Pertanian, terhadap Impor Jenis Hewan dan Produk Hewan sebagaimana tercantum dalam Lampiran II dan Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini; atau

e. Rekomendasi dari Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan atau pejabat yang ditunjuk oleh Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan terhadap Impor Produk Hewan Olahan sebagaimana tercantum dalam Lampiran IV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini dan Rekomendasi dari Menteri Pertanian atau pejabat yang ditunjuk oleh Menteri Pertanian terhadap Impor Produk Hewan Olahan sebagaimana tercantum dalam Lampiran IV yang masih mempunyai risiko penyebaran zoonosis.

  1. Untuk mendapatkan Persetujuan Impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 terhadap Impor Jenis Hewan dan Produk Hewan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9, BUMN harus mengajukan permohonan secara elektronik kepada Direktur Jenderal dalam hal ini Direktur Impor dengan melampirkan:

a. NIB yang berlaku sebagai API;

b. Surat Penugasan dari Menteri BUMN; dan

c. Rekomendasi dari Menteri Pertanian atau pejabat yang ditunjuk.

 

Penerbitan rekomendasi pemasukan karkas, daging, dan atau olahannya ke dalam wilayah Negara Republik Indonesia diatur di dalam Permentan No. 34 Tahun 2016 sebagaimana diubah terakhir kali dengan Permentan No.23 Tahun 2018, yang mempersyaratkan pemenuhan halal (untuk produk yang dipersyaratkan) untuk penerbitan rekomendasinya.

 

“Meskipun tidak mencantumkan ketentuan label dan sertifikat halal, Permendag 29 Tahun 2019 tetap mengatur persyaratan halal melalui persyaratan rekomendasi. Permendag No 29 Tahun 2019 nantinya fokus mengatur tata niaga impor hewan dan produk hewan. Ketentuan ini sama sekali tidak terkait dengan sengketa yang dilayangkan oleh Brasil (DSS 484)," pungkas Wisnu dengan tegas.

 

Sebelumnya, Direktur Eksekutif Indonesia Halal Watch (IHW) Ikhsan Abdullah berpendapat jika Permendag itu diterbitkan dalam rangka menjawab tuntutan ketentuan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) akibat kekalahan Indonesia pada sengketa perdagangan antara Brasil dan Indonesia.

 

(Baca: Impor Unggas Tak Wajib Sertifikasi Halal?)

 

Menurut Ikhsan, Hasil putusan dari sengketa itu kemudian terjawab dalam Permendag 29/2019. Kemendag pun menghapus kewajiban sertifikasi halal seperti yang tercantum dalam Permendag 59/2016.

 

“Keputusan ini tentu sangat serius untuk dilakukan perundingan dengan negara pengimpor terutama Brazil dengan mengingat bahwa apabila Indonesia menjalankan keputusan WTO tersebut dengan sepenuhnya maka akan memicu masalah,” kata Ikhsan, Rabu (11/9) lalu.

 

Tags:

Berita Terkait