Lemahnya Posisi Konsumen Perumahan dalam Perkara Kepailitan
Utama

Lemahnya Posisi Konsumen Perumahan dalam Perkara Kepailitan

Praktiknya selama ini, konsumen dirugikan dalam hal pengembang/pelaku usaha dinyatakan pailit. Putusan pengadilan perlu memperhatikan dan menentukan kejelasan hak-hak para kreditor termasuk di dalamnya konsumen sebagai kreditor konkuren (konsumen).

Oleh:
Fitri Novia Heriani
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi: BAS
Ilustrasi: BAS

Belakangan kasus pailit yang menimpa pelaku usaha perumahan (kontraktor) cukup menyita perhatian. Beberapa perusahaan perumahan sempat dinyatakan pailit dengan segala akibat hukumnya, seperti yang dialami oleh perusahaan Perumahan Violet Garden dan perusahaan Rusun Ciputat Resort Apartment.

Dalam perkara pailit yang menimpa perusahaan perumahan, posisi konsumen menjadi satu hal yang dipertanyakan. Pasalnya beberapa pihak menyebut bahwa konsumen perumahan tak memiliki hak yang jelas ketika perusahaan yang mengelola perumahan yang mereka beli tersandung pailit.

Koordinator Komisi Advokasi Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN), Rizal E. Halim, mengatakan bahwa keputusan pailit tidak terlepas dari ketentuan yang terdapat pada Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2007 tentang Kepailitan dan PKPU, di mana pailit dapat terjadi dengan hanya melihat syarat minimal utang dan kreditor yang di atur dalam Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 8 ayat (4).

Namun jika dilihat dari UU Perlindungan Konsumen, Rizal menilai kerugian yang dialami konsumen wajib diselesaikan secara adil konsumen berhak mendapatkan ganti rugi sebagaimana mestinya sesuai dengan Pasal 4 dan Pasal 8 UU Perlindungan Konsumen. (Baca Juga: Dimohonkan Pailit, Begini Penjelasan Hukum Status Hunian Sentul City)

Menurut dua pasal tersebut, konsumen memiliki hak untuk memilih barang dan/ atau jasa sertan mendapatkan barang dan/ataujasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan, konsumen memiliki hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya jika pelaku usaha melakukan perbuatan yang dilarang bagi pelaku usaha, di mana pelaku usaha dilarang memproduksi dan/atau memperdagangkan barang dan/atau jasa yang tidak sesuai dengan janji yang dinyatakan dalam label, etiket, keterangan, iklan atau promosi penjualan barang dan/atau jasa tersebut.

Namun pada faktanya, lanjut Rizal, dalam hal pengembang/pelaku usaha dinyatakan pailit oleh Pengadilan Niaga, praktiknya selama ini dinilai sangat merugikan konsumen. Menurutnya, putusan pengadilan perlu memperhatikan dan menentukan kejelasan hak-hak para kreditor termasuk didalamnya konsumen sebagai kreditor konkuren (konsumen).

“Bahwa Undang-Undang Perlindungan Konsumen dan Undang-Undang Kepailitan adalah dua peraturan yang penyelesaiannya berbeda. Sehingga perlu adanya pengaturan lebih lanjut antara kepailitan dan perlindungan konsumen sehingga jelas pengaturan antara kedua bidanya yang terkait agar pelaku usaha yang tidak beriktikad baik tidak lolos dari pertanggungjawabannya,” katanya dalam sebuah diskusi secara daring, Selasa (18/8).

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait