Lima Catatan LBH Jakarta terhadap Kenaikan Harga BBM Bersubsidi
Terbaru

Lima Catatan LBH Jakarta terhadap Kenaikan Harga BBM Bersubsidi

Masyarakat bakal makin sulit mencukupi kebutuhan dasarnya, seperti komoditas pangan, sandang, dan papan.

Oleh:
Rofiq Hidayat
Bacaan 4 Menit
Aksi mahasiwa menolak kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) di kawasan Patung Kuda, Jakarta, Senin (5/9/2022). Foto: RES
Aksi mahasiwa menolak kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) di kawasan Patung Kuda, Jakarta, Senin (5/9/2022). Foto: RES

Pemerintahan Joko Widodo dan Maruf Amin telah menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi. Kenaikan tersebut seolah mengabaikan permasalahan ekonomi masyarakat. Bahkan menambah beban penderitaan yang ditanggung masyarakat luas. Malahan, keputusan menaikkan harga BBM disebabkan subsidi BBM sebesar 70% tidak tepat sasaran. Sementara Indonesia menempati urutan ketiga harga BBM tertinggi di kawasan Asean.

“Kenaikan ini dilakukan saat tren harga minyak dunia sedang turun atau harga keekonomian bensin yang mengalami penurunan, karena puncak tertinggi terjadi pada bulan Juni lalu,” ujar pengacara publik Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, Citra Referendum kepada Hukumonline, Rabu (6/9/2022).

Ia mengatakan LBH Jakarta memiliki lima catatan terhadap keputusan Pemerintahan Jokowi yang menaikakn harga BBM bersubsidi. Pertama, keputusan menaikkan harga BBM menciptakan penderitaan berlapis terhadap masyarakat hingga ke akar rumput. Harga bahan-bahan pokok sebelumnya mengalami kenaikan akibat inflasi yang menembus angka 5,2 persen. Nah, dengan dinaikannya harga BBM memperburuk keadaan masyarakat.

“Harga berbagai komoditas kebutuhan dasar di pasar akan meningkat signifikan, sedangkan di sisi lain pendapatan ekonomi warga tidak banyak meningkat selama 3 tahun terakhir,” ujarnya.

Baca Juga:

Masyarakat bakal makin sulit mencukupi kebutuhan dasarnya, seperti komoditas pangan, sandang, dan papan. Menurutnya, tantangan lainnya, soal fenomena hubungan kerja non-standar seperti kemitraan ojek online (Ojol) dan kurir online (Kurol) yang rentan. Sebab, alat kerja mereka adalah kendaraan bermotor yang membutuhkan BBM. Pada akhirnya, agenda “memulihkan ekonomi” hanya menjadi jargon belaka. Sebab, dengan adanya kenaikan harga BBM, malah menjadikan kondisi perekonomian Indonesia semakin terpuruk dan jurang kemiskinan struktural semakin lebar. 

Kedua, pengalihan subsidi BBM menjadi bantuan langsung tunai (BLT) merupakan solusi palsu. Menurutnya, pemenuhan hak ekonomi rakyat tidak sama dengan bantuan sosial yang dianggap sebagai uluran tangan hadirnya negara (charity). Semestinya negara dapat dikatakan hadir apabila hak asasi manusia dipenuhi dan dijamin. 

Tags:

Berita Terkait