Lingkungan Hidup yang Bersih-Sehat sebagai HAM Universal
Terbaru

Lingkungan Hidup yang Bersih-Sehat sebagai HAM Universal

Pada Kamis (28/7/2022) lalu, PBB menerbitkan resolusi pengakuan terhadap hak atas lingkungan yang bersih, sehat, dan berkelanjutan sebagai hak asasi manusia universal. Resolusi ini memperoleh dukungan 161 negara.

Oleh:
Ferinda K Fachri
Bacaan 3 Menit
Co-Founder Indonesia Ocean Justice Initiative (IOJI) yang kini menjabat Duta Besar RI di Oslo, Todung Mulya Lubis. Foto: FKF
Co-Founder Indonesia Ocean Justice Initiative (IOJI) yang kini menjabat Duta Besar RI di Oslo, Todung Mulya Lubis. Foto: FKF

Belum lama ini, dalam United Nations General Assembly (UNGA), PBB menerbitkan resolusi pengakuan terhadap hak atas lingkungan yang bersih, sehat, dan berkelanjutan sebagai hak asasi manusia (HAM) universal. Dengan didukung oleh 161 negara dan 8 negara abstain, Majelis Umum PBB mengadopsi resolusi tersebut pada Kamis (28/7/2022) lalu. Untuk itu, UNGA menyerukan terhadap seluruh negara, organisasi internasional, bisnis, maupun stakeholders lain supaya meningkatkan upaya dalam memastikan lingkungan yang bersih, sehat, dan berkelanjutan.

Di samping itu, sebagaimana diuraikan pada situs resmi PBB, melalui resolusi ini juga mengakui dampak perubahan iklim, pengelolaan, dan penggunaan sumber daya alam yang tidak berkelanjutan, pencemaran udara, tanah dan air, pengelolaan bahan kimia dan limbah yang tidak sehat, dan hilangnya keanekaragaman hayati yang diakibatkannya mengganggu penikmatan hak. Kerusakan lingkungan berimplikasi negatif baik secara langsung maupun tidak.

“Buat saya yang paling penting adalah resolusi ini memberikan stance. Hak akan lingkungan yang bersih, sehat, dan berkelanjutan itu sebagai hak asasi yang universal. This is the achievement. Setelah lima dekade sejak di Stockholm itu,” ujar salah satu Co-Founder Indonesia Ocean Justice Initiative (IOJI) yang kini menjabat sebagai Duta Besar RI di Oslo, Todung Mulya Lubis di kantor IOJI, Selasa (20/9/2022).

Menurutnya, tidak ada dasar bagi negara untuk tidak berkomitmen terhadap resolusi yang merupakan agenda global tersebut. Walaupun pada dasarnya di Indonesia sendiri telah mengatur terkait hak terhadap lingkungan hidup yang baik dan sehat sebagaimana bunyi Pasal 28H ayat (1) UUD Tahun 1945. Selain itu, terdapat UU No.32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU PPLH).

Bila melihat dari pasal demi pasal yang ada, Todung menilai esensi dalam resolusi PBB mengenai diperolehnya lingkungan hidup yang bersih, sehat, dan berkelanjutan sebagai hak asasi sudah tercermin dalam rumusan peraturan perundang-undangan nasional. Ia bersyukur dengan pengakuan terhadap hak lingkungan hidup yang baik sebagai universal rights. Resolusi yang disetujui ratusan negara ini menjadikannya sebagai customary international law (hukum kebiasaan internasional). Dengan demikian, telah memberi semacam moral obligation bagi Indonesia sebagai bangsa dan negara.

“Bagaimana implementasinya? Pertanyaan ini valid untuk semua, bukan hanya Indonesia. Kalau kita mau lihat apa yang terjadi pada pandemi dan perang di Ukraina, saya terus terang agak cemas apakah kita bisa mencapai target emisi. Sekarang negara-negara Skandinavia dan Eropa sendiri menghadapi krisis energi dan mereka juga merasa sulit mencapai itu karena kondisi sekarang. Pasokan minyak dan gas yang mereka butuhkan itu tidak bisa didapat, akhirnya mereka kembali ke coal (batu bara),” ungkapnya.

Tetap, menurutnya resolusi PBB terkait hak atas lingkungan yang bersih, sehat, dan berkelanjutan sebagai hak asasi manusia universal merupakan pencapaian yang harus disyukuri bersama. Dengan resolusi tersebutlah dapat menjadi rujukan penting menghadapi agenda lingkungan yang dicanangkan ke depan.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait