Lingkungan Hidup yang Bersih-Sehat sebagai HAM Universal
Terbaru

Lingkungan Hidup yang Bersih-Sehat sebagai HAM Universal

Pada Kamis (28/7/2022) lalu, PBB menerbitkan resolusi pengakuan terhadap hak atas lingkungan yang bersih, sehat, dan berkelanjutan sebagai hak asasi manusia universal. Resolusi ini memperoleh dukungan 161 negara.

Ferinda K Fachri
Bacaan 3 Menit

Dalam kesempatan yang sama, Chief Executive Officer IOJI Mas Achmad Santosa, menjelaskan resolusi PBB ini sebetulnya tidak bersifat mengikat secara hukum. Dengan kata lain, baik Indonesia maupun negara lainnya tidak mempunyai kewajiban hukum agar patuh terhadap resolusi ini. Namun resolusi ini diharapkan bisa jadi pijakan dalam bertindak perihal lingkungan hidup.

“Kalau misalnya hak atas hidup sehat dan baik, pola pikirnya masih antoposentrik dan yang namanya lingkungan sosial itu masih dibawah paradigma pembangunan ekonomi yang growth ya sama saja. Sekarang harus ada pembalikkan pemikiran. Apalagi krisis bumi sekarang. Itu (Resolusi PBB) mungkin bagus, tapi buat Indonesia itu bukan suatu hal yang baru. Kalau saya lihat dalam konstitusi dunia itu sudah ratusan negara mengakui hak atas lingkungan hidup yang sehat dan baik. Itu constitutional right di banyak negara, termasuk Indonesia.”

Hukumonline.com

Mas Achmad Santosa dan Todung Mulya Lubis bersama rekan-rekan di IOJI.  

Sebagai jawaban untuk hadapi triple planet crisis yang terdiri oleh climate change, pollution, dan biodiversity loss, resolusi ini seperti dikutip Achmad dari Sekjen PBB António Guterres tentunya akan bergantung pada bisnis dan pemerintahan di tingkat nasional. Termasuk bagi masyarakat untuk mendorong pengaktualisasiannya. Sebab, tidak berkekuatan mengikat, resolusi yang hadir itu dapat menjadi suatu alat advokasi lingkungan hidup.

“Kita harus meng-approach hakim-hakim melihat kasus lingkungan ke pengadilan dari perspektif HAM. Saya terinspirasi dari kasus Urgenda. Litigasi climate change yang dilakukan oleh LSM Belanda terhadap pemerintah Belanda, disitu dia tidak hanya mengacu pada konstitusi Belanda, tapi juga Konvensi HAM Eropa. Di situ salah satu pertimbangannya melanggar HAM. Hakim-hakim Indonesia harus dibawa ke arah sana dengan modal resolusi tadi. Walau tidak binding, tapi mungkin referensi kuat karena universally disetujui negara-negara,” sarannya.

Tags:

Berita Terkait