MA: Hakim Miliki Diskresi Jatuhkan Pidana Perkara Tipikor
Utama

MA: Hakim Miliki Diskresi Jatuhkan Pidana Perkara Tipikor

Sebagai bentuk kemandirian, hakim masih diberikan keleluasaan mempertimbangkan berat ringannya pidana yang akan dijatuhkan berdasarkan ukuran yang ditetapkan dalam Perma No.1 Tahun 2020.

Oleh:
Aida Mardatillah
Bacaan 4 Menit

Pedoman pemidanaan pasal lain

Wakil Ketua KPK Nawawi Pomolango menilai Perma No. 1 tahun 2020 hanya mengatur pedoman pemidanaan untuk Pasal 2 dan Pasal 3 UU Pemberantasan Tipikor. Padahal, UU Pemberantasan Tipikor terdapat 30 pasal tipikor. Dia mengakui selama periode 2004-2012, KPK menangani sekitar 70 persen perkara tipikor yang disangkakan melanggar Pasal 2 dan 3 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Setelah 2012, ia menyebut terjadi kondisi berbeda yakni perkara-perkara yang ditangani KPK lebih banyak tindak pidana korupsi berupa suap atau gratifikasi. Untuk itu, Nawawi meminta konsistensi MA untuk membuat pedoman pemidanaan tipikor pasal lain dalam UU Pemberantasan Tipikor. Mengingat hampir seluruh perkara korupsi yang ditangani rata-rata menggunakan upaya hukum banding hingga peninjauan kembali.

"Kami minta MA agar ada pemikiran lebih lanjut terkait pengaturan pasal-pasal lain, termasuk pasal suap dan sebagainya,” harapnya. (Baca Juga: MA Bakal Terbitkan Pedoman Pemidanaan Kasus Suap)

Menurutnya, terjadinya disparitas pemidanaan ini tidak terlepas dari tuntutan jaksa penuntut umum. Untuk itu, saat ini KPK pun menyusun pedoman penuntutan perkara tipikor dalam yang direncanakan berlaku 4 Januari 2021. Pedoman penuntutan ini meliputi seluruh pasal dalam UU Pemberantasan Tipikor; penjatuhan pidana tambahan uang pengganti; penjatuhan tuntutan pidana terhadap subyek orang dan subyek korporasi.

Kemudian, mengatur penjatuhan tuntutan tindak pidana korupsi yang kumulasi dakwaannya dengan tindak pidana pencucian uang; pedoman tuntutan pidana merumuskan faktor-faktor berpengaruh dalam tuntutan pidana yang sifatnya kualitatif ke dalam angka-angka pidana yang sifatnya kuantitatif.

Merespon persoalan ini, sebelumnya MA menyatakan akan mengatur pemidanaan perkara korupsi yang dijerat dengan pasal suap  dan gratifikasi. Berdasarkan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor, penyuap - seringkali swasta yang biasa dijerat dengan Pasal 5. Sedangkan penerima suap yang biasanya penyelenggara negara, ASN, hakim, aparat penegak hukum kerap dijerat Pasal 12. Sedangkan terdakwa yang menerima gratifikasi bisa didakwa dengan Pasal 12B.

"Ini kami awalnya mengatur Pasal 2 dan Pasal 3. Tetapi mungkin akan mengatur (pedoman pemidanaan, red) Pasal 5, Pasal 6, sampai ke Pasal 12," ujar Ketua Kamar Pidana MA, Suhadi, dalam acara pembinaan teknis jajaran pengadilan se-Indonesia secara virtual dari Yogyakarta, Senin (12/10/2020) lalu.

Tags:

Berita Terkait