MA Demosi Hakim Ini Diduga Gara-Gara Minta THR
Utama

MA Demosi Hakim Ini Diduga Gara-Gara Minta THR

Pembelajaran berharga dari tindakan cepat dan tegas MA ini diharapkan jadi model penyelesaian masalah dugaan pelanggaran kode etik demi menjaga kehormatan lembaga peradilan.

Oleh:
AGUS SAHBANI
Bacaan 2 Menit
Gedung PN Tembilahan (2015). Foto: KY
Gedung PN Tembilahan (2015). Foto: KY
Mahkamah Agung (MA) akhirnya mengambil sikap tegas dengan mencopot jabatan Ketua Pengadilan Negeri Tembilahan, Riau, Y. Erstanto Windiolelono lantaran diduga meminta bantuan Tunjangan Hari Raya (THR) kepada pengusaha setempat. Selain dicopot dari jabatan pimpinan pengadilan, MA “membuang” hakim kelahiran 1973 itu ke Pengadilan Tinggi Ambon sebagai hakim nonpalu alias demosi.

MA menilai sanksi disiplin ini diambil lantaran tindakan meminta THR terhadap pengusaha jelas-jelas melanggar kode etik dan pedoman perilaku hakim (KEPPH) yang merusak atau merendahkan wibawa, martabat hakim. Tindakan itu dinilai sebagai tindakan pelanggaran disiplin berat.

“Ketua PN Tembilahan, Erstanto Windiolelono dijatuhi hukuman disiplin berat sebagai hakim nonpalu di Pengadilan Tinggi (PT) Ambon,” kata Kepala Biro Hukum dan Humas Ridwan Mansyur saat dihubungi, Selasa (28/6). Wakil Ketua PN, sambung Ridwan, juga ikut didemosi.

Informasi keputusan sanksi pencopotan dan skorsing itu baru saja diputuskan dalam rapat Pimpinan MA. Selain dicopot dari jabatannya, Erstanto juga mendapat sanksi lain berupa tidak mendapat tunjangan fungsional sebagai hakim.

Hasil keputusan rapat pimpinan MA, hari ini Selasa 28 Juni 2016, selain sanksi disiplin berat sebagai hakim nonpalu, tidak dibayarkan tunjangan sebagai hakim selama menjalani hukuman disiplin tersebut,” ungkap Ridwan.

Komisi Yudisial (KY) mengapresiasi tindakan cepat MA terhadap Ketua PN Tembilahan ini yang fotonya beredar di media sosial belakangan ini. Sebab, bagaimanapun tindakan hakim meminta THR adalah tindakan tercela yang sangat tidak etis. “Perbuatan tersebut cukup jelas dan gamblang sebagai hal yang tidak dapat diterima,” kata Juru Bicara KY Farid Wajdi saat dihubungi di Jakarta, Selasa (28/6).

Ditegaskan Farid, tindakan Erstanto meminta THR kepada pengusaha dapat merendahkan kehormatan, martabat dan keluhuran perilaku profesi hakim. “Tindakan tersebut sangat mencoreng martabat dan integritas peradilan. Tidak ada permaafan bagi pejabat pengadilan yang terus menggerus kewibawaan dan martabat peradilan,” tegasnya.

Dia mengatakan berbagai peristiwa pelanggaran hukum yang melibatkan aparatur peradilan memang sudah selayaknya direspon cepat, bukan pembiaran yang cenderung permisif. Menurutnya, tak semua pelanggaran berujung pada pengawasan, model pembinaan seperti yang dilakukan MA terhadap Hakim Erstanto ini salah satu bentuk tindakan preventif yang harus dilakukan. “Pengawasan hanya akan turun sebagai bentuk ultimum remedium (upaya terakhir, -red),” lanjutnya.

Ke depan, dia berharap, MA lebih responsif terhadap publik dengan tetap mengupayakan pembinaan yang melekat. Tentu saja tidak mereduksi sanksi yang seharusnya diberikan. Asalkan upaya pembinaan ini tidak “tebang pilih”, siapapun aparat pengadilan (hakim, panitera, sekretaris) tidak boleh ada pilih kasih atau privilege tertentu, apalagi diberikan kepada pejabat.

“Pembelajaran berharga dari tindakan cepat dan tegas MA ini diharapkan jadi model penyelesaian masalah dugaan pelanggaran kode etik demi menjaga kehormatan lembaga peradilan,” harapnya.

Sebelumnya, beredar surat foto di media sosial dari PN Tembilahan yang isinya meminta perhatian dan partisipasi kepada pengusaha/perusahaan yang disurati untuk memberi bingkisan dan THR kepada karyawan/karyawati PN Tembilahan dalam rangka menyambut hari raya Idul Fitri 1437 H tahun 2016. Surat tersebut ditandatangani oleh Ketua PN Tembilahan Y. Erstanto Windiolelono, lengkap dengan nomor induk pegawai (NIP).
Tags:

Berita Terkait