Maaf! LBH Parpol Dilarang Terima Dana Bankum
Berita

Maaf! LBH Parpol Dilarang Terima Dana Bankum

Pertanggungjawaban penggunaan dana bantuan hukum menjadi isu krusial.

Mys
Bacaan 2 Menit
Diskusi publik Rancangan PP Syarat dan Tata Cara Pemberian dan Penyaluran Dana Bantuan Hukum. Foto: Mys
Diskusi publik Rancangan PP Syarat dan Tata Cara Pemberian dan Penyaluran Dana Bantuan Hukum. Foto: Mys

Regulasi teknis Undang-Undang Bantuan Hukum, baik dalam bentuk Peraturan Pemerintah (PP) maupun Peraturan Menteri (Permen), belum rampung dibahas. Namun beberapa ‘rambu’ sudah disiapkan pemerintah, terutama menyangkut akses dana bantuan hukum.

Salah satu rambu yang kemungkinan besar masuk adalah larangan bagi lembaga bantuan hukum (bankum) di partai politik mengakses dana. Tidak sembarang dan semua Lembaga Bantuan Hukum (LBH) bisa mengakses dana bantuan hukum dari Kementerian Hukum dan HAM. Berdasarkan Undang-Undang No. 16 Tahun 2011, dana bantuan hukum terpusat di Kementerian Hukum dan HAM.

LBH yang terbentuk setelah Oktober 2011 tak akan mudah mendapatkan bantuan hukum. Muncul kekhawatiran bantuan hukum dianggap sebagai peluang pendapatan dan akan dijadikan proyek. Alvon Kurnia Palma, Ketua Badan Pengurus Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) melihat kecenderungan munculnya lembaga baru yang mengklaim sebagai lembaga bantuan hukum pasca pengesahan UU Bantuan Hukum. Bahkan ia menengarai ada yang dibentuk untu kepentingan Pemilu 2014. “Faktanya banyak sekali lembaga bantuan hukum yang muncul paska Undang-Undang Bantuan Hukum,” kata Alvon dalam diskusi publik Rancangan PP Syarat dan Tata Cara Pemberian dan Penyaluran Dana Bantuan Hukum di Jakarta, Selasa (24/4).

Kementerian Hukum dan HAM juga tidak mengesampingkan fakta tersebut. Terhadap lembaga semacam ini, kata Wicipto Setiadi, akan dilakukan verifikasi dan akreditasi ketat. Kepala Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) ini punya kekhawatiran sama dengan Alvon. “Muncul organisasi baru yang mengklaim memberikan bantuan hukum,” ujarnya.

Tetapi rambu yang paling ketat akan diberlakukan kepada lembaga bantuan hukum –dengan berbagai nama-- yang bernaung di bawah partai politik. Wicipto tegas menyatakan lembaga semacam ini tidak bisa menerima dana bantuan hukum. “Melakukan bantuan hukum boleh, tapi tidak anggarannya,” tandas Wicipto.

Jika LBH parpol bisa mengakses dana dikhawatirkan program bantuan hukum yang bertujuan mulia akan dipergunakan sebagai bagian dari kampanye politik. Berdasarkan aturan Undang-Undang Bantuan Hukum, pemberi bantuan hukum adalah lembaga bantuan hukum atau organisasi kemasyarakatan yang memberi layanan bantuan hukum. Pertanggungjawaban penggunaan dana bantuan hukum itu menjadi isu krusial lain yang menyulitkan bagi parpol mengakses dana bankum.

Wicipto dan Alvon meminta para aktivis bantuan hukum atau organisasi kemasyarakatan tidak menganggap dana bantuan hukum sebagai proyek. Guna menghindari kemungkinan penyimpangan itu, pemerintah akan memberlakukan verifikasi dan akreditasi. “Harus ada verifikasi dan akreditasinya,” kata Wicipto.

Dalam perspektif lain, Ketua Umum Dewan Pimpinan Nasional Perhimpunan Advokat Indonesia (DPN PERADI), Otto Hasibuan, juga mengkhawatirkan munculnya orang-orang yang mengaku sebagai advokat padahal tujuannya hanya untuk mendapatkan dana bantuan hukum. “Akan muncul organisasi atau lembaga tertentu yang mengklaim dirinya advokat”. Otto berpandangan pemberian bantuan hukum diberikan oleh advokat. Kalaupun dosen dan paralegal atau mahasiswa memberikan bantuan hukum, mereka perlu di-endorse oleh organisasi advokat.

Tags: