Majelis Gunakan Putusan MK untuk Pencabutan Hak Politik Romahurmuziy
Utama

Majelis Gunakan Putusan MK untuk Pencabutan Hak Politik Romahurmuziy

Ia disebut bersama-sama dengan Lukman Hakim Saifuddin dan Lukman disebut juga terbukti menerima uang Rp70 juta.

Aji Prasetyo
Bacaan 2 Menit

Awalnya majelis berpendapat pencabutan hak politik untuk melindungi masyarakat agar orang yang menjadi terpidana kasus korupsi agar tidak lagi menduduki jabatan publik termasuk sebagai anggota dewan. Anggota dewan baik DPR/MPR maupun DPD merupakan perwakilan publik yang menampung aspirasi masyarakat sehingga perlu ditegaskan jangan sampai anggota Dewan yang berperilaku koruptif. 

Majelis sependapat dengan putusan MK Nomor 56/PUU-XVII/2019 tanggal 11 Desember 2019 yang menyatakan dipilihnya jangka waktu 5 tahun untuk adaptasi bersesuaian dengan mekanisme 5 tahunan dalam Pemilu di Indonesia baik legislatif, Presiden maupun Pemilukada. Sehingga permintaan pencabutan hak politik tidak perlu lagi dipertimbangkan karena sudah ada putusan tersebut. 

"Bahwa terhadap tuntutan penuntut umum majelis berkesimpulan pencabutan hak dipilih telah diputus MK telah melewati jangka waktu 5 tahun setelah menjalani masa pemidanaan. Berdasarkan pertimbangan di atas maka majelis hakim sependapat dengan putusan MK sehingga tidak perlu lagi pidana tambahan hak dipilih dalam jabatan publik," kata Hakim Fahzal.

Putusan MK tersebut sebelumnya mengabulkan sebagian permohonan ICW dan Perludem terkait uji Pasal 7ayat (2) huruf g UU No. 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota (UU Pilkada).  Sehingga Pasal 7 ayat (2) huruf g UU No. 10 Tahun 2016 bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai telah melewati jangka waktu lima tahun setelah mantan terpidana selesai menjalani pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.

Uang ke eks-Menag terbukti

Pasal 55 ayat (1) KUHP, sebagai penyertaan terkadang menyebutkan siapa saja yang terlibat dalam perkara tersebut selain pelaku utama yang menjadi terdakwa. Begitupula dalam kasus Romi, majelis menyebut ada aliran uang kepada pihak lain dalam perkaranya tersebut yaitu kepada Lukman Hakim Saifuddin yang ketika itu menjabat sebagai Menteri Agama. 

Dalam putusannya, baik Romy maupun Lukman Hakim, disebut majelis sama-sama menerima uang dari Haris Hassanudin agar dapat dipilih dan dilantik menjadi Kakanwil Kemenag Jawa Timur. "Terdakwa menerima Rp255 juta dan Lukman Hakim Saifuddin menerima Rp70 juta yang diterima oleh Lukman Hakim Saifuddin pada tanggal 1 Maret 2019 Rp50 juta dan tanggal 9 maret 2019 Rp20 juta melalui Heri Purwanto selaku ajudan Lukman Hakim Saifuddin," ujar Hakim Fahzal. 

Majelis menilai ada kerjasama yang erat antara Romi dan Lukman dalam meloloskan Haris sebagai Kakanwil Kemenag Jatim. Padahal sebelumnya Haris dinyatakan tidak lolos seleksi, bahkan KASN mengirimkan surat kepada Kemenag supaya pencalonan Haris dibatalkan. Alasannya Haris pernah menjalani hukuman administrasi dan masa hukumannya baru tiga tahun sementara menurut aturan selama lima tahun. 

Singkat cerita atas campur tangan Romi yang meminta bantuan Lukman, maka Haris menjadi Kakanwil Kemenag Jatim. "Tapi mereka tetap melakukan perbuatan tersebut serta saling membagi peran satu dengan yang lainnya sehingga mewujudkan sempurnanya delik," ungkap Hakim.

Tags:

Berita Terkait