Makin Diminati, Bagaimana Seharusnya Hukum Diajarkan di Perguruan Tinggi?
Berita

Makin Diminati, Bagaimana Seharusnya Hukum Diajarkan di Perguruan Tinggi?

Mahasiswa perlu diajarkan memahami hukum lebih mendalam, mampu berpikir kritis menemukan hukum, dan membumi dengan realitas masyarakat tempat hukum bekerja.

Normand Edwin Elnizar
Bacaan 2 Menit

 

World Justice Project berangkat dari pandangan bahwa rule of law yang efektif mampu mengurangi korupsi, memerangi kemiskinan dan penyakit, serta melindungi masyarakat dari ketidakadilan. Secara tradisional, rule of law biasanya dihubungkan dengan aparat penegak hukum.

 

Sayang sekali Indonesia memperoleh skor buruk dalam peringkat global untuk tiga kategori, yaitu civil justice (102/126), absence of corruption (97/126), dan criminal justice (86/126). Perlu digarisbawahi skor terburuk pada civil justice dengan peringkat 102 dari 126 negara. (Baca:Melihat Posisi Indonesia dalam Rule of Law Index 2019)

 

Pada saat yang sama, dunia berubah semakin cepat di era digital. Berbagai kemajuan teknologi menuntut ahli hukum dapat pula semakin responsif hadir memberikan solusi. Tentu peran perguruan tinggi hukum semakin diharapkan untuk menghasilkan para ahli hukum yang mumpuni.

 

Bukan hanya banyak secara kuantitas, namun juga tinggi dalam kualitas. Mereka mesti pula mampu menopang status Indonesia sebagai negara hukum. Lantas bagaimana seharusnya hukum diajarkan di perguruan tinggi? Pertanyaan itu ikut dibahas dalam Konferensi Internasional Socio-Legal pada 23-24 Agustus 2019 lalu di FHUI. Hukumonline mewawancarai sejumlah ilmuwan hukum dalam konferensi tersebut untuk meminta pendapatnya.

 

Lidwina Inge Nurtjahyo, Manajer Pengabdian Masyarakat FHUI, berpendapat perlunya menumbuhkan kepekaan atas keadilan sosial dalam pendidikan hukum. “Tidak sekadar mengajarkan pasal-pasal ‘mati’ dan memberikan mahasiswa ruang berpikir kritis serta reflektif,” katanya.

 

Tim Lindsey, profesor hukum dari University of Melbourne berbagi pandangan berdasarkan pengalaman di kampusnya. “Studi hukum perlu lebih luas dan lebih mendalam,” ujarnya. Tim menjelaskan perlunya sudut pandang yang lebih luas dari sekadar mengajarkan isi hukum positif. Berbagai implikasi sosial, ekonomi, dan lainnya dari hukum harus menjadi bagian dari pembelajaran hukum itu sendiri.

 

Mengenai studi hukum yang lebih mendalam, Tim melihat terlalu banyak mata kuliah yang harus dituntaskan mahasiswa hukum di Indonesia. Akibatnya, ilmu yang diajarkan hanya pada permukaan saja. Ia melihatnya sebagai masalah serius pendidikan tinggi hukum di Indonesia. “Filosofi universitas kelas dunia di negara-negara maju sekarang ialah lebih baik ‘dalam’ daripada ‘banyak’,”  Tim menjelaskan.

Tags:

Berita Terkait