Marak Kasus Gagal Bayar, Mitigasi Risiko Perusahaan Asuransi Jiwa Jadi Sorotan
Utama

Marak Kasus Gagal Bayar, Mitigasi Risiko Perusahaan Asuransi Jiwa Jadi Sorotan

Dukungan internal kontrol yang optimal serta mekanisme check and balance yang jelas, menjamin kelangsungan usaha perusahaan asuransi dalam jangka panjang, sekaligus memastikan perusahaan asuransi dapat memenuhi janji kepada nasabahnya.

Oleh:
Mochamad Januar Rizki
Bacaan 3 Menit

Lebih jauh lagi, pengelolaan investasi yang tidak berhati-hati itu juga dipengaruhi oleh pemasaran produk dengan manfaat yang tidak realistis sehingga memaksa perusahaan asuransi untuk menjalankan strategi investasi yang cenderung agresif. Maka proses pengenalan produk harus menggunakan data serta asumsi yang kredibel sebagai dasar penetapan premi dan perhitungan cadangan teknisnya.

“Hal ini penting untuk memastikan agar premi yang dibebankan kepada nasabah dan cadangan teknis yang dibentuk oleh perusahaan asuransi benar benar sebanding dengan manfaat yang ditawarkan yang dijanjikan dan resiko yang ditanggung oleh perusahaan asuransi,” jelasnya.

Di sisi lain, lanjut Riswinandi, dalam proses pemasaran, perusahaan asuransi perlu menyesuaikan antara mekanisme pemasaran dengan kompleksitas suatu produk asuransi. Hal ini terkait dengan investasi atau yang lazim disebut unit link. Dia menyebutkan data April 2022 tercatat penerimaan premi unit link mencapai 46,32% dari total penerimaan premi asuransi jiwa.

“Namun demikian pengaduan yang kami terima dan pemberitaan di media massa atau media sosial terkait pengaduan atau keluhan nasabah merupakan sebuah reminder yang perlu menjadi perhatian,” pungkasnya.

OJK telah menerbitkan regulasi terbaru terkait dengan PayD untuk memastikan agar ke depannya praktek pemasaran dan pengelolaan dari PayD ini senantiasa dilakukan secara fair, prudent dan transparan. Beberapa hal yang diatur antara lain perusahaan perlu melakukan perekaman untuk memastikan agar tenaga pemasar telah memberikan penjelasan yang benar, lengkap dan jelas kepada calon nasabah terkait dengan manfaat dan risiko dari unit link.

“Perekaman pada saat para agen penjual bertemu dan rekaman ini bisa di-connect ke sistem yang ada di perusahaan itu sehingga bisa dilakukan evaluasi,” jelasnya.

Selain itu, perusahaan juga perlu melakukan perbaikan pada alur pemasaran unit link untuk memastikan agar produk tersebut ditawarkan pada kelompok nasabah yang memang sepenuhnya telah memahami manfaat dan resiko yang melekat pada produk asuransi tersebut. “Pemahaman yang harus betul betul disampaikan bahwa ini tujuannya adalah untuk proteksi, bukan untuk menambahkan kekayaan,” katanya.

Selain itu, ada syarat terkait kepemilikan dukungan SDM, infrastruktur dan modal. “Seperti tenaga aktuaria dan ahli investasi. Lalu modal perusahaan minimal 250 miliar bagi asuransi konvensional dan 150 miliar bagi asuransi Syariah,” sebut Riswinandi.

Dia menambahkan, saat ini OJK sedang mempersiapkan aturannya untuk pemasaran produk asuransi secara digital yang biasa disebut insurtech. “Karena penjualan secara digital yang dilakukan oleh platform insurtech, ke depan ini dipersyaratan yang boleh melakukan adalah perusahaan yang berbentuk pialang asuransi. Jadi perusahaan yang juga diawasi oleh OJK,” ungkap Riswinandi.

Tags:

Berita Terkait