Mardjono dan Laica Bantah Ikut Dewan Kehormatan Ad Hoc KAI
Berita

Mardjono dan Laica Bantah Ikut Dewan Kehormatan Ad Hoc KAI

Nama Prof. Mardjono Reksodiputro dan Prof. HM Laica Marzuki disebut-sebut sebagai anggota Dewan Kehormatan Ad Hoc KAI.

M-2/Nov
Bacaan 2 Menit
Mardjono dan Laica Bantah Ikut Dewan Kehormatan Ad Hoc KAI
Hukumonline

 

TM. Luthfi Yazid yang merupakan salah satu steering committee KAI, menyatakan bahwa dalam melihat persoalan ini harus dibedakan terlebih dahulu apakah DK Ad Hoc KAI yang dimaksud adalah DK Ad Hoc KAI secara umum atau DK Ad Hoc untuk penyelesaian kasus Todung. DK Ad Hoc KAI kan belum dilantik, ujarnya.

 

Lebih lanjut lagi, Luthfi membenarkan penolakan yang dilakukan oleh Mardjono untuk menjadi anggota DK Ad Hoc KAI. Sementara mengenai penolakan yang juga diajukan oleh Laica belum diketahuinya. Saya rasa Laica tetap setuju, jelasnya ketika dihubungi oleh hukumonline via telepon, Jumat (4/7).

 

Menurut Luthfi, perlu dilihat apakah yang dimaksud adalah DK Ad Hoc KAI atau DK ad hoc yang khusus dibentuk untuk menangani perkara banding Todung. Luthfi menambahkan bahwa KAI memang telah menghubungi sejumlah nama untuk menjadi anggota DK Ad Hoc KAI. Pihak KAI sendiri masih menunggu persetujuan dari pihak-pihak yang telah dihubungi tersebut. Kalau memang mereka tidak bersedia, KAI juga tidak akan memaksa kok, jelasnya. Perubahan atau penambahan susunan DK Ad Hoc KAI masih mungkin terjadi.

 

Untuk menangani banding Todung Mulya Lubis, Kongres Advokat Indonesia (KAI) telah membentuk Dewan Kehormatan Ad Hoc. Pembentukan Dewan Kehormatan tersebut dilanjutkan dengan penunjukan sejumlah nama yaitu mantan Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi Prof. HM Laica Marzuki, pakar hukum pidana Prof. Mardjono Reksodiputro, mantan hakim agung Adi Andojo, Muhammad Abduh dan BN Marbun. Nama-nama tersebut sempat disiarkan di harian Kompas pada 25 Juni 2008 lalu.

 

Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) bereaksi atas pembentukan DK Ad Hoc KAI tersebut. Sebelumnya, Peradi memang menerima surat dari Prof. Mardjono dan klarifikasi lisan dari Prof. Laica Marzuki. Dalam surat tertanggal 26 Juni 2008, Mardjono mengklarifikasi pemberitaan yang menyebut-nyebut namanya sebagai anggota DK Ad Hoc KAI. Ia mengaku mendapat telepon dan pesan layanan singkat (SMS) dari honorary chairman KAI Adnan Buyung Nasution. Dalam kontak sms itu, Mardjono diminta duduk dalam panel of judges untuk memeriksa banding perkara Todung Mulya Lubis.

 

Merespon permintaan Buyung, Mardjono mengaku sangat sibuk untuk mengurus bimbingan tesis dan disertasi mahasiswa. Selain itu, Mardjono mengaku sebagai anggota Peradi melalui AKHI dan kantor konsultan hukum ABNR. Ketua Umum DPN Peradi Otto Hasibuan membenarkan adanya surat dari Prof. Mardjono. Dalam surat tersebut, rekan Mardjono menyatakan dirinya menolak permintaan KAI yang disampaikan melalui rekan Adnan Buyung Nasution, papar Otto dalam siaran pers yang diterima hukumonline.

 

Peradi juga mengaku telah mendapat klarifikasi lisan dari Prof. Laica Marzuki. Sebagaimana dipaparkan Peradi dalam pernyataan resminya, Laica menyatakan tidak pernah menyetujui penunjukan dirinya sebagai anggota DK Ad Hod KAI. Laica tetap konsisten pada putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No. 014/PUU-IV/2006 yang dalam pertimbangan antara lain menyebut Peradi sebagai wadah tunggal advokat. Saat menyampaikan pidato sambutan pada Rakernas Peradi pada 22 Mei 2008 lalu, Laica juga menyatakan MK telah mengaku Peradi sebagai the independent state organ.

 

Kepada hukumonline, Laica mengaku pernah dihubungi dan diminta duduk di DK Ad Hoc KAI. Menurut Laica, pemberitahuan penunjukan namanya terkesan mendadak. Selebihnya, menyangkut materi perkara, Laica menolak memberikan penjelasan.

Halaman Selanjutnya:
Tags: