Marianna Sutadi: Menyingkap Tabir Pengadilan dengan Kuda Putih
Terbaru

Marianna Sutadi: Menyingkap Tabir Pengadilan dengan Kuda Putih

MA memilih publikasi putusan sebagai quick win untuk menunjukkan ke khalayak bahwa mereka sedang berbenah diri. Butuh ‘kuda putih' agar publik menyadari sudah ada perbedaan.

Oleh:
NNC/ISA
Bacaan 2 Menit

 

Itu bukannya mengikat?

Fatwa atau pandangan hukum tidak mengikat, mau dipakai boleh, tidak juga terserah.

 

Dalam sejumlah pekara, fatwa sering dipakai pihak berperkara, bahkan ditunjukkan di muka sidang?

Itu kalau dapat dari tempat lain terserah. Kalau dari kami, karena orang bertanya itu sifatnya meminta nasihat, ya rahasia. Kami menjaga rahasia itu. Kami rasa tidak etis untuk diumumkan. Kalau yang mau bertanya itu menerangkan ke umum ya silahkan saja. Tapi yang jelas bukan dari kami. Jadi kami tentunya tidak boleh mengumumkan fatwa.

 

Soal keterbukaan informasi tentang hakim-hakim yang dijatuhi sanksi?

Hakim kan jabatan kepercayaan. Orang tentunya mempercayakan pada hakim ini bahwa dia akan menangani perkaranya dengan benar dan adil. Nah, kalau sudah diumumkan kemana-mana hakim itu bersalah mana mau orang diadili oleh hakim itu. Padahal manusia kan ada perubahan dong. Masa gara-gara kesalahan kecil dia menanggung hukuman yang begitu berat. Kesalahan ada gradasinya. Kalau orang mencuri ayam langsung dihukum mati kan tidak benar. Menghukum berat seseorang saja pasti ada alasan pemberatnya.

 

Jadi menghukum hakim karena pelanggaran atau perbuatan tercelanya itu harus dengan penuh pertimbangan. Kalau itu diumumkan padahal kesalahannya kecil, dan pada suatu waktu dia akan jadi hakim lagi, orang tidak akan respect padanya. Nah itu kan tidak benar. Misalnya, dalam perkara Ketua Pengadilan Negeri Semarang, gitu ajalah. Itu sudah jelas dalam pemeriksaan dia sudah mengaku dan masih juga kita harus membuktikan. Itu mau apa lagi. Ya sudah, itu diumumkan tidak apa-apa. Jadi kalau kesalahan berat itu tidak apa-apa.

 

Terkadang juga terjadi, kesalahannya itu bukan pada integritas, tapi karena unprofesional. Misalnya, masalah penyitaan di Jakarta itu. Masak disita uang punya Departemen Pekerjaan Umum. Kalau begini Departemen ini kan tidak bisa mengeluarkan uang untuk bayar-bayar  penggantian tanah. Itu kan tidak perlu diumumkan siapa nama orangnya, cukup copot saja dipindah. Supaya dia mau belajar lebih baik lagi.

 

Jadi untuk hakim yang sudah terbukti melakukan pelanggaran berat dan dijatuhi hukuman berat bisa diumumkan?

Ya jelas dong. Lagipula kalau sudah begitu kami tidak mau pakai lagi. Biasanya kami berhentikan. Contohnya di Pengadilan di Aceh itu, yang karena ganja itu. Kan sudah ada di televisi. Diskors dulu baru kami berhentikan, karena ternyata dia juga setahun tidak masuk kerja.

 

Kalau boleh dinilai, moment MA untuk memulai keterbukaan informasi ini tepat sekali. Saat ini ada RUU Kebebebasan Informasi Publik yang sedang dibahas di DPR dan belum juga kelar. Atau mungkin MA juga ada merujuk ke sana?

Halaman Selanjutnya:
Tags: