Masalah Perumahan Paling Banyak Diadukan Konsumen
Berita

Masalah Perumahan Paling Banyak Diadukan Konsumen

BPKN: ketahanan perlindungan konsumen rawan

Oleh:
Fitri N. Heriani
Bacaan 2 Menit
Masalah Perumahan Paling Banyak Diadukan Konsumen
Hukumonline

Kemajuan teknologi membawa dampak terhadap perubahan gaya hidup masyarakat. Di era digital seperti saat ini, e-commerce menjadi salah satu pilihan dalam berbelanja. Cukup dengan menggunakan smartphone dan mengunduh aplikasi disertai dengan koneksi internet, setiap orang bisa berbelanja di mana saja dan kapan saja. Jenis barang yang diperjualbelikan juga sangat beragam. Teknologi mempermudah akses masyarakat terhadap barang-barang yang dibutuhkan. Aspek hukum jual beli pun mengalami perkembangan.

 

Namun, kemudahan-kemudahan tersebut belum berbanding lurus dengan perlindungan konsumen. Era digital belum mengakomodasi perlindungan konsumen, khususnya di Indonesia. Misalnya tingginya kasus pinjaman online yang sekarang sedang marak dilaporkan oleh konsumen. Penipuan dengan modus lain juga banyak terjadi sebagai ekses dari perkembangan teknologi.

 

Berangkat dari kondisi tersebut, menurut Ketua Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN), Ardiansyah Parman, ketahanan perlindungan konsumen di Indonesia tidak lagi memadai untuk menghadapi persoalan perlindungan konsumen saat ini dan masa depan. “Situasinya sebenarnya sangat rawan dengan mencermati beberapa indikator,” kata Ardiansyah dalam konferensi pers yang diadakan BPKN di Jakarta, Senin (17/12).

 

Indikator-indikator tersebut merupakan bagian dari catatan akhir tahun BPKN terkait perlindungan konsumen. Beberapa indikator yang dimaksud adalah e- digital, BPJS, perumahan, dan transportasi. Pertama, dari sektor e-digital, BPKN mencatat hingga saat ini belum ada kejelasan akses pemulihan bagi transaksi e-commerce,  sistem dan lembaga pemulihan. Dalam konteks ini, Ardiansyah menyebutkan bahwa BPKN memperkirakan insiden perlindungan konsumen terkait e-commerce akan meningkat pesat di tahun mendatang seiring dengan semakin inklusifnya kehidupan sosial ekonomi masyarakat dengan jasa teknologi finansial. Pemerintah perlu mengatur masalah ini demi kepastian hukum dan jalur pemulihan bagi konsumen. Jika tidak, penyalahgunaan teknologi potensial berkembang tidak terkendali, di tengah semakin tingginya lalu lintas e-commerce lintas batas (cross borders).

 

(Baca juga: Menilik Peran BPKN-BPSK dalam Sengketa Kredit Kendaraan Bermotor)

 

Indikator kedua adalah Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). BPJS mengalami defisit yang cukup besar nilainya, yakni diperkirakan mencapai Rp10,98 triliun. Defisit ini, lanjut Ardiansyah, berdampak pada pelayanan tenaga medis terhadap masyarakat penggunan BPJS. “BPKN memperkirakan pada tahun 2019 mendatang akan terjadi ledakan insiden yang menyangkut pelayanan kesehatan bagi masyarakat pemanfaat BPJS,” ungkapnya.

 

Selanjutnya, indikator ketiga adalah perumahan. Salah satu contoh kasusnya adalah Perumahan Violet Garden 2 di Bekasi. Salah satu bank pelat merah diduga melakukan maladministrasi penyaluran KPR di Bekasi. Adriansyah menyatakan Pemerintah terus melakukan penyempurnaan pengaturan di sektor transaksi perumahan, baik perumahan vertikal maupun horizontal. Namun demikian, pihaknya mencermati insiden terkait perumahan akan meningkat di tahun 2019.

 

Insiden tertinggi terkait dengan pemulihan hak konsumen untuk menerima sertifikat atas unit rumah/tempat tinggal yang menjadi objek transaksi. BKPN mendorong Pemerintah untuk mengambil langkah cepat guna mengantisipasi ledakan insiden perlindungan konsumen yang berpotensi terjadi di sektor perumahan.

Tags:

Berita Terkait