Masih Ada Jalan Lain yang Dapat Ditempuh Presiden
Selamatkan KPK:

Masih Ada Jalan Lain yang Dapat Ditempuh Presiden

Revisi UU KPK melemahkan kewenangan KPK dalam memberantas KPK. Saat ini semua bergantung pada Presiden.

Oleh:
Norman Edwin Elnizar
Bacaan 2 Menit
Diskusi diselenggarakan Iluni FH UI menyikapi revisi UU KPK. Foto: Edwin
Diskusi diselenggarakan Iluni FH UI menyikapi revisi UU KPK. Foto: Edwin

“Apakah tidak ada harapan bagi kita untuk mengupayakan KPK tetap independen?,” ujar Ketua Ikatan Alumni Fakultas Hukum Universitas Indonesia (ILUNI FHUI), Ashoya Ratam, dalam diskusi terarah yang diselenggarakan menyikapi pengesahan RUU KPK, Selasa (17/9). Pertanyaan Ashoya ini seolah mewakili kegelisahan berbagai elemen masyarakat sipil yang terkejut dengan manuver kilat DPR dengan persetujuan bersama Presiden.

 

Diskusi yang  menghadirkan para ahli hukum pidana dan hukum tata negara alumni FHUI ini menghasilkan sebuah kesepakatan. Nasi memang sudah menjadi bubur dengan keputusan sidang paripurna DPR yang menyetujui revisi UU No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (UU KPK). Hanya saja masih ada beberapa jalan keluar yang bisa diupayakan.

 

Pertama, mendesak Presiden Jokowi segera mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) untuk membatalkan revisi UU KPK dan mengembalikannya ke UU KPK semula. “Kalau Pak Jokowi memang tidak ingin ini berlaku, segera dia sahkan ke lembaran negara besok, lalu pada hari yang sama dia keluarkan Perppu,” kata Fitra Arsil, Ketua Bidang Studi Hukum Tata Negara FHUI.

 

(Baca juga: Ada yang Tak Lazim dalam Percepatan Pembahasan Sejumlah RUU)

 

Fitra merujuk apa yang pernah dilakukan Presiden SBY saat mengeluarkan Perppu Pilkada. Kala itu SBY menyegerakan pengesahan revisi UU Pilkada olehnya dan langsung menerbitkan Perppu yang mengembalikan pada UU Pilkada semula. Kewenangan penerbitan Perppu ini menjadi hak Presiden sebagai sikap subjektifnya dalam rangka memenuhi kegentingan yang memaksa.

 

RUU KPK yang disetujui DPR bersama Presiden masih belum resmi berlaku hingga Presiden menandatangani dan memuatnya dalam Lembaran Negara. Fitra mengatakan saat ini masih berlaku UU KPK yang lama. Penundaan oleh Presiden hanya bisa berlangsung selama 30 hari sejak persetujuan bersama DPR kemarin. Setelah itu RUU yang disetujui bersama DPR akan otomatis berlaku meskipun tidak ditandangani Presiden.

 

Perppu pun masih akan dinilai kembali oleh DPR untuk diterima atau ditolak seluruhnya pada masa sidang berikutnya. Fitra mengatakan sikap Presiden akan tergambar jelas dalam rangka menanggapi respon publik yang merasa aspirasinya belum terserap. Apalagi pengesahan RUU KPK ini berlangsung cepat dan terkesan mendadak di ujung masa tugas DPR periode 2014-2019. “Itu skenario yang paling enak,” ujarnya.

 

Direktur Eksekutif Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK), Gita Putri Damayana mencatat usul RUU KPK muncul pertama kali di rapat Badan Legislasi DPR pada tanggal 3 September lalu. Padahal RUU ini tidak ada dalam daftar program legislasi nasional prioritas yang sudah ditetapkan.

Tags:

Berita Terkait