Masyarakat Sipil Dorong Revisi UU Ormas
Terbaru

Masyarakat Sipil Dorong Revisi UU Ormas

Pembatasan kebebasan berserikat harus dilakukan secara jelas dan terukur, antara lain pembubaran ormas harus melalui pengadilan.

Ady Thea DA
Bacaan 2 Menit
Suasana diskusi peluncuran buku berjudul ‘Pembubaran Ormas dan Diskusi Publik Problematika Pembubaran ORMAS di Indonesia’, Rabu (30/3/2022). Foto: ADY
Suasana diskusi peluncuran buku berjudul ‘Pembubaran Ormas dan Diskusi Publik Problematika Pembubaran ORMAS di Indonesia’, Rabu (30/3/2022). Foto: ADY

Ditetapkannya Perppu No.2 Tahun 2017 tentang Perubahan Atas UU No.17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan menjadi UU No.16 Tahun 2017 masih menyisakan persoalan yang belum tuntas. Ketua Badan Pengurus Centra Initiative, Al Araf, mengatakan ada pandangan yang menilai UU Ormas yang diundangkan 22 November 2017 itu bisa digunakan sebagai “alat pukul” pemerintah terhadap ormas yang dianggap tidak Pancasila.

Beleid itu ditujukan kepada seluruh ormas yang ada di Indonesia. Ketentuan karet terkait alasan pembubaran ormas dapat dikenakan pada semua ormas. “Pembubaran ormas terkait dengan bagaimana politik hukum pemerintah,” kata pria yang disapa Aal itu dalam peluncuran buku berjudul Pembubaran Ormas dan Diskusi Publik Problematiska Pembubaran ORMAS di Indonesia”, Rabu (30/3/2022).

Aal menjelaskan pada masa pemerintahan orde lama, pemerintah berhadapan dengan kelompok ormas yang menentang Dekrit Presiden Tahun 1959. Pembubaran ormas dilakukan sepihak oleh pemerintah. Konstruksi politik hukum kala itu terkait pembubaran ormas ditujukan pada ormas yang mengganggu jalannya demokrasi terpimpin.

Baca:

Beralihnya orde lama ke orde baru setelah peristiwa 1965 membuat pemerintah orde baru mengkonsolidasi politik kekuasaannya dengan menghabisi lawan politiknya. Terutama Partai Komunis Indonesia (PKI) dan organisasi di bawahnya. Pembubaran yang dilakukan pemerintah orde baru tidak melalui mekanisme pengadilan, tapi menggunakan nalar politik hukum kekuasaan untuk menghabisi oposisi.

Begitu pula ketika terbit UU No.8 Tahun 1985 tentang Organisasi Kemasyarakatan, ditujukan untuk menghabisi ormas oposisi pemerintah. Misalnya, pada periode 1965-1980 pemerintahan Soeharto menghabisi kelompok nasionalis dan komunis. Setelah tahun 1980 yang disasar berganti pada kelompok Islam. Kemudian menjelang reformasi pemerintah orde baru melarang dan membubarkan Partai Rakyat Demokratik (PRD) dan ormas afiliasinya.

Bergulirnya reformasi mengoreksi mekanisme pembubaran ormas melalui UU No.17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan. Beleid itu mengatur pembubaran ormas merupakan langkah terakhir setelah pendekatan yang dilakukan pemerintah tidak berhasil. Pembubaran ormas yang berbadan hukum dilakukan melalui mekanisme pengadilan.

Sayangnya, mekanisme yang telah diatur secara baik itu diubah melalui UU No.16 Tahun 2017 tentang Organisasi Kemasyarakatan. Pembubaran ormas tidak lagi melalui pengadilan, tapi bisa dilakukan sepihak oleh pemerintah. Pembubaran sepihak ini melanggar prinsip konstitusi dan HAM terutama mengenai kebebasan berserikat.

Tags:

Berita Terkait