Gegap gempita penyelenggaraan Pemilu 2024 tak hanya disambut antusias kalangan partai politik peserta pemilu yang mencalonkan kandidatnya untuk maju sebagai bakal calon Presiden dan Wakil Presiden (Capres-Cawapres). Tapi juga dari kalangan masyarakat biasa, salah satunya Buruh Harian (BH) lepas bernama Yunus Nuryanto.
Pria yang beralamat di Sleman, Yogyakarta itu bertekad mau menjadi Presiden RI dengan alasan untuk menyelamatkan rakyat Indonesia dari bencana-bencana. Sayangnya, niat tulus Yunus menjadi Presiden terhalang aturan tentang syarat menjadi capres-cawapres. Setidaknya ada 2 aturan yang disorot.
Yakni Pasal 6A ayat (2) UUD 1945 yang mengatur pasangan capres-cawapres diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu sebelum pelaksanaan pemilu. Berikutnya Pasal 1 ayat (17) Peraturan Komisi Pemilihan Pemilu (PKPU) No.22 Tahun 2018 tentang Pencalonan Presiden dan Wakil Presiden yang intinya juga sama, mengatur bakal pasangan capres-cawapres peserta pemilu diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik.
“Saya merasa dirugikan karena tidak bisa mendaftar capres-cawapres karena tidak ada partai politik atau gabungan partai politik yang mengusulkan saya sebagai capres-cawapres,” begitu kutipan sebagian permohonan pengujian materiil Yunus sebagaimana diunggah laman MK.
Baca juga:
- Tindak Lanjuti Dugaan Pelanggaran Kode Etik Hakim, MK Bentuk Majelis Kehormatan
- 2 Hakim Konstitusi Ini Punya Alasan Berbeda Soal Syarat Batas Usia Capres-Cawapres
- Ada Akal-akalan Legal Standing Almas Tsaqibbirru dalam Putusan Batas Usia Capres-Cawapres?
Dalam permohonannya, Yunus mengatakan gagal menemui Ketua Umum Partai untuk diusulkan menjadi capres-cawapres. Nasib serupa juga dialami ketika mencoba menemui para capres yang sudah diusulkan partai politik atau gabungan partai politik. Yunus terus berusaha menjadi capres, dan mendengar berita di internet bahwa MK bisa mengajukan permohonan pengujian UU atau Perppu.
Yunus meminta MK mengabulkan permohonannya agar bisa mendaftar sebagai capres-cawapres tanpa diusulkan partai politik atau gabungan partai politik. Dalam petitumnya, Yunus berharap MK menambah norma Pasal 6A ayat (2) UUD 1945 menjadi “Pasangan capres-cawapres diusulkan oleh perorangan sebelum pelaksanaan pemilu”.