Medepleger dan Hukuman Berlipat Eks Menpora Imam Nahrawi
Berita

Medepleger dan Hukuman Berlipat Eks Menpora Imam Nahrawi

​​​​​​​Terdakwa dan penuntut umum sama-sama pikir-pikir.

Aji Prasetyo
Bacaan 2 Menit

Untuk pasal penyertaan dalam dakwaan kedua, majelis menyebut dalam fakta persidangan terungkap ia menerima gratifikasi sebesar Rp8,448 miliar melalui Miftahul Ulum. Selaku asisten pribadi, Ulum mampu berkomunikasi dengan berbagai bidang di Kemenpora meskipun hanya tenaga honorer, tapi karena adanya kedekatan pribadi dengan Imam maka memberi peluang untuk melakukan hal tersebut.

“Meskipun terdakwa telah menerima informasi penerimaan uang yang disampaikan langsung oleh Ulum tapi Terdakwa tidak melakukan tindakan tegas mencegahnya. Berdasarkan keadaan tersebut maka mmeberi petunjuk dan menimbulkan keyakinan kepada majelis hakim adanya hubungan kerja sama yang sangat erat dengan Terdakwa dalam melakukan tindakan pidana gratifikasi tersebut. Berdasarkan pertimbangan diatas unsur Kerjasama yang erat antara terdakwa dengan miftahul ulum telah terbukti,” jelas hakim.

Hukuman berlipat

Selain dihukum pidana selama 7 tahun denda Rp400 juta subsider 3 bulan, Imam juga dikenakan dua pidana tambahan lainnya. Pertama ia diharuskan membayar uang pengganti sebesar Rp18,154 miliar dalam satu bulan setelah putusan berkekuatan hukum tetap dan kedua dicabut hak politik untuk dipilih dalam jabatan publik selama 4 tahun setelah menjalani pidana pokok.

“Jika dalam waktu tersebut tidak dibayar maka harta benda terpidana disita dan dilelang untuk menutupi uang pengganti, dalam hal terpidana tidak punya harta yang cukup untuk membayar uang pengganti, terdakwa dipidana penjara selama 2 tahun. Menjatuhkan pidana tambahan berupa pencabutan hak untuk dipilih dalam jabatan publik selama 4 tahun setelah terdakwa selesai menjalani pidana pokoknya,” kata majelis hakim.

Permohonan Imam sebagai Justice Collaborator (JC) juga ditolak majelis. Berdasarkan SEMA Nomor 4 Tahun 2011, yang menyebutkan pemohon JC mengakui perbuatan, bukan pelaku utama dan menjadi saksi di Pengadilan. Dengan memperhatikan aturan tersebut dan dihubungkan dengan fakta persidangan maka tidak cukup beralasan secara hukum untuk mengabulkan permohonan itu.

Imam sendiri yang hadir dalam telekonferensi piker-pikir atas putusan ini. Namun ia meminta KPK untuk terus mengusut aliran uang Rp11,5 miliar yang dialamatkan kepadanya. Menurut Imam ia sama sekali tidak pernah menerima uang tersebut. “Kami memohon pengusutan 11 miliar yang tidak tertera di BAP, saya kira KPK mendengar fakta hukum terungkap,” ujarnya. Penuntut umum KPK juga pikir-pikir atas putusan ini. (Baca: Ada Nama Anggota BPK dan Eks Jampidsus di Tuntutan Asisten Eks Menpora)

Latar belakang perkara

Dalam dakwaan pertama, Imam Nahrawi bersama bekas asisten pribadinya Miftahul Ulum dinilai terbukti menerima uang seluruhnya berjumlah Rp11,5 miliar dari Sekretaris Jenderal Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Ending Fuad Hamidy dan Bendahara Umum KONI Johnny E Awuy. Tujuan pemberian suap itu adalah untuk mempercepat proses persetujuan dan pencairan Bantuan Dana Hibah yang diajukan oleh KONI Pusat kepada Kemenpora tahun kegiatan 2018.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait