Melacak Gagasan Penghapusan Jabatan Gubernur dengan Amandemen Konstitusi
Terbaru

Melacak Gagasan Penghapusan Jabatan Gubernur dengan Amandemen Konstitusi

Sebab menghapus jabatan gubernur dalam sistem pemerintah otomatis mengubah konstitusi.

Oleh:
Rofiq Hidayat
Bacaan 4 Menit
Ketua Komisi II DPR Ahmad Doli Kurnia. Foto: dpr.go.id
Ketua Komisi II DPR Ahmad Doli Kurnia. Foto: dpr.go.id

Gagasan penghapusan jabatan gubernur dari sistem pemerintahan digulirkan Wakil Ketua DPR Muhaimin Iskanda membuat gaduh di ruang publik. Alasan pejabat gubernur tidak bersentuhan langsung dengan masyarakat hingga usulan  pemilihan gubernur berada di tangan presiden atau menyerahkan ke DPRD malah membuka ruang gelap. Wacana yang digulirkan jelang Pemilu 2024 dicurigai adanya keterkaitan dengan upaya mengamandemen konstitusi.

Ketua Komisi II DPR Ahmad Doli Kurnia Tanjung berpendapat, wacana menghapus jabatan gubernur tak serta-merta dapat disetujui. Sebab selain perlu dilakukan kajian mendalam, serta menelusuri gagasan tersebut ada tidaknya keterkaitan dengan upaya mendorong amandemen UUD 1945 sebagaimana sebelumnya.

“Ini yang saya mau cari tahu,” ujarnya di Komplek Gedung Parlemen, Senin (6/2/2023).

Baca juga:

Baginya, jabatan gubernur tak saja diatur dalam UU terkait, tapi dituangkan dalam UUD 1945. Makanya  ketika adanya gagasan menghapus jabatan gubernur, otomatis mesti pula mengamandemen konstitusi. Publik ingat betul di periode 2021 upaya mengamandemen konstitusi kencang disuarakan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) dengan memasukan Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN). Tapi publik pun menolak amandemen konstitusi dengan alasan adanya kecurigaan memasukan agenda kepentingan politik lainnya.

Politisi Partai Golkar itu berpandangan, gagasan penghapusan pemilihan gubernur secara langsung dan menyerahkan ke  pemerintah pusat atau DPRD tidaklah mudah. Sebab hak memilih calon pemimpin daerah secara langsung menjadi hak setiap individu di daerah setempat.

Akibat wacana yang membuat gaduh berdampak terhadap konsentrasi dalam mempersiapkan penyelenggaraan pemilu. Baginya, wacana tersebut menimbulkan ketidakpastian terhadap masyarakat turut serta berpartisipasi  dalam pemilu. Padahal semua pihak menginginkan  persiapan pemilu dapat berjalan lancar sesuai dengan tahapan yang telah ditentukan aturan.

Terpisah, peneliti senior Pusat Kajian Kebijakan Publik dan Hukum (Puskapkum) Rahmat Saputra menilai, gagasan Muhaimin Iskandar menghapus pemilihan gubernur dan jabatan gubernur merupakan gagasan yang ahistoris serta mengabaikan sejarah panjang otonomi daerah.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait