Kawin Beda Agama Dinilai Langgar Konstitusi dan UU
Terbaru

Kawin Beda Agama Dinilai Langgar Konstitusi dan UU

Selain UUD 1945, juga UU Perkawinan, Kompilasi Hukum Islam, hingga UU Hak Asasi Manusia.

Oleh:
Rofiq Hidayat
Bacaan 4 Menit
Ilustrasi
Ilustrasi

Fenomena perkawinan pasangan beda agama di Indonesia terus menjadi polemik. Terbaru, Pengadilan Negeri (PN) Tangerang belakangan telah mengesahkan permohonan pernikahan pasangan beda agama yang menikah di Singapura antara AD dan CM. Permohonan pengesahan perkawinan beda agama ini mendapat perhatian dari kalangan DPR.

Anggota Komisi VIII Bukhori Yusuf menilai pernikahan beda agama bertentangan dengan konstitusi dimana pembatasan HAM diperbolehkan sepanjang diatur dalam UU. Ia mengacu rumusan Pasal 28J ayat (2) UUD 1945 yang menyebutkan, “Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis”.

Menurutnya, hak asasi manusia (HAM) dalam perspektif konstitusi tidak bermakna liberal, tapi dibatasi dengan pertimbangan moral, nilai-niilai agama, keamanan dan ketertiban umum. Sementara Pasal 2 ayat (1) UU No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan menyebutkan, “Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaanya itu”. Sedangkan ayat (2) menyebutkan, “Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku”.

Sedangkan dalam Pasal 8 huruf f UU Perkawinan secara eksplisit mengatur perkawinan dilarang antara dua orang yang mempunyai hubungan yang oleh agamanya atau peraturan lain yang berlaku dilarang kawin. “Dengan begitu, putusan pengadilan yang mengesahkan nikah beda agama dengan dalih HAM sesungguhnya telah menyalahi konstitusi dan peraturan perundang-undangan yang berlaku,” ujar Bukhori dalam keterangan tertulisnya, Jum’at (2/12/2022).

Baca Juga: 

Politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu berpendapat nikah beda agama selain bertentangan dengan konstitusi dan peraturan perundang-undangan, juga menabrak ajaran Islam. Al Qur’an melarang pernikahan dengan pihak yang berlainan agama yakni Surah Al-Baqarah ayat 221 dan Surah Al-Mumtahanah ayat 10.

Ia juga mengingatkan Musyawarah Nasional MUI VII pada bulan Juli tahun 2005 telah menerbitkan Fatwa No.4/MUNAS VII/MUI/8/2005 tentang Perkawinan Beda Agama. Fatwa tersebut menetapkan perkawinan beda agama hukumnya adalah haram dan tidak sah. Dalam pertimbangannya, MUI menilai pernikahan beda agama yang banyak terjadi belakangan ini, hingga menimbulkan keresahan di tengah masyarakat.

Lebih lanjut Bukhori menerangkan Kompilasi Hukum Islam (KHI) yang kedudukannya tertuang dalam Instruksi Presiden No.1 Tahun 1991, perkawinan beda agama dilarang sebagaimana diatur secara spesifik dalam Buku I tentang Hukum Perkawinan Bab VI Tentang Larangan Kawin. Pasal 40 huruf (c) KHI mengatur larangan melangsungkan pernikahan antara seorang pria dengan wanita karena keadaan tertentu. Antara lain apabila sang wanita tidak beragama Islam.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait