Menaker: Perppu Cipta Kerja Sempurnakan 5 Substansi Ketenagakerjaan
Utama

Menaker: Perppu Cipta Kerja Sempurnakan 5 Substansi Ketenagakerjaan

Perppu No.2 Tahun 2022 menyempurnakan substansi ketenagakerjaan dalam UU No.11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.

Oleh:
Ady Thea DA
Bacaan 4 Menit

Ketiga, penegasan kewajiban menerapkan struktur dan skala upah oleh pengusaha untuk pekerja/buruh yang memiliki masa kerja 1 tahun atau lebih. Keempat, terkait penggunaan terminologi disabilitas yang disesuaikan dengan UU No.8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas.

Kelima, perbaikan rujukan dalam pasal yang mengatur penggunaan hak waktu istirahat (cuti) yang upahnya tetap dibayar penuh, serta terkait manfaat program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP).

Menurut Ida, perubahan terkait substansi ketenagakerjaan tersebut mengacu pada hasil serap aspirasi UU Cipta Kerja yang dilakukan pemerintah di beberapa daerah antara lain Manado, Medan, Batam, Makassar, Yogyakarta, Semarang, Balikpapan, dan Jakarta. Bersamaan dengan itu telah dilakukan kajian oleh berbagai lembaga independen.

"Berdasarkan hal-hal tersebut Pemerintah kemudian melakukan pembahasan mengenai substansi yang perlu diubah. Pertimbangan utamanya adalah penciptaan dan peningkatan lapangan kerja, pelindungan pekerja/buruh, dan juga keberlangsungan iklim usaha," tegas Ida.

Sebelumnya, Anggota Komite Regulasi dan Kelembagaan Apindo, Susanto Haryono, mencatat Pasal 64 Perppu berpotensi membatasi praktik outsourcing. Ketentuan itu mengatur pemerintah menetapkan sebagian pelaksanaan pekerjaan yang kemudian diatur dalam Peraturan Pemerintah. Apindo melihat pada prinsipnya praktik outsourcing tidak perlu dibatasi sebagaimana sebelumnya diatur dalam UU No.11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang menghapus pasal outsourcing dalam UU No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang membatasi beberapa jenis pekerjaan outsourcing.

Sekalipun mau diatur pembatasannya melalui Peraturan Pemerintah, Susanto mengusulkan substansinya meliputi setidaknya 2 hal. Pertama, pembatasan tidak dilakukan terhadap nama posisi atau jenis pekerjaan, tapi dibatasi berdasarkan karakter atau sifat pekerjaan. Misalnya, selama puncak volume, fluktuasi permintaan musiman atau jangka pendek.

Selain itu, bisa juga untuk pekerjaan yang membutuhkan keterampilan khusus yang tidak bisa dilakukan oleh pekerja/buruh di perusahaan; menggantikan pekerja/buruh yang mengalami halangan seperti cuti melahirkan, cuti panjang, dan lainnya. “Atau pekerja outsourcing mengerjakan proyek dengan durasi tertentu,” kata Susanto Haryono dalam konferensi pers, Selasa (3/1/2023) kemarin.

Tags:

Berita Terkait