Menanti Kejelasan Status Ihsan Yunus di Kasus Suap Bansos
Berita

Menanti Kejelasan Status Ihsan Yunus di Kasus Suap Bansos

Geledah 2 minggu setelah rekonstruksi dan namanya hilang dari dakwaan.

Aji Prasetyo
Bacaan 5 Menit
Anggota DPR dari PDIP Ihsan yunus. Foto: RES
Anggota DPR dari PDIP Ihsan yunus. Foto: RES

Nama Ihsan Yunus akhir-akhir ini kerap kali menjadi topik hangat di sejumlah media massa. Anggota DPR Fraksi PDI Perjuangan ini diduga turut terlibat dalam kasus korupsi Bantuan Sosial (Bansos) Covid-19 yang tengah disidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Dalam perkara ini, sejumlah pihak sudah ditetapkan sebagai tersangka termasuk mantan Menteri Sosial Juliari Peter Batubara.

Dugaan keterlibatan Ihsan Yunus diketahui publik berawal dari adanya rekonstruksi terbuka yang dilakukan KPK dalam perkara ini pada Senin (1/2) lalu. Patut diketahui jarang sekali KPK melakukan rekonstruksi terbuka dalam suatu perkara korupsi, dan dalam catatan Hukumonline bahkan rekonstruksi terbuka baru kali itu dilakukan penyidik dan hanya dalam perkara Bansos.

Dia menggelar pertemuan dengan tersangka Matheus Joko Santoso dan M Safii Nasution, lalu ada pertemuan di Ruang Subdit Logistik Kemensos RI, pertemuan Matheus Joko Santoso dengan Deny Sutarman dan Agustri Yogasmara (Yogas) selaku operator Ihsan Yunus, dalam adegan rekonstruksi pertama.

Adegan ketiga di Ruang ULP, Mei 2020 yaitu adanya pertemuan tersangka Harry Van Sidabuke dengan Agustri Yogasmara (Yogas) selaku operator anggota DPR PDIP Ihsan Yunus. Dan adegan ketujuh Jl Salemba Raya, di dalam mobil, Juni 2020 penyerahan uang Rp1.532.844.000 (lebih dari Rp1,5 miliar) dari Harry van Sidabuke ke Yogas. Dan adegan tujuh belas, Di PT Mandala Hamonangan Sude, November 2020 Harry menyerahkan 2 unit sepeda Brompton kepada Yogas

“Terkait dengan apakah peristiwa dugaan adanya pemberian uang atau barang dari tersangka kepada pihak-pihak lain sebagaimana adegan dalam rekonstruksi tersebut merupakan suap? Tentu perlu dikonfirmasi lebih lanjut dengan saksi-saksi dan alat bukti,” kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri ketika itu. (Baca Juga: “Fee Lawyer” Hotma Sitompul di Kasus Bansos Ditelisik KPK)

Pada 19 Februari 2020 lalu, Yogas yang disebut sebagai operator Ihsan Yunus tiba-tiba mendatangi Gedung Merah Putih KPK. Dia mengaku menyerahkan dokumen, tapi tidak mau menyebut dokumen terkait apa. Yogas juga membantah hasil rekonstruksi adanya penyerahan uang Rp1,5 miliar dan sepeda Brompton.

“Kalau aku nerima yang dituduhkan itu, nggak usah Rp 1 miliar, Rp100 ribu aja Mas, nanti Mas kalau di akhirat ketemu aku, aku masuk surga bilang 'jangan sampai aku masuk surga,” kata Yogas.

Dia mengakui bahwa dirinya memang mengenal Ihsan Yunus dan Harry Van Sidabukke. Tapi, dia tak menyebut bagaimana hubungan dirinya dengan Ihsan dan Harry dalam perkara korupsi bansos tersebut. “Itu yang perlu aku klarifikasi. Saya kenal, kenal dengan beliau dan saya nanti insyaallah-lah nanti kawan-kawan juga mungkin proses penyidikan atau apapun. Apakah itu benar atau nggak nanti insyaallah aku akan melakukan pembelaan terkait dituduhkan,” tegasnya.

Geledah selang 2 minggu

Meskipun dalam rekonstruksi ada pertemuan antara Ihsan Yunus dan para tersangka, namun KPK baru melakukan penggeledahan di kediaman Ihsan Yunus pada 24 Februari 2021, atau lebih dari 2 minggu setelah rekonstruksi. Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri mengatakan dalam penggeledahan yang dilakukan Tim Satgas sejak Pukul 15.43 WIB sampai Pukul 17.55 WIB, tim tidak menemukan apapun yang akan dilakukan sebagai barang bukti.

“Penggeledahan tersebut telah selesai dilakukan namun sejauh ini tidak ditemukan dokumen atau barang yang berkaitan dengan perkara ini,” ujarnya.

Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman menyoroti penggeledahan penyidik KPK terhadap rumah anggota DPR Fraksi PDIP Ihsan Yunus terkait kasus korupsi bantuan sosial (bansos) Corona. Boyamin menilai penggeledahan yang tak mendapatkan barang bukti tersebut sudah terlambat.

"Lah geledahnya sudah sebulan dari kejadian, emang dapat apa? Agak sulit untuk dapat barang bukti, diduga sudah dibersihin sebelumnya, sudah sangat terlambat. Penggeledahan, jadi mestinya langsung dilakukan sehingga barang bukti masih utuh dan tidak dihilangkan. Kalau baru sekarang atau nanti, maka diperkirakan barang bukti sudah hilang semua, katanya , Kamis (25/2/2021).

MAKI diketahui melayangkan gugatan praperadilan karena KPK tak kunjung memeriksa Ihsan Yunus. Dia ingin membuktikan dugaan adanya penelantaran 20 izin penggeledahan dari Dewan Pengawas (Dewas) KPK dalam kasus tersebut.

Ihsan juga baru diperiksa KPK pada Kamis, 25 Februrari 2021 sebagai saksi atas tersangka Matheus. Setelah diperiksa sekitar 8 jam, pria yang dipidahkan dari Komisi VIII ke Komisi II DPR RI ini enggan menyampaikan tentang materi pemeriksaan dirinya. “Selamat malam semuanya, intinya saya sudah menjelaskan kepada penyidik,” terangnya.

Ihsan hanya mengakui rumah yang digeledah KPK sehari sebelumnya memang merupakan kediaman miliknya. “Iya, rumah saya sudah digeledah kemarin,” tuturnya.

Hilang di dakwaan

Nama Ihsan juga hilang dari surat dakwaan KPK terhadap Harry Van Sidabukke dan Ardian IM dalam kasus dugaan korupsi bansos Covid-19 meskipun dalam rekonstruksi terlihat jelas adanya pertemuan. Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) mempertanyakan hal ini. Sebab dalam salah satu bagian rekonstruksi yang lalu, dijelaskan Harry Van Sidabukke menyerahkan uang dan dua sepeda merek Brompton kepada Agustri Yogasmara (operator Ihsan Yunus).

Selain itu, ICW menyebut penuntut umum tidak menjelaskan perihal siapa Agustri Yogasmara yang ada dalam surat dakwaan. Padahal, kata dia, masih dalam konteks yang sama, rekonstruksi KPK secara gamblang menyebutkan bahwa Agustri Yogasmara adalah operator dari Ihsan Yunus.

"Dakwaan yang dibacakan tersebut sudah barang tentu menyasar pada tindak pidana yang dilakukan oleh Harry Van Sidabukke," ucap Kurnia.

Kurnia juga mempertanyakan apakah memberikan uang miliaran dan sejumlah barang kepada yang diduga sebagai perantara seorang penyelenggara negara tidak dianggap sebagai perbuatan pidana. Menurutnya, penting pula ditegaskan Pasal 143 ayat (2) huruf b KUHAP disebutkan bahwa surat dakwaan mesti ditulis secara cermat, jelas, dan lengkap.

"Untuk itu, ICW mengingatkan kembali kepada jajaran pimpinan, deputi, maupun direktur di KPK agar tidak melakukan tindakan melanggar hukum, misalnya melindungi atau menghalang-halangi kerja penyidik untuk membongkar tuntas perkara ini. Sekaligus, ICW juga meminta agar Dewan Pengawas mencermati proses alih perkara dari penyidikan ke penuntutan serta pembuatan surat dakwaan untuk terdakwa Harry Van Sidabukke," katanya.

Menanggapi hal ini, Ali Fikri memberikan alasan mengapa nama Ihsan Yunus tidak masuk dalam dakwaan. "Dalam berkas perkara terdakwa Harry Sidabukke dkk ini, Ihsan Yunus saat itu belum dilakukan pemeriksaan oleh tim penyidik," imbuhnya.

Menurut Ali, surat dakwaan penuntut umum KPK disusun berdasarkan fakta dan rangkaian perbuatan para tersangka yang diperoleh dari keterangan dan pemeriksaan para saksi dalam proses penyidikan. Dan dalam surat dakwaan itu ia  menyebut pemeriksaan saksi saat itu berfokus pada kebutuhan penyidikan dalam pembuktian unsur pasal sangkaan para tersangka pemberi suap. Selain itu, dia berdalih soal keterbatasan waktu dalam penyelesaian berkas perkara para tersangka.

"Keterbatasan waktu yang dibutuhkan sesuai ketentuan undang-undang dalam penyelesaian berkas perkara para tersangka selaku pemberi suap yang hanya 60 hari tentu juga menjadi pertimbangan tim penyidik dalam mengumpulkan bukti sangkaan terhadap para tersangka tersebut," ujarnya.

Ali pun mengajak masyarakat, termasuk ICW, untuk mengikuti, mencermati, dan mengawasi setiap proses persidangan sehingga dapat memahami konstruksi perkara ini secara utuh dan lengkap. KPK, katanya juga akan menindaklanjuti temuan fakta hukum terkait keterlibatan pihak lain dalam kasus ini.

"Kami tegaskan, KPK sebagai penegak hukum bekerja berdasarkan aturan hukum, bukan atas dasar asumsi dan persepsi apalagi desakan pihak lain. Pihak lain tentu akan dikembangkan dan ditindaklanjuti dengan menetapkan pihak lain tersebut sebagai tersangka, baik dalam pengembangan pasal-pasal suap menyuap maupun pasal lainnya," tambahnya.

Tags:

Berita Terkait