Mendorong Implementasi Aset Kekayaan Intelektual Jadi Agunan Kredit
Terbaru

Mendorong Implementasi Aset Kekayaan Intelektual Jadi Agunan Kredit

Agunan perlu dipertimbangkan. Sebab agunan yang diterima merupakan keputusan masing-masing bank berdasarkan penilaian terhadap calon debitur.

Oleh:
Mochamad Januar Rizki
Bacaan 3 Menit
 Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae. Foto: Januar
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae. Foto: Januar

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mendukung penuh implementasi amanat Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 24 Tahun 2022 tentang Peraturan Pelaksanaan UU No.24 Tahun 2019 tentang Ekonomi Kreatif (Ekraf) mengenai penggunaan Kekayaan Intelektual (KI) sebagai agunan dalam penyaluran kredit. Karenanya, OJK bakal siap bersinergi bersama lembaga terkait, pelaku ekraf dan industri perbankan.

Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan Dian Ediana Rae, menjelaskan di Indonesia sektor ekraf diharapkan mampu menjadi kekuatan baru ekonomi nasional berkelanjutan yang menekankan pada penambahan nilai barang lewat daya pikir serta kreativitas manusia. Saat ini ekraf menjadi salah satu katalisator bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia yang dicerminkan melalui kontribusi terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) dan ekspor nasional.

“Dalam mendukung implementasi KI sebagai agunan kredit, OJK juga telah mengirimkan surat No. S-12/D.03/2022 pada 2 September 2022 kepada seluruh bank umum konvensional. Surat dimaksud merupakan penegasan serta dukungan OJK dalam praktik penggunaan KI sebagai agunan kredit oleh perbankan,” ujarnya dalam Focus Group Discussion (FGD) bertema Implementasi Kekayaan Intelektual sebagai Agunan Kredit Dalam Rangka Mendukung PP Ekraf yang digelar OJK, di Jakarta, Selasa (4/4/2023).

Baca juga:

Dian menerangkan, dalam praktik pemberian kredit, perbankan perlu memperhatikan beberapa faktor yang dinilai untuk meyakini itikad dan kemampuan calon debitur, salah satunya agunan. Menurutnya agunan perlu dipertimbangkan. Sebab agunan yang diterima merupakan keputusan masing-masing bank berdasarkan penilaian terhadap calon debitur.

Di Indonesia, terdapat ketentuan yang mengatur tentang jenis agunan yang dapat diperhitungkan sebagai pengurang dalam perhitungan Penyisihan Penilaian Kualitas Aset (PPKA) dan persyaratannya. Namun demikian, perhitungan PPKA ini hanya diperuntukkan bagi pengawasan prudensial saja, yaitu untuk membandingkan Cadangan Kerugian Penurunan Nilai (CKPN) dengan PPKA dalam perhitungan Permodalan Bank (KPMM).

“OJK tidak membatasi jenis agunan yang dapat diterima bank, hal ini mengingat agunan merupakan keputusan masing-masing bank berdasarkan penilaian terhadap calon debitur,” ujar mantan Kepala Pusat Perlaporan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) itu.

Tags:

Berita Terkait