Pengaturan cuti melahirkan terhadap ibu yang bekerja telah diatur dalam UU No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Tapi melalui Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Kesejahteraan Ibu dan Anak, durasi cuti melahirkan bakal diubah. Selain bakal memperpanjang durasi cuti melahirkan bagi ibu yang melahirkan berstatus pekerja, suami pun diusulkan mendapatkan cuti mendampingi sang istri melahirkan. Lantas berapa lama durasi cuti yang diusulkan dalam RUU Kesejahteraan Ibu dan Anak?
Ketua DPR Puan Maharani mengatakan rencana aturan cuti selama 6 bulan bagi ibu melahirkan berstatus pekerja bakal dibahas bersama pemerintah dan para pemangku kepentingan melalui RUU Kesejahteraan Ibu dan Anak. Namun diakui, adanya masukan dari masyarakat adanya cuti bagi suami yang istrinya melahirkan karena suami ikut berperan dalam keluarga. Dengan begitu, ibu dapat dibantu dalam mengurus anaknya setelah melahirkan.
“Bagaimana nanti teknisnya, tentu saja akan dibahas dulu di DPR dengan pemerintah,” ujarnya melalui keterangannya, Selasa (21/6/2022).
Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) Willy Aditya mengatakan RUU Kesejahteraan Ibu dan Anak memang bakal menjadi usul inisiatif DPR, kendati belum resmi disahkan dalam paripurna. Tapi ada sejumlah usulan pengaturan, seperti cuti ibu melahirkan (maternity leave) selama 6 bulan dari sebelumnya hanya 3 bulan sebagaimana diatur dalam UU 13/2003. Menariknya, suami pun diusulkan mendapatkan cuti mendampingi istri melahirkan selama 40 hari.
“Lewat RUU Kesejahteraan Ibu dan Anak, kita akan dorong adanya cuti ayah. RUU Kesejahteraan Ibu dan Anak melindungi hak suami dalam mendampingi istrinya saat melahirkan dan selama 40 hari pertama sebagai orang tua baru,” ujarnya melalui keterangannya, Selasa (21/6/2022).
Willy berpandangan RUU Kesejahteraan Ibu dan Anak sejatinya menguatkan hak para suami agar dapat mendampingi istri yang melahirkan atau mengalami keguguran. Nah, usulan cuti suami tersebut selaras dengan cuti melahirkan ibu bekerja dengan total 6 bulan. Pengaturan cuti suami mendampingi istri melahirkan diatur dalam Pasal 5 draf RUU per Desember 2021.
Baca Juga:
Pasal 5
(1) Untuk menjamin pemenuhan hak Ibu yang bekerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf d, suami dan/atau keluarga wajib mendampingi.