Menelan Banyak Korban, UU ITE Mendesak Direvisi
Utama

Menelan Banyak Korban, UU ITE Mendesak Direvisi

Terdapat masyarakat yang seharusnya menjadi korban, namun harus menjadi tersangka karena menyampaikan keluhan atau pendapatnya di media sosial.

Mochamad Januar Rizki
Bacaan 3 Menit
Ilustrasi: HOL
Ilustrasi: HOL

Kasus-kasus kriminalisasi masyarakat terjerat Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas UU 11/2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) mendapat perhatian khusus dari berbagai pihak. Desakan untuk merevisi UU ITE juga bermunculan karena terdapat pasal-pasal kontroversial yang dengan mudah menjerat pidana masyarakat. Meski pemerintah menyadari terdapat ketidakadilan dalam penegakan UU ITE, namun tindak lanjut revisi aturan tersebut belum jelas saat ini.

Komisioner Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas), Poengky Indarti, menyayangkan UU ITE yang seharusnya melindungi masyarakat dari kejahatan siber justru menjadi senjata yang dapat menghalangi kebebasan berpendapat dan ekspresi. Dia menyayangkan terdapat masyarakat yang seharusnya menjadi korban, namun harus menjadi tersangka karena menyampaikan keluhan atau pendapatnya di media sosial.

Dari sisi penegakan hukum, Poengky menyatakan aparat harus mengedapankan pendekatan keadilan restoratif atau restorative justice saat menangani pelaporan UU ITE. Bahkan, dia menyatakan penahanan tidak perlu dilakukan terhadap masyarakat. (Baca: Penegakan Hukum Kebocoran Data Pribadi Lemah, Dua RUU Ini Mendesak Disahkan)

“Penegakan hukum justru lebih kepada penghukuman daripada restorative justice, apakah mereka akan melarikan diri, menghilangkan barang bukti atau melakukan lagi. Penahanan tersebut tiidak perlu dilakukan, bahkan kalau dikaji dari perspektif lain tidak perlu dilanjutkan lagi,” jelas Poengky dalam acara Peluncuran Buku dan Microsite Kumpulan Cerita Korban UU ITE, Rabu (23/6).

Dia menjelaskan Presiden Joko Widodo telah menampaikan kepada Kepolisian RI agar hati-hati menerapkan pasal UU ITE. Selain itu, pemerintah melalui Kementerian Koordinator Bidang Politik Hukum dan HAM telah mengkaji revisi UU ITE. Selain itu, pemerintah akan mengeluarkan Surat Keputusan Bersama (SKB) tiga lembaga yang jadi pedoman selama proses revisi UU ITE.

Kemudian, terdapat Surat Edaran (SE) Kepala Kepolisian RI tentang Kesadaran Budaya Beretika untuk Mewujudkan Ruang Digital Indonesia yang Bersih, Sehat, dan Produktif. “Ini mengedepankan restorative justice terhadap pelaporan-pelaporan. Sehingga, pelaporan yang bukan delik aduan harus orangnya sendiri yang lapor, ini harus hati-hati,” katanya.

Sisi lain, dia juga mengimbau agar masyarakat berhati-hati menyampaikan pendapat pada media sosial agar tidak mengandung unsur-unsur pelanggaran. “Di masa kebebasan berekspresi dan teknologi pesat ini diperlukan edukasi masyarakat agar mereka hati-hati mengemukakan pendapat di media sosial,” tambahnya.

Sementara itu, Anggota Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Choirul Anam, menyampaikan terdapat banyak korban kriminalisasi masyarakat atas UU ITE. Kondisi tersebut menandakan UU ITE harus segera direvisi agar tidak bermunculan kasus-kasus lainnya.

Dia juga menyampaikan permasalahan UU ITE dalam ruang lingkup kebebasan berkespresi tidak dapat dipidana. Bahkan, Anam mengatakan permsalahan pencemaran nama baik tidak dapat dipidana. “UU ITE harus direvisi. Kalau ruang berekspresi itu tidak bisa pidana, tidak usah ke polisi. Kalau disinggungkan nama baik orang maka digugat dalam keperdataan,” jelas Anam.

Anggota Komisi III DPR Taufik Basari juga menyayangkan lambatnya proses revisi UU ITE oleh pemerintah. Padahal, permasalahan UU ITE telah banyak mengkriminalisasikan masyarakat yang tidak bermasalah.

“Saya harus akui bangsa ini atau elit-elitnya sering menyangkal realita bahwa penerapan UU ITE bermasalah dan semua orang tidak hanya yang jahat bisa dipidana. Tapi, banyak yang deny (menyangkal) tidak seperti itu dan bilangnya ini kasuistis hanya 1 atau 2 kasus. Sekarang bolanya ada di pemerintah dan posisinya kalau direvisi ini status usulan pemerintah,” jelas Taufik.

Sebelumnya, Presiden Jokowi menyoroti banyak warga masyarakat yang saling melaporkan dengan menggunakan aturan hukum tersebut. Kondisi ini dianggap menimbulkan ketidakstabilan sosial di masyarakat. Dia mendorong agar penyelesaian pelaporan atas UU ITE tersebut dilakukan secara adil oleh penegak hukum.

“Ada proses hukum yang dianggap kurang memenuhi rasa keadilan tetapi memang pelapor itu ada rujukan hukumnya, ini repotnya di sini, antara lain Undang-Undang ITE, saya paham Undang-Undang ITE ini semangatnya adalah untuk menjaga ruang digital Indonesia agar bersih, agar sehat, agar beretika, dan agar bisa dimanfaatkan secara produktif tetapi implementasinya, pelaksanaannya jangan justru menimbulkan rasa ketidakadilan," ujar Jokowi seperti disiarkan dalam kanal YouTube Sekretariat Presiden pada Senin, 15 Februari 2021.

Tags:

Berita Terkait