Mengenal Perjanjian Eksklusif dan Dampak Terhadap Persaingan Usaha
Utama

Mengenal Perjanjian Eksklusif dan Dampak Terhadap Persaingan Usaha

Tak selamanya perjanjian eksklusif memberikan dampak negatif terhadap iklim persaingan usaha jika diatur dengan baik. Bahkan perjanjian eksklusif diperlukan bagi perusahaan baru untuk membangun market.

Oleh:
Fitri Novia Heriani
Bacaan 3 Menit
Acara IG Live Hukumonline bertajuk Memahami Lebih Jauh Perjanjian Eksklusif Pada Era Ekonomi Digital, Selasa (15/11).
Acara IG Live Hukumonline bertajuk Memahami Lebih Jauh Perjanjian Eksklusif Pada Era Ekonomi Digital, Selasa (15/11).

Perjanjian eksklusif atau disebut juga dengan perjanjian tertutup bukanlah hal yang ‘haram’ dilakukan dalam dunia bisnis. Namun perjanjian ini dibatasi lantaran berpotensi melanggar hukum persaingan usaha yang sehat.

Berdasarkan Bab III Lampiran Peraturan Komisi Pengawas Persaingan Usaha No. 5 Tahun 2011 tentang Pedoman Pasal 15 (Perjanjian Tertutup) Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (PerKPPU 5/2011) (hal. 7) tentang Perjanjian Tertutup dan Pasal Terkait disebutkan bahwa “Perjanjian Tertutup (exclusive agreement) adalah perjanjian antara pelaku usaha selaku pembeli dan penjual untuk melakukan kesepakatan secara eksklusif yang dapat berakibat menghalangi atau menghambat pelaku usaha lain untuk melakukan kesepakatan yang sama. Di samping penetapan harga, hambatan vertikal lain yang merupakan hambatan bersifat non-harga seperti yang termuat dalam perjanjian eksklusif adalah pembatasan akses penjualan atau pasokan, serta pembatasan wilayah dapat dikategorikan sebagai perjanjian tertutup”.

Potensi pelanggaran persaingan usaha pun menjadi menarik diperbincangkan dalam era digitalisasi. Dengan peluang yang terbuka, orang-orang berlomba-lomba menghasilkan inovasi-inovasi di bidang digital dan membuat persaingan di market cukup ketat. Namun persoalannya terkadang perusahaan-perusahaan baru sulit untuk berkembang karena adanya perjanjian eksklusif yang dilakukan oleh perusahaan besar.

Baca Juga:

“Misalnya ada perusahaan program web yang mewajibkan laptop menggunakan internet browsing dengan merek tertentu, padahal banyak pilihan merek lain di market. Akibatnya perusahaan baru yang mungkin punya produk internet browsing lebih bagus karena tidak terasosiasi dengan perusahaan besar, dia tidak bisa masuk disitu,” kata penulis buku ‘Perjanjian Eksklusif dan Hukum Persaingan Usaha di Era Digital’ Perdana Saputro dalam IG Live Hukumonline bertajuk ‘Memahami Lebih Jauh Perjanjian Eksklusif Pada Era Ekonomi Digital’, Selasa (15/11).

Pun demikian, Perdana menegaskan tak selamanya perjanjian eksklusif memberikan dampak negatif terhadap iklim persaingan usaha jika diatur dengan baik. Bahkan perjanjian eksklusif diperlukan bagi perusahaan baru untuk membangun market.

Dasar untuk perjanjian tertutup mengacu pada Pasal 1320 dan Pasal 1328 KUHPer. Untuk menentukan apakah perjanjian eksklusif tersebut menabrak hukum, perlu dilihat apakah perjanjian tersebut melanggar atau tidak. Jika perjanjian eksklusif menguasai pasar 50 persen atau lebih dan hanya eksklusif terhadap satu pihak saja, maka hal tersebut melanggar UU Anti Monopoli.

Tags:

Berita Terkait