Mengenal Sanksi Bagi Pelaku Pelecehan Seksual dan Penjual Miras di Aceh
Berita

Mengenal Sanksi Bagi Pelaku Pelecehan Seksual dan Penjual Miras di Aceh

Beberapa waktu lalu, empat pelanggar aturan Syariat Islam yang berlaku di Aceh menjalani eksekusi cambuk. Empat pelanggar tersebut, terlibat kasus pelecehan seksual serta menyimpan dan menjual minuman keras. Jumlah hukuman cambuk yang diterima pelanggar berbeda-beda.

M. Agus Yozami
Bacaan 2 Menit

 

Norma hukum larangan minum-minuman keras dalam KUHP ditekankan pada terpenuhinya unsur mengganggu ketertiban umum. Sebaliknya, norma dalam Qanun tak menyaratkan unsur menganggu ketertiban umum tersebut. Dalam konteks inilah, Khamami menyebut Qanun Aceh tentang Hukum Jinayah mengisi kekosongan dalam KUHP.

 

“Bagi saya, ini adalah mengisi kekosongan hukum yang ada dalam KUHP,” ujarnya kepada hukumonline.

 

Mengisi kekosongan itu dapat pula berarti menambahkan suatu perbuatan sebagai pidana karena perbuatan tersebut tidak dikriminalisasi dalam KUHP. Aksi seksual lesbian (musahaqah) dan gay (liwath), misalnya. Demikian pula dengan perbuatan berpelukan, berciuman, atau bercumbu antara laki-laki dan perempuan bukan muhrim atas kerelaan kedua belah pihak (ikhtilath).

 

Sebenarnya, tidak semua tindak pidana yang diatur Qanun Jinayah benar-benar baru. Ada varian tertentu dalam KUHP. Misalnya liwath, bisa dibandingkan dengan Pasal 292-293 KUHP. Pasal 292 KUHP mengancam orang dewasa yang berbuat cabul kepada orang yang belum dewasa sesama jenis.

 

Pasal 293 mengancam orang yang menjanjikan sesuatu, menyalahgunakan keadaan untuk melakukan perbuatan cabul. Bedanya, Qanun Jinayah spesifik menyebut adanya penetrasi, sedangkan KUHP lebih menekankan pada perbuatan cabul. Perbedaan lainnya, dalam Qanun disyaratkan unsur kerelaan kedua belah pihak.

 

Pilihan-pilihan terhadap jenis tindak pidana yang diatur dalam Qanun sangat bergantung pada pembentuk undang-undang di Aceh. Itu sebabnya muncul sejumlah pertanyaan, antara lain, mengapa korupsi tak diatur. Dosen UIN Ciputat, Nurul Irfan, memberi contoh lain: ganja.

 

Dalam pengertian luas, syaribul khamr bisa mencakup ganja dan zat adiktif yang memabukkan. Faktanya, seringkali polisi menemukan ganja yang berasal dari Aceh. Menjadi krusial, kata Irfan, kalau syariat Islam digunakan tapi ganja sering ditemukan. Padahal hukum nasional justru menjadikan ganja (narkotika) sebagai musuh bersama. Tetapi rekan Irfan di UIN, Khamami Zada, lebih melihat tindak pidana yang diatur Qanun Jinayah lebih fokus pada aspek-aspek moralitas.

 

“Kecenderungannya, syariat Islam di Aceh lebih kepada moral saja, atau kesusilaan,” ujarnya. (ANT)

 

Tags:

Berita Terkait