Menggugat Janji Manis Jaminan Kehilangan Pekerjaan
Kolom

Menggugat Janji Manis Jaminan Kehilangan Pekerjaan

Minimnya akses JKP, berpotensi hanya jadi gula-gula yang tidak dapat menjawab kebutuhan buruh.

Bacaan 7 Menit

Bagi perempuan yang terdampak fleksibilitas tenaga kerja, tak luput dari cengkeraman informalisasi tenaga kerja. Perempuan pekerja rumah tangga (PRT), pekerja konveksi, pekerja rumahan, pekerja start-up, pekerja penjual produk secara daring, pekerja ibu rumah tangga, tidak akan dapat akses JKP karena sulitnya terdaftar sebagai peserta BPJS.

Dalam ketentuannya JKP tidak meliputi: 1) Pekerja yang mengundurkan diri, 2) Pekerja tidak terdaftar peserta BPJS Ketenagakerjaan (padahal banyak pekerja tidak didaftarkan oleh pengusaha sebagai peserta), 3) Pekerja yang dirumahkan karena alasan apapun (baik karena pandemi, sepi order atau sedang jeda masa kerja), 4) Pekerja yang ter-PHK dan tidak/belum ada penetapan Pengadilan Hubungan Industrial (PHI).

Partisipasi Basa Basi?

Setelah protes dari kalangan buruh di Jakarta dan berbagai daerah, Presiden Jokowi memanggil Menteri Tenaga Kerja dan Menteri Perindustrian. Dari berita yang beredar, Presiden memberikan arahan supaya Permenaker 2/2022 direvisi. Menyambut arahan Presiden, Menaker bermaksud menyerap aspirasi dari kalangan buruh dan beberapa pihak. Maka dibuatlah undangan resmi untuk Webinar dengan agenda ‘Serap Aspirasi Revisi Permenaker 2/2022” pada 25 Februari 2022.

Pertemuan daring tersebut diikuti 467 peserta, dipimpin Dirjen PHI dan BP Jamsostek. Dalam sambutannya Dirjen PHI menyampaikan bahwa Permenaker 2/2022 akan direvisi dalam penyederhaan klaim dengan memperhatikan harmonisasi antar jaminan sosial lain. Ini untuk menciptakan iklim kondusif dan daya saing nasional agar tercipta harmonisasi antara pekerja, pengusaha, dan pemerintah. Harapannya, Permenaker baru bisa memenuhi aspek yuridis, filosofis, sosiologis dan ekonomi.

Selain itu Dirjen PHI juga menyampaikan batas waktu merevisi maksimal selama 3 minggu, dengan berkoordinasi kepada pakar-pakar universitas, Tripartite Nasional, dan Komisi IX DPR. Posisi Tipartite Nasional meskipun diakui tidak dapat mewakili semua elemen serikat, namun tetap digunakan merumuskan substansi karena serapan massal sudah dilakukan pada Webinar.

Semua peserta dalam Webinar berposisi agar Permeneker 2/2022 dicabut dan kembali ke peraturan lama. Peserta juga merekomendasikan JKP diganti dengan Jaminan Pengangguran (atau apapun namanya) yang memberikan jaminan sosial komprehensif kepada seluruh lapisan masyarakat yang membutuhkan. Tidak terbatas pada pekerja formal, tetapi juga pekerja informal (pengangguran dan angkatan kerja) yang selama ini jauh dari jangkauan akses jaminan sosial termasuk pekerja disabilitas. Jaminan sosial adalah kebutuhan seluruh rakyat, termasuk jaminan di masa tua. Karenanya, pemerintah perlu mendesain konsep jaminan sosial inklusif tanpa perlu iuran. Negara bertanggung jawab atas kehidupan layak bagi rakyatnya sebagaimana diamanatkan konstitusi.

Minimnya akses JKP, berpotensi hanya jadi gula-gula yang tidak dapat menjawab kebutuhan buruh. JKP tidak bisa jadi bantalan bagi Permenaker 2/2022. Selama pemerintah belum sanggup mendesain jaminan sosial komprehensif, Permenaker 2/2022 layak dicabut.

Tags:

Berita Terkait