Mengukur Keamanan Penukaran Uang di Pinggir Jalan untuk Lebaran
Edsus Lebaran 2019

Mengukur Keamanan Penukaran Uang di Pinggir Jalan untuk Lebaran

Menjelang lebaran, masyarakat diimbau menukarkan uang di tempat-tempat penukaran resmi, baik yang diselenggarakan BI, perbankan maupun pihak lain yang ditunjuk oleh BI.

Halamatul Qur'ani/ANT
Bacaan 2 Menit

 

Unsur Riba

Lantas bagaimana pandangan Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengenai praktik penukaran uang menjelang Idul Fitri semacam ini? Ketua MUI Kota Padang, Duski Samad, berpendapat penukaran uang kecil di pinggir jalan yang marak menjelang Lebaran hukumnya haram karena di dalamnya terdapat unsur riba.

 

"Jika itu dipandang sebagai jual beli maka tidak memenuhi syarat sebab barang yang diperjualbelikan tidak ada, sementara yang dijual malah uang yang seharusnya jadi alat tukar," kata Duski Samad.

 

Menurutnya, bila penyedia jasa penukaran uang berdalih mereka hanya mengambil jasa maka tetap tidak dibenarkan karena pihak berwenang dalam hal ini Bank Indonesia dan perbankan telah menyediakan penukaran secara cuma-cuma. Ia mengingatkan Islam tidak melarang jual beli barang dan jasa, namun tidak dibenarkan mencari keuntungan dengan cara tidak baik.

 

“Peredaran uang menjadi urusan negara dan sudah ada lembaga resmi yang mengelolanya,” kata dia.

 

Sejatinya, apa yang dilakukan seseorang untuk kemaslahatan kepentingan serta kebahagiaan hidup manusia baik rohani maupun jasmani, individual dan sosial dengan jalan mengambil segala yang bermanfaat dan mencegah atau menghilangkan kesulitan dalam kehidupan manusia, tidak dilarang dalam Islam.

 

Namun, Islam memberikan prinsip-prinsip umum yang harus dipegang. Pertama, prinsip tidak boleh memakan harta orang lain secara batil. Kedua, prinsip saling rela yaitu menghindari pemaksaan yang menghilangkan hak pilih seseorang muamalah. Ketiga, prinsip tidak mengandung arti ekploitasi dan saling merugikan yang membuat orang lain teraniaya dan keempat prinsip tidak melakukan penipuan.

 

Nabi Muhammad SAW melarang tukar menukar barang yang sama tetapi dengan nilai yang berbeda. Di dalam ilmu fiqih, transaksi seperti ini terdapat riba, khususnya disebut dengan istilah riba fadhl. Rasulullah bersabda: (diperbolehkan menjual) Emas dengan emas, perak dengan perak, gandum dengan gandum, sya’ir dengan sya’ir, kurma dengan kurma, garam dengan garam, Sama sebanding, sejenis, dan ada serah terima (HR Muslim).

 

Dengan demikian jelas bahwa uang kertas yang ada pada masa ini, yang juga memiliki fungsi sebagaimana yang terdapat pada emas dan perak pada masa lampau, akan terkena akibat hukum yang sama pula (qiyasi). Sehingga, jika diperjual belikan atau tukar menukar dengan melebihkan pada salah satunya, akan terkena implikasi hukum haram riba fadhl.

 

Meski demikian tak bisa dipungkiri, fenomena transaksi penukaran uang baru menjelang hari raya Idul Fitri telah memberikan kebaikan yang berdampak pada adanya kemaslahatan terhadap manusia dalam bermuamalah untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Kemaslahatan tersebut bisa dilihat dengan adanya kebaikan dan tolong menolong antara penyedia jasa dan konsumen. (ANT)

Tags:

Berita Terkait