Mengukur Tingkat Kerawanan Pilkada Serentak di Saat Pandemi
Berita

Mengukur Tingkat Kerawanan Pilkada Serentak di Saat Pandemi

Bawaslu merekomendasikan lima hal kepada seluruh pemangku kepentingan penyelenggaraan Pilkada 2020.

Moch. Dani Pratama Huzaini
Bacaan 2 Menit
Anggota Bawaslu M. Afifuddin. Foto: Bawaslu
Anggota Bawaslu M. Afifuddin. Foto: Bawaslu

Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) meluncurkan Indeks Kerawanan Pemilu (IKP) Pilkada serentak 2020. Hasil penelitian Bawaslu terhadap peta kerawanan Pilkada serentak 2020 menyebutkan tingkat kerawanan Pilkada meningkat dengan adanya pandemi Covid-19. 

Hal ini diungkap anggota Bawaslu M. Afifuddin. Menurutnya, pandemi Covid-19 menyebabkan kerawanan Pilkada 2020 meningkat. "Pada pemutakhiran kali ini, Bawaslu memasukkan konteks pandemi yang kita alami beberapa bulan ini. Pandemi ini memang sangat memengaruhi penyelenggaraan pilkada," ujar Afif, Selasa (23/7).

Afif menjabarkan, pada IKP Pilkada 2020 per Juni 2020, terdapat 27 kabupaten/kota yang terindikasi rawan tinggi dalam konteks pandemi. 20 daerah dengan kerawanan tertinggi dalam konteks pandemi adalah Kota Makassar, Kabupaten Bone Bolango, Kabupaten Bulungan, Kabupaten Karawang, Kota Manado, Kabupaten Minahasa Utara, Kota Tomohon, dan Kabupaten Gowa. 

Kemudian Kabupaten Sijunjung, Kota Sungai Penuh, Kabupaten Tasikmalaya, Kabupaten Lamongan, Kabupaten Kotawaringin Timur, Kota Banjarbaru, Kota Ternate, Kota Depok, dan Kota Tangerang Selatan. Selanjutnya Kota Semarang, Kabupaten Bantul, dan Kabupaten Melawi.

Selain itu menurut Afif, terdapat 146 kabupaten/kota terindikasi rawan sedang dalam konteks pandemi dan 88 kabupaten kota ada dalam titik rawan rendah. Aspek yang diukur dalam konteks pandemi adalah anggaran pilkada terkait Covid-19, data terkait Covid-19, dukungan pemerintah daerah, resistensi masyarakat terhadap penyelenggaraan pilkada, dan hambatan pengawasan pemilu akibat wabah Covid-19.

Hal lain yang juga menonjol dalam situasi pandemi, menurut Afif, adalah konteks infrastruktur daerah. Dalam konteks ini, Bawaslu mengukur dua aspek, yaitu dukungan teknologi informasi di daerah dan sistem informasi yang dimiliki penyelenggara pemilu. 

Pada konteks infrastruktur daerah, tidak ada kabupaten/kota yang rawan rendah. 117 kabupaten/kota terindikasi rawan tinggi dan 144 rawan sedang. (Baca: 4 Syarat Utama Pilkada Serentak di Tengah Pandemi)

Kemudian terdapat 14 daerah dengan tingkat kerawanan tertinggi dalam konteks infrastruktur daerah antara lain, Kabupaten Manokwari Selatan, Kabupaten Supiori, Kota Solok, Kabupaten Sijunjung, dan Kabupaten Kepulauan Meranti.

Kemudian Kabupaten Malinau, Kabupaten Morowali Utara, Kabupaten Membramo Raya, Kabupaten Agam, Kabupaten Siak, Kabupaten Kotabaru, Kabupaten Bone Bolango, Kabupaten Kepulauan Aru, dan Kabupaten Kaimana.

Kerawanan Politik

Bawaslu juga memutakhirkan kerawanan pada konteks politik dalam penyelenggaraan Pilkada 2020 di tingkat kabupaten/kota. Aspek yang diukur dalam konteks ini adalah keberpihakan penyelenggara pemilu, rekruitmen penyelenggara pemilu yang bermasalah, ketidaknetralan ASN, dan penyalahgunaan anggaran. 

Hasil penelitian Bawaslu menyebutkan, 50 kabupaten/kota ada dalam kerawanan tinggi pada konteks politik, 211 kabupaten/kota dalam kerawanan sedang dan tidak ada daerah yang rawan rendah. 

Beberapa daerah yang terindikasi rawan tinggi adalah Kabupaten Manokwari Selatan, Kota Makassar, Kabupaten Lamongan, Kota Sungai Penuh, Kabupaten Mamuju, Kabupaten Klaten, Kabupaten Sukoharjo, Kabupaten Kepulauan Aru dan Kabupaten Agam. 

Sementara dalam konteks sosial, Bawaslu mengukur aspek gangguan keamanan (seperti bencana alam dan bencana sosial) serta aspek kekerasan atau intimidasi pada penyelenggara. Dalam konteks ini, 40 kabupaten/kota ada pada titik rawan tinggi dan 221 kabupaten/kota rawan sedang. Tidak ada satu pun daerah terindikasi rawan rendah.

Beberapa kabupaten/kota yang terindikasi rawan tinggi adalah Kabupaten Kotabaru, Kabupaten Manokwari Selatan, Kabupaten Sleman, Kabupaten Kaimana, Kabupaten Nabire, Kabupaten Dharmasraya, Kabupaten Bandung, Kabupaten Pekalongan, Kabupaten Lamongan, dan Kabupaten Halmahera Utara.

Adapun pada tingkat provinsi, dari sembilan provinsi yang menyelenggarakan pilkada, tiga daerah terindikasi rawan tinggi dalam konteks pandemi, yaitu Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah dan Sulawesi Utara. Sedangkan dua provinsi terindikasi rawan rendah dalam konteks pandemi, yaitu Sumatera Barat dan Kepulauan Riau. Dan empat provinsi ada pada titik rawan sedang, yaitu Sulawesi Tengah, Kalimantan Utara, Bengkulu, dan Jambi.

Sedangkan dalam konteks infrastruktur daerah, semua provinsi yang menyelenggarakan pilkada berada pada titik rawan tinggi. Dalam konteks politik, tujuh provinsi terindikasi rawan tinggi, yaitu Sumatera Barat, Jami, Sulawesi Utara, Kalimantan Selatan, Kalimantan Utara, Bengkulu dan Sulawesi Tengah. Dua provinsi lain, yaitu Kepulauan Riau dan Kalimantan Tengah ada dalam kerawanan sedang. 

Dalam konteks sosial, tujuh provinsi ada dalam kerawanan sedang, yaitu Sumatera Barat, Jambi, Kalimantan Selatan, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Kepulauan Riau, dan Bengkulu. Dua provinsi lain, ada dalam kerawanan sedangm yaitu Kalimantan Utara dan Kalimantan Tengah

Atas temuan itu, Bawaslu merekomendasikan lima hal kepada seluruh pemangku kepentingan penyelenggaraan Pilkada 2020. Pertama, memastikan penyelenggara, peserta, pendukung, dan pemilih menerapkan protokol Kesehatan dalam pelaksanaan tahapan verifikasi faktual calon perseorangan dan pemutakhiran dan pemilih.

Kedua, koordinasi para pihak dalam keterbukaan informasi terkait penyelenggaraan pemilihan dan perkembangan kondisi pandemi Covid-19 di setiap daerah. Ketiga, memastikan dukungan anggaran penyediaan APD dalam pelaksanaan tahapan Pemilihan Kepala Daerah 2020. 

Keempat, menjaga kemandirian aparatur pemerintah dari penyalahgunaan wewenangan dan anggaran penanggulangan Covid-19. Kelima, menerapkan penggunaan teknologi informasi yang sesuai dengan kondisi geografis dan kendala yang dialami oleh penyelenggara pemilu.

Ketua Bawaslu Abhan menjelaskan, IKP ini dibuat berkala dalam rangka memasuki tahapan verifikasi faktual terhadap dukungan calon perseorangan yang akan dimulai 24 Juni 2020. Data IKP termutakhir ini agak berbeda, karena didasarkan dari data di lapangan baik dari provinsi hingga kecamatan. 

"Kami harap valid untuk melakukan deteksi dini, karena ini bukan berdasarkan sampel tetapi memang diambil dari kawan-kawan di daerah," terang Abhan. 

Sebagai informasi, Bawaslu telah meluncurkan IKP Pilkada 2020 pada Februari lalu, ini menjadi pemutakhiran pertama dari tiga pemutakhiran yang direncanakan. Pemutakhiran kedua rencananya akan diluncurkan pada September 2020 dengan menitikutamakan kontestasi. Sedangkan pemutakhiran terakhir rencananya dilakukan November 2020 yang lebih menyorot partisipasi.

Tags:

Berita Terkait