Mengurai Benang Kusut Centurygate
Fokus

Mengurai Benang Kusut Centurygate

BPK dalam laporan audit investigasinya menyatakan bahwa bailout kepada Bank Century setelah tanggal 18 Desember 2008 ilegal. Benarkah?

Sut/Ali
Bacaan 2 Menit

 

Di sinilah biang masalahnya. BPK yakin penyaluran di tahap ketiga dan keempat tidak memiliki dasar hukum. Tapi benarkah demikian? Analis hukum di BPK mungkin lupa. Sebab, keberlakuan Perpu JPSK masih menjadi perdebatan. Jika diingat ke belakang, DPR periode 2004-2009 tidak pernah secara tegas menyatakan penolakan terhadap Perpu JPSK yang diajukan dalam bentuk rancangan undang-undang (RUU) untuk disahkan menjadi undang-undang. Saat itu pemerintah malah dianjurkan untuk memperbaiki RUU tersebut, dan mengembalikannya ke DPR.

 

Masalah ini pernah ditegaskan Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Rajasa. Bulan lalu Hatta pernah berujar, DPR periode 2004-2009 tidak pernah secara tegas menolak Perpu JPSK. DPR, lanjutnya, hanya tidak cukup waktu untuk membahas RUU tersebut. “Begini, waktu saya sebagai Mensesneg menerima surat, memang pada waktu itu sama sekali tidak ada kata-kata menolak. Kata-katanya hanya meminta dimasukan dalam RUU JPSK yang baru,” papar Hatta.

 

Sikap anggota dewan yang tidak tegas terhadap Perpu JPSK bisa jadi dimanfaatkan oleh pemerintah. Tapi tidak bagi BPK. Auditor negara itu dalam laporan hasil investigasinya, menyatakan dana Rp2,8 triliun yang dikucurkan pada tahap ketiga dan keempat ilegal karena dikucurkan pada saat Perpu JPSK telah ditolak DPR.

 

Namun, bila seandainya Perpu JPSK itu benar-benar telah ditolak oleh DPR, apakah Perpu itu otomatis tidak berlaku lagi? UUD 1945 menyebutkan, perlu ada tindakan lebih lanjut untuk mencabut sebuah Perpu bila Perpu itu ditolak oleh DPR. Hal ini diatur dalam Pasal 22 ayat (3) UUD 1945.

 

Lalu, bagaimana cara mencabut Perpu yang telah ditolak? UU No. 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan secara jelas mengatur prosedurnya. Pasal 25 ayat (4) menyatakan 'Dalam hal peraturan pemerintah pengganti undang-undang ditolak Dewan Perwakilan Rakyat, maka Presiden mengajukan rancangan undang-undang tentang pencabutan peraturan pemerintah pengganti undang-undang tersebut yang dapat mengatur pula segala akibat dari penolakan tersebut'.

 

Pengajar ilmu peraturan perundang-undangan Fakultas Hukum Universitas Indonesia Sonny Maulana Sikumbang mengatakan, ketika Perpu tidak disetujui, DPR tidak bisa melakukan apa-apa, misalnya mencabut Perpu secara tertulis. Yang bisa mencabut, kata dia, hanya pihak yang mengeluarkan Perpu yakni Presiden. Ketika DPR menolak RUU, tidak otomatif Perpunya hilang atau tidak berlaku. “Secara hukum Perpu itu masih ada, tapi secara politis atau moral harusnya jangan dipakai lagi,” paparnya kepada hukumonline, Kamis (3/12).

 

Masalahnya, Presiden tidak pernah mencabut atau mengeluarkan RUU tentang pencabutan Perpu JPSK. Direktur Litigasi Departemen Hukum dan HAM, Qomaruddin pernah mengutarakan persoalan ini. Sepanjang sepengetahuannya, pemerintah belum pernah membuat RUU pembatalan Perpu JPSK. Sama dengan Sonny, Qomaruddin mengatakan Perpu tidak otomatis batal begitu ditolak oleh DPR. “Pemerintah harus mengajukan RUU pembatalan Perpu itu,” ujarnya di Gedung Mahkamah Konstitusi, beberapa waktu lalu.

Tags:

Berita Terkait