Menyoal Integrasi dan Sentralisasi Lembaga Riset
Kolom

Menyoal Integrasi dan Sentralisasi Lembaga Riset

Dikaitkan dengan UU Cipta Kerja dan UU Sisnas Iptek.

Bacaan 9 Menit

Perpres BRIN telah memperluas kata “terintegrasi” dalam Pasal 48 ayat (1) dan kata “antara lain” dalam Penjelasan Pasal 48 ayat (1) UU Sisnas Iptek khususnya dalam ketentuan Pasal 4 huruf i, Pasal 14 huruf a, Pasal 35 huruf b, Pasal 65 huruf b, Pasal 69 ayat (3), yang menyatakan bahwa integrasi tersebut tidak hanya dalam sistem penyusunan perencanaan program, anggaran dan sumber daya namun juga integrasi kelembagaan.

Hal tersebut telah justru menciptakan sebuah organisasi pemerintahan yang bersifat hirarkis dan birokratis, serta menjadi satu-satunya wadah kelembagaan IPTEK yang mempunyai fungsi dari hulu hingga hilir: merencanakan, mengelola, program/kegiatan IPTEK, anggaran, serta pengawasan. Perpres BRIN menambah pembengkakan organisasi yang bersifat birokratis dan hierarkis, dengan meleburkan juga lembaga-lembaga litbang kementerian, demikian juga lembaga-lembaga riset di luar pemerintah, yaitu lembaga-lembaga penelitian dan pengkajian di bidang legislatif dan yudikatif.

Kembali ke Jatidiri Riset

UUD 1945 mengamanatkan bahkan memberikan penegasan kepada pemerintah untuk memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi guna pengembangan peradaban bangsa dan kesejahteraan masyarakat. Hal ini sesuai Pasal 31 ayat (5) UUD 1945.

Kebijakan hukum yang terkandung dalam Pasal 31 ayat (5) UUD 1945, kemudian dijabarkan dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2002 tentang Sistem Nasional Penelitian, Pengembangan, dan Penerapan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. Tujuan dibentuknya UU 18/2002, merupakan bagian upaya negara untuk memenuhi hak masyarakat dalam pengembangan diri untuk memenuhi kebutuhan dasar (basic need) yang merupakan bagian dari kerangka dasar manusia bertindak baik secara individual dan kolektif (instinct of procreation dan instinct of survival).

Namun pengaturan lebih lanjut dalam UU 18/2002 masih terdapat kekurangan yakni tidak berfungsinya koordinasi dalam pelaksanaan penelitian, pengembangan, pengkajian, dan penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi oleh berbagai lembaga penelitian dan perekayasa teknologi terutama yang terkait dengan perencanaan, program, dan anggaran. Akibatnya, menimbulkan tumpang tindih atas kebijakan penelitian dan perekayasa teknologi yang berdampak pada keefektifan dan ketidakefisienan juga lebih jauh berdampak pada output dan outcome dari seluruh kegiatan penelitian dan perekayasa tersebut. 

Oleh karena itu, pembentuk undang-undang kemudian melakukan perubahan terhadap UU 18/2002 dengan UU 11/2019, dengan tujuan untuk mengkoordinasikan dan memberi penguatan kepada kelembagaan dari lembaga riset-riset yang sudah ada. Dan bukan malah meleburkan lembaga yang sudah ada yang justru menciderai dan menimbulkan ketidakpastian hukum sebagaimana yang ditentukan dalam Pasal 28D ayat (1) UUD 1945.

Pengalaman di Negara Lain

Di Republik Rakyat Tiongkok (RRT) pengembangan kebijakan menggunakan dua badan utama yang dipercayakan dengan tanggung jawab pembuatan kebijakan adalah Science and Technology Leading Group (STLG) dan State Science and Technology Commission (SSTC) yang keduanya berada di bawah Kementerian Sains dan Teknologi (MOST) pada tahun 2003. STLG adalah badan supra-kementerian di bawah kendali langsung SC. Kelompok ini dipimpin oleh Perdana Menteri, dengan seorang menteri yang bertanggung jawab atas SSTC dan Wakil Menteri Komisi Perencanaan Negara (SPC) sebagai wakilnya.

Tags:

Berita Terkait