Menyoal Kepastian Hukum Perlindungan Konsumen Asuransi
Berita

Menyoal Kepastian Hukum Perlindungan Konsumen Asuransi

Kasus gagal bayar perusahaan asuransi yang terjadi dalam beberapa tahun terakhir disebabkan oleh lemahnya pengawasan dari regulator.

M. Agus Yozami
Bacaan 3 Menit
Ketua BPKN Rizal E Halim. Foto: RES
Ketua BPKN Rizal E Halim. Foto: RES

Kasus gagal bayar perusahaan asuransi menjadi sorotan belakangan ini, apalagi kasus tersebut terjadi pada perusahaan-perusahaan besar. Kasus yang menjadi sorotan publik saat ini adalah PT Asuransi Jiwa Kresna (Kresna Life), PT Asuransi Jiwasraya (Persero), dan Asuransi Jiwa Bersama Bumiputera. Gagal bayar perusahaan asuransi ini dikhawatirkan menggerus kepercayaan publik terhadap industri jasa keuangan yang satu ini.  

Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) pada 2019 telah memberikan rekomendasi terkait asuransi kepada Presiden Joko Widodo. Dalam Peraturan Presiden (Perpres) No.50 Tahun 2017 tentang Strategi Nasional Perlindungan Konsumen Tahun 2017 yang menetapkan sektor keuangan sebagai salah satu sektor prioritas.

BPKN mencatat bahwa krisis likuiditas yang terjadi di PT Asuransi Jiwasraya, Asuransi Jiwa Bersama Bumiputera, dan PT Asuransi Jiwa Kresna Life adalah kasus sektor keuangan yang menjadi sorotan publik dan merugikan konsumen.

Ketua BPKN Rizal E Halim menyatakan akan terus berkomitmen pada perlindungan hak para korban Jiwasraya yang masih belum dibayarkan. Menurutnya, meski Jiwasraya telah memberikan opsi restrukturisasi yang ditawarkan ke nasabah, namun Jiwasraya tidak boleh merugikan hak konsumen dan tetap mengedepankan unsur keadilan serta kepastian hukum.

Rizal menegaskan BPKN mendorong pemerintah untuk-merealisasikan pembentukan Lembaga Penjamin Polis untuk menjamin kepastian hukum perlindungan terhadap konsumen industri asuransi, seperti yang telah diamanatkan oleh Undang-undang No.40 Tahun 2014 tentang perasuransian.

“Juga meningkatkan peran OJK dalam pengawasan terhadap klausula baku dengan melakukan kontrol terhadap perjanjian sebelum digunakan perusahaan asuransi dan memastikan bahwa perjanjian yang beredar tidak melanggar ketentuan klausula baku dalam UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UUPK) dan POJK No. 1/POJK.07/2013 tentang Perlindungan Konsumem Sektor Jasa Keuangan,” katanya dalam keterangan persnya.  

Wakil Ketua Komisi Komunikasi dan Edukasi BPKN, Firman Turmantara, menambahkan kasus gagal bayar perusahaan asuransi yang terjadi dalam beberapa tahun terakhir disebabkan oleh lemahnya pengawasan dari regulator. Hal ini menyebabkan kesenjangan antara ketatnya aturan dengan lemahnya pengawasan di lapangan oleh Otoritas Jasa Keuangan.

Firman mengatakan konsumen punya hak mendapatkan perlindungan atas klaim asuransi dari penanggung (perusahaan asuransi) yang diatur dalam Pasal 4 huruf d, e, h UUPK jo. Pasal 1 butir 1 UU No.40 Tahun 2014 tentang Perasuransian dan kewajiban bagi penanggung (perusahaan asuransi) memenuhi apa yang menjadi hak konsumen (Pasal 7 huruf a, f, g UUPK), di mana UUPK sebagai payung hukum perlindungan konsumen.

“Kondisi penanggung (perusahaan asuransi) dalam keadaan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) tentunya tetap wajib memperhatikan kepentingan nasabah (konsumen) dengan kata lain hak konsumen asuransi tidak boleh dirugikan dengan kondisi PKPU perusahaan asuransi, guna menjaga kepercayaan masyarakat sebagai konsumen asuransi,” ujarnya.

Sementara, Ketua Komisi Komunikasi dan Edukasi BPKN Johan Efendi mengatakan bahwa Pasal 1 angka 1 UUPK menyatakan bahwa perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen.

“Perlindungan konsumen yang dijamin oleh undang-undang ini adalah adanya kepastian hukum terhadap segala kebutuhan konsumen,” katanya.

Oleh karena itu, lanjutnya, pemerintah dalam hal ini Lembaga atau regulator yang menaungi kebijakan polis asuransi harus segera mengambil tindakan penegakan proses hukum untuk melindungi konsumen apabila ditemukan pelanggaran atas peraturan perundang-undangan yang berlaku dengan mengedepankan pemulihan hak konsumen. (Baca: Jiwasraya Dimohonkan PKPU, Nasabah Ini Pilih Restrukturisasi)

Seperti diketahui, dua kasus perusahaan asuransi yang sedang hangat diperbincangkan masyarakat saat ini adalah Asuransi Jiwasraya dan Asuransi Jiwa Kresna. Untuk Asuransi Jiwasraya, beberapa waktu lalu seorang nasabah mengajukan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) ke PN Niaga Jakarta Pusat. Namun, nasabah lainnya merasa keberatan dengan hal tersebut. Mereka yang keberatan dengan Langkah PKPU lebih memilih program restrukturisasi.

Lain halnya dengan Asuransi Jiwa Kresna, yang mana hakim mengabulkan permohonan PKPU yang diajukan nasabahnya. Ketika itu, Pengadilan Niaga Jakarta Pusat mengeluarkan putusan sela atas perkara No. 389/Pdt.Sus-PKPU/2020/PN Niaga Jkt.Pst mengenai permohonan PKPU dari nasabah Lukman Wibowo.

Tags:

Berita Terkait