Menyoal Kewenangan Penyadapan dalam RUU Kejaksaan
Utama

Menyoal Kewenangan Penyadapan dalam RUU Kejaksaan

Diusulkan agar kewenangan penyadapan dalam RUU Kejaksaan ditunda terlebih dahulu, hingga RUU Penyadapan disahkan menjadi UU. Kejaksaan menyerahkan perumusan norma kewenangan penyadapan bagi jaksa kepada DPR dan pemerintah.

Rofiq Hidayat
Bacaan 3 Menit

Dalam draf RUU Kejaksaan, kewenangan penyadapan diatur dalam Pasal 30 ayat (5) huruf g yang menyebutkan “Bidang ketertiban dan ketenteraman umum, Kejaksaan melakukan penyelidikan, pengamanan, dan penggalangan guna mendukung kegiatan dan kebijakan penegakan hukum yang meliputi penyadapan dan menyelenggarakan pusat monitoring.”

Menanggapi pandangan Taufik, Ketua Baleg DPR Supratman Andi Agtas berpendapat terdapat beberapa alasan penyadapan masuk dalam kewenangan jaksa dalam RUU Kejaksaan. Pertama, kewenangan penyadapan yang bakal dimiliki Kejaksaan untuk mengefektifkan pelaksanaan putusan hukum, khususnya dalam perkara tindak pidana korupsi.

Kedua, Jaksa sebagai penuntut umum dan eksekutor putusan pengadilan memiliki tugas  yang cukup berat dalam perkara tindak pidana korupsi, khususnya dalam pelaksanaan putusan pengadilan. Selain terpidana menjalani hukuman badan, eksekutor berkewajiban mengembalikan kerugian keuangan negara.

Anggota Komisi VI DPR ini menilai Korps Adhiyaksa bakal kesulitan bila terdakwa/terpidana berstatus buron. Salah satu cara yang dapat digunakan jaksa dalam melacak dan mengembalikan keuangan negara melalui penyadapan terhadap buron. “Saya usulkan supaya kewenangan penyadapan dalam pelaksanaan putusan, khususnya tindak pidana korupsi itu diberikan kepada Kejaksaan,” kata dia.

Politisi Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) itu mengatakan meski draf RUU Kejaksaan diharmonisasi Baleg, kepastian tindak lanjut kewenangan penyadapan bergantung pada pembahasan di Komisi III sebagai pengusul RUU tersebut. Kelanjutannya, DPR bakal mendengarkan sikap pemerintah dalam pembahasan RUU Kejaksaan. “Pembahasan daftar inventarisasi masalah nanti di Komisi III,” katanya.

Terpisah, Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara (Jamdatun) Feri Wibisono menyerahkan perumusan norma kewenangan penyadapan bagi kejaksaan kepada DPR dan pemerintah. Sebab, Kejaksaan sebagai pelaksana UU. Dia menilai kegiatan penyadapan memang mengganggu HAM yang dijamin konstitusi. “Karena mengganggu kepentingan HAM, harus disyaratkan diatur dalam UU,” ujarnya.

Sejumlah pengujian terhadap penyadapan, muncul beberapa putusan Mahkamah Konstitusi yang intinya perlunya UU khusus mengatur penyadapan. “Karena itu, diperlukan satu kewenangan penegakan hukum melakukan penyadapan untuk mengantisipasi pelaku kejahatan yang berusaha merusak alat bukti dan menyembunyikan hasil kejahatan,” lanjutnya.

Dia mengakui kewenangan penyadapan berasal dari konsep Korps Adhiyaksa, khususnya dalam penanganan kasus tindak pidana korupsi. Karena itu, kata Feri, upaya pembentukan substansi hukum tentang rumusan norma penyadapan perlu dilakukan secara hati-hati. “Kami yang berada sebagai pelaksana hukum dan akan berusaha menjaga integritas dan profesionalitas,” katanya.

Tags:

Berita Terkait