Menyoal Kualitas Pembentukan UU
Terbaru

Menyoal Kualitas Pembentukan UU

UU yang dihasilkan tidak boleh menimbulkan diskriminasi, harus membawa keadilan bagi masyarakat dan dapat dilaksanakan.

Ady Thea DA
Bacaan 3 Menit
Firman Subagyo (tengah), Lucius karus (kanan) dalam diskusi bertema ‘Menakar Ketercapaian Target RUU Prolegnas Prioritas Tahun 2023’ di Komplek Gedung Parlemen, Selasa (07/02/2023) . Foto: Istimewa
Firman Subagyo (tengah), Lucius karus (kanan) dalam diskusi bertema ‘Menakar Ketercapaian Target RUU Prolegnas Prioritas Tahun 2023’ di Komplek Gedung Parlemen, Selasa (07/02/2023) . Foto: Istimewa

Perjalanan pembentukan rancangan undang-undang (RUU) di parlemen bersama pemerintah  kerap menuai kritik. Kepuasan publik terhadap hasil RUU yang kemudian menjadi UU tak jarang berujung di meja sembilan hakim konstitusi di Mahkamah Konstitusi. Kualitas sebuah UU yang dihasilkan pembentuk UU acapkali menjadi soal bagi masyarakat.

Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR Firman Subagyo, mengatakan soal proses pembuatan UU tidak melulu diukur kuantitasnya atau banyaknya UU yang dihasilkan. Sebab tujuan pembentukan UU adalah membuat regulasi yang menjadi dasar hukum dalam mengelola pemerintahan dan negara.

“Baik buruknya daripada tata kelola pemerintahan dan negara ini juga akibat daripada baik buruknya daripada kualitas UU, itu prinsip dasar,” ujarnya dalam diskusi bertema ‘Menakar Ketercapaian Target RUU Prolegnas Prioritas Tahun 2023’ di Komplek Gedung Parlemen, Selasa (07/02/2023) kemarin.

Baca juga:

Sejak mengampu sebagai pimpinan Baleg DPR periode 2014-2017, Firman mengatakan sudah menjalankan prinsip pembahasan UU yang mengedepankan kualitas, bukan kuantitas. Mengacu UU No.12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan sebagaimana diubah terakhir melalui UU No.13 Tahun 2022 ada sejumlah hal yang harus dicermati dalam membentuk UU. Seperti ada kekosongan hukum, tidak menimbulkan diskriminasi, membawa keadilan bagi masyarakat, dan dapat dilaksanakan.

Politisi Partai Golkar itu menyebut banyak UU yang menurut pemerintah dan DPR kualitasnya sudah baik, tapi masih ada masyarakat yang menggunakan haknya untuk mengajukan permohonan pengujian ke MK. Tidak sedikit pasal dalam berbagai UU dibatalkan oleh MK. Hal itu mendorong DPR untuk fokus pada kualitas dalam membahas UU.

Anggota Komisi IV DPR itu menekankan, dalam membuat UU harus progresif. Misalnya, rokok vape agar diatur mengingat beberapa negara sudah melarang itu karena ada indikasi mengandung narkotika. Oleh karena itu, jika memang ditemukan ada indikasi yang berbahaya bagi masyarakat, seharusnya langsung diatur. Begitu juga pembahasan omnibus law bidang kesehatan (RUU Kesehatan,-red) yang menyasar perbaikan terhadap pelaksanaan program yang dikelola Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial (BPJS).

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait