Menyoal Pemantauan dan Peninjauan Pelaksanaan UU
Utama

Menyoal Pemantauan dan Peninjauan Pelaksanaan UU

Dibutuhkan adanya aturan turunan UU 15/2019 terutama terkait pemantauan dan peninjauan pelaksanaan UU. Hanya setengah dari jumlah komisi di DPR yang sudah melaksanakan fungsi pemantauan, tapi masih bersifat meminta, mendorong, dan mendesak.

Oleh:
Rofiq Hidayat
Bacaan 5 Menit
Gedung MPR/DPR/DPD. Foto: RES
Gedung MPR/DPR/DPD. Foto: RES

Sebagai lembaga yang memiliki fungsi legislasi, DPR memiliki kewajiban melakukan pemantauan dan peninjauan terhadap Undang-Undang (UU) yang telah berlaku dan diundangkan. Demikian pula, Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dan Pemerintah pun memiliki kewajiban yang sama. Namun pengawasan, pemantauan, dan peninjauan terhadap UU pun masih terbilang minim.

Peneliti Senior Pusat Studi Hukum Kebijakan (PSHK) Indonesia, Muhammad Nur Sholikin melihat pemantauan dan peninjauan salah satu dari sekian materi penting dalam UU No. 15 Tahun 2019 tentang Perubahan atas UU No.12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Pembentukan Perundang-Undangan. Tujuan fungsi itu dalam rangka perbaikan tata kelola peraturan perundangan di Indonesia.

Harapannya, melalui pengaturan tersebut dapat memperbaiki kondisi tumpang tindih dan kendala implementasi UU. Namun, sampai dengan lebih dari satu tahun pengaturan fungsi pemantauan dan peninjauan ini belum terlihat adanya tindakan kongkrit. Tak hanya DPR, tapi juga pemerintah dalam menindaklanjuti pengaturan pemantauan dan peninjauan UU. “Satu tahun pengaturan fungsi pemantauan dan peninjauan belum terlihat adanya langkah nyata DPR dan pemerintah,” ujar Sholikin kepada Hukumonline, Jumat (6/11/2020).

Sholikin merujuk Pasal 95B ayat (2) UU 15/2019 yang mengatur pendelegasian lebih lanjut tentang pemantauan dan peninjauan UU ke dalam peraturan DPR, DPD, dan peraturan presiden (Perpres). Namun, aturan turunan itu pun belum nampak satu pun, kecuali DPR telah menyesuaikan sedikit dalam tata tertibnya dengan mengakomodir pengaturan pemantauan dan peninjauan. (Baca Juga: Tiga Catatan Penting Soal Target Prolegnas 2020)

Baginya, keberadaan aturan turunan penting lantaran pengaturan pemantauan dan peninjauan UU dalam UU No. 15/2019 masih sangat umum. Urgensi aturan turunan dalam bentuk Perpres semakin mendesak bagi eksekutif. Sebab, sebagai pelaksana UU yang seharusnya lebih memiliki kepedulian dari berbagai hambatan terlaksananya UU di lapangan. Presiden seharusnya memprioritaskan pembentukan Perpres untuk mengatur pelaksanaan pemantauan dan peninjauan UU sebagai upaya penataan peraturan perundang-undangan. 

Selain perangkat peraturan pelaksana pemantauan dan peninjauan ini juga memerlukan dukungan penataan fungsi dan kelembagaan, khususnya cabang kekuasaan eksekutif. Tujuannya, dalam rangka menghapus tumpang tindih dan tidak terintegrasinya fungsi-fungsi terkait tata kelola peraturan perundang-undangan di Indonesia. “Penataan ini untuk mengefektifkan pengawasan peraturan perundang-undangan melalui pemantauan dan peninjauan dengan adanya lembaga khusus yang menanganinya,” kata dia.

Dia menilai ada potensi tumpang tindih peraturan lebih besar terjadi pada bentuk peraturan di level eksekutif. Karena itulah, kebutuhan adanya pengaturan pemantauan dan peninjauan peraturan perundang-undangan di bawah UU menjadi mendesak. Menurutnya, DPR dan pemerintah perlu memperluas cakupan pengaturan pemantauan dan peninjauan. “Yang juga diberlakukan bagi jenis peraturan perundang-undangan di bawah UU melalui perubahan kedua UU No. 12/2011,” ujarnya.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait