Menyoal Penggunaan Pasal UU ITE dalam Kasus Jerinx
Berita

Menyoal Penggunaan Pasal UU ITE dalam Kasus Jerinx

Aliansi Masyarakat Sipil menilai penggunaan Pasal 28 ayat (2) dan/atau Pasal 27 ayat (3) UU ITE untuk menjerat Jerinx tidaklah tepat.

Oleh:
M. Agus Yozami
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi: BAS
Ilustrasi: BAS

Aliansi Masyarakat Sipil yang terdiri dari ICJR, Elsam, PIL-NET, IJRS, HRWG, DebtWatch Indonesia, IMPARSIAL, PBHI, YLBHI, LBH Pers, Greenpeace Indonesia, PSHK, Indonesia for Global Justice, Yayasan Satu Keadilan, ICEL, LeIP, LBH Masyarakat, ikut bersuara terkait  kasus yang sedang dihadapi Jerinx.

Jerinx ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan lantaran melanggar UU ITE atas postingan yang dibuat di akun instagramnya yang menyatakan IDI sebagai “kacung WHO” karena mewajibkan dilakukannya rapid test. Polisi menggunakan Pasal 28 ayat (2) UU ITE dan/atau Pasal 27 ayat (3) UU ITE mengenai ujaran kebencian dan pencemaran nama baik.  

Aliansi berpendapat penggunaan pasal pidana UU ITE untuk menjerat Jerinx atas postingan yang dibuatnya itu tidaklah tepat. Lebih lanjut, penahanan yang dikenakan terhadap Jerinx tidaklah perlu untuk dilakukan dan cenderung dipaksakan. Menurut Aliansi, pernyataan Jerinx terhadap penanganan Covid-19 yang kontraproduktif perlu menjadi pemicu untuk menghadirkan diskursus publik yang lebih sehat, ketimbang menggunakan jalur kriminalisasi melalui instrumen UU ITE.

“Penggunaan Pasal 28 ayat (2) untuk menjerat Jerinx atas postingan yang dibuatnya jelas tidaklah tepat dan menyalahi makna dari ketentuan tersebut. Ketentuan tersebut pada dasarnya hanya dapat digunakan untuk menjerat ekspresi-ekspresi yang termasuk ke dalam kategori incitement to hatred/violence/discriminate atau penghasutan untuk melakukan suatu tindakan kebencian/kekerasan/diskriminasi berdasarkan SARA,” tulis Aliansi dalam rilis yang dikutip hukumonline, Jumat (14/8). (Baca Juga: Pentingnya Partisipasi Masyarakat untuk Menangkal Berita Hoaks)

Elemen penting dalam ketentuan itu yakni “menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA)”. Niat menjadi satu komponen yang paling penting untuk membedakan antara ekspresi yang sah (legitimate expression) dengan ekspresi yang termasuk ke dalam ujaran kebencian. 

Menurut pandangan Aliansi, ekspresi yang disampaikan oleh Jerinx di dalam postingan Instagramnya, yang merujuk kepada IDI sebagai “kacung WHO” sangat jauh untuk dapat dikatakan memenuhi unsur tersebut.

Lebih jauh, untuk dapat mengetahui apakah sebuah ekspresi masuk kualifikasi sebagai penyebaran ujaran kebencian, terlebih dahulu harus dilihat: (1) Konteks di dalam ekspresi; (2) Posisi dan status individu yang menyampaikan ekspresi tersebut; (3) Niat dari penyampaian ekspresi untuk mengadvokasikan kebencian dan menghasut; (4) Kekuatan muatan dari ekspresi; (5) Jangkauan dan dampak dari ekspresi terhadap audiens; dan (6) Kemungkinan dan potensi bahaya yang mengancam atas disampaikan ekspresi.

Tags:

Berita Terkait