Menyoal Rencana IPO Sub-Holding Pertamina, Ini Tawaran IRESS
Berita

Menyoal Rencana IPO Sub-Holding Pertamina, Ini Tawaran IRESS

Pertamina harus dijadikan sebagai non-listed public company (NLPC). Terdaftar di BEI tanpa harus menjual saham meski hanya 1% pun. Dengan begitu, GCG-nya akan menigkat lebih baik.

Moch. Dani Pratama Huzaini
Bacaan 2 Menit

Sementara terkait dalail pemerintah mengenai IPO untuk memperbaiki GCG, Marwan menilai masalah justru timbul dari para pejabat pemerintah, hingga level Presiden. Intervensi pemerintah telah merusak kinerja BUMN, sehingga peringkat utang bisa turun. Menurut Marwan, GCG Pertamina akan otomatis meningkat jika oknum pejabat pemerintah mampu menahan dan tidak menjadikan BUMN sebagai sapi perah.

“Selain itu, Pertamina pun harus dijadikan sebagai non-listed public company (NLPC). Terdaftar di BEI tanpa harus menjual saham meski hanya 1% pun. Dengan begitu, GCG-nya akan menigkat lebih baik” terang Marwan.

Menurut Marwan dengan menerapkan strategi ini, tanpa IPO pun target dana murah dan perbaikan GCG dapat tercapai. Kuncinya ada pada pemerintah yang sering melanggar GCG. Kebijakan pencitraan Pilpres 2019 membuat Pertamina menanggung beban subsidi 2017-2019 sekitar Rp 96,5 triliun. Jika tidak segera dilunasi, Pertamina berpotensi gagal bayar. Karena itu, IRESS ingatkan agar pemerintah dan manajemen Pertamina, untuk berhenti memanipulasi informasi dengan mengatakan IPO anak usaha Pertamina diperlukan agar dapat mengakses dana murah dan meningkatkan GCG.

Inkonstitusionalitas

Menurut Pasal 33 UUD 1945 Pertamina adalah BUMN yang mendapat mandat negara memenuhi hajat hidup orang banyak dan mengelola sumber daya alam (SDA) migas, guna bermanfaat bagi sebesar-besar kemakmuran rakyat. Ada 3 aspek penting Ayat 2 dan Ayat 3 Pasal 33 UUD 1945 yaitu: pemenuhan hajat hidup publik; pengelolaan SDA; dan pencapaian target sebesar-besar kemakmuran rakyat.

Tugas BUMN mengelola SDA ini telah diperkuat Mahkamah Konstitusi (MK) melalui Putusan No.36/2012 dan No.85/2013. Pada prinsipnya MK menyatakan penguasaan negara terhadap SDA dijalankan dalam bentuk pembuatan kebijakan, pengurusan, pengaturan, pengelolaan dan pengawasan. Kekuasaan negara dalam pembuatan kebijakan, pengurusan, pengaturan dan pengawasan ada di tangan Pemerintah dan DPR. Sedangkan penguasaan negara dalam pengelolaan SDA berada di tangan BUMN.

Amanat Pasal 33 UUD 1945 di atas diimplementasikan dalam peraturan operasional yang termuat dalam UU BUMN No.19 Tahun 2003 dan Peraturan Pemerintah (PP) No.35 Tahun 2004. Pasal 77 huruf (c) dan (d) UU BUMN menyatakan: Persero tidak dapat diprivatisasi karena: (c), oleh pemerintah ditugasi melaksanakan kegiatan berkaitan dengan kepentingan masyarakat; dan (d), bergerak di bidang SDA yang diatur UU tidak boleh diprivatisasi.

Sedangkan Pasal 28 ayat (9) dan (10) PP Hulu Migas No.35 Tahun2004 berbunyi: (9) Pertamina dapat mengajukan permohonan kepada Menteri mengelola Wilayah Kerja habis Kontrak; dan (10) Menteri dapat menyetujui permohonan dimaksud, dengan menilai kemampuan teknis dan keuangan, sepanjang saham Pertamina 100% dimiliki Negara.

Menurut Marwan, ketentuan Pasal 77 UU BUMN No.19 Tahun 2003 dan ketentuan Pasal 28 ayat 9 & 10 PP No.35 Tahun 2004 menyatakan, sepanjang menyangkut hajat hidup orang banyak dan pengelolaan SDA, maka pelaksananya hanyalah BUMN. Hak istimewa pengelolaan SDA hanya diberikan negara kepada Pertamina jika saham pemerintah di Pertamina masih utuh 100%.

Tags:

Berita Terkait