Meski Menelan Biaya Besar, Tidak Ada Jaminan Law Summit III Efektif
Berita

Meski Menelan Biaya Besar, Tidak Ada Jaminan Law Summit III Efektif

Hajatan besar aparat penegak hukum dalam Law Summit III, dipertanyakan efektifitasnya. Pasalnya, tidak ada perubahan yang signifikan dari pelaksanaan Law Summit sebelumnya.

Tri
Bacaan 2 Menit
Meski Menelan Biaya Besar, Tidak Ada Jaminan Law Summit III Efektif
Hukumonline

Bukan Makehjapol

Mengenai pelaksanaan program dari kesepakatan untuk melakukan perubahan terhadap pembenahan lembaga penegakan hukum, Irjen (Pol) Farouk Muhammad mengatakan bahwa hal ini bukan ditujukan untuk melahirkan kembali Mahkejapol (Mahkaman Agung, Departemen Kehakiman dan HAM, Jaksa Agung dan Kepolisian).

Menurut Farouk, yang menjadi koordinator dari tim perumus Law Summit III, pembentukan Forum Penegakan Hukum (Forgakum) yang ditakutkan menjadi Mahkejapol, tidak perlu dikhawatirkan. "Forum itu hanya untuk melakukan koordinasi terhadap persoalan mengenai manajerial, dan tidak akan membicarakan kasus," ujarnya.

Kalaupun banyak pihak mengkhawatirkan Forgakum akan dimanfaatkan sebagai ajang kolusi, Farouk menandaskan: "Kalau kita memang ingin berkolusi buat apa kita membuat forum seperti itu, karena tanpa adanya forum, mafia peradilan bisa dilakukan".

Hal yang sama juga diucapkan Ketua KHN Prof. JE. Sahetapy. Menurut dia, Law Summit jelas bukan Mahkejapol dan tidak boleh mengambil alih peranan Mahkejapol yang tidak memiliki landasan yuridis dalam hidup kenegaraan berwawasan trias politika.

Namun begitu, anggota DPR dari Partai PDI Perjuangan ini menilai, kondisi penegakan hukum sekarang masih jalan di tempat. Lembaga-lembaga, lanjut dia, belum berani mengambil tindakan-tindakan yang populer kecuali yang melanggar HAM, tetapi itupun tidak mendasar.

Sedangkan beberapa Lembaga Swadaya Masyarakat, yang terdiri dari lembaga pemantau peradilan, seperti LeIP, PSHK, KRHN dan Huma dalam jumpa persnya menilai apa yang akan dikerjakan dalam Law Summit ini tidak akan bisa merubah kondisi sistem peradilan yang ada. Pasalnya, tidak ada perubahan paradigma dalam perbaikan sistem peradilan, kecuali hanya mengoreksi sesuatu yang sudah ada pada masa sebelumnya. 

Bahkan, Sandra Moniaga dari Huma, Bivitri Susanti dari PSHK maupun Dadang Trisasongko dari KRHN menilai program yang akan dilaksanakan sebagai tindak lanjut kesepakatan tersebut masih dalam tataran normatif. "Seharusnya mereka menyusun agenda yang lebih kongkrit untuk secara sungguh-sungguh khususnya yang melibatkan aparaturnya," papar Sondra.

Mas Achmad Santosa, selaku wakil dari Partnership, tidak bisa memberikan jaminan bahwa pelaksanaan Law Summit III akan berjalan efektif. Untuk Law Summit III yang menelan dana Rp1,2 miliar, ia mengungkapkan, biaya sebesar itu sebagian besar digunakan untuk konsumsi, keahlian serta biaya koordinasi selama sepuluh bulan ini.

"Kami tidak bisa membebankan penyelenggaraan Law Summit kepada MA, Kejaksaan Agung, Kepolisian atau kepada lembaga aparat penegak hukum lainnya. Karena mereka sudah sibuk dengan pekerjaannya," tukas Mas Achmad.

Pelaksanaan Law Summit III, seharusnya ditandai dengan penandatanganan naskah kesepakatan bersama dari para pejabat tinggi negara di bidang hukum dan peradilan untuk membenahi lembaga penegakan hukum. Tetapi sayangnya, naskah tersebut tidak ditandatangani oleh semua pejabat tinggi negara di bidang hukum.

Menteri Kehakiman dan HAM Yusril Ihza Mahedra yang awalnya hadir dalam acara Law Summit III yang dipusatkan di gedung Mahkamah Agung, mendadak meninggalkan acara sebelum penandatanganan dilakukan. Menurut Yusril, ia terpaksa harus bergegas meninggalkan acara, karena Presiden Megawati memintanya untuk hadir dalam rapat kabinet.

Tetapi, meski Yusril berhalangan untuk menandatangani kesepakatan bersama tersebut, para pucuk pimpinan penegak hukum lainnya, seperti Ketua MA Bagir Manan, Jaksa Agung MA. Rahman, Kapolri Jenderal Da'i Bachtiar, Ketua KPK Taufiqurahman Ruki, Koordinator Komite Kerja Advokat Indonesia (KKAI) Otto Hasibuan tetap sepakat untuk melakukan pembenahan lembaga penegakan hukum. Sehingga, kepercayaan masyarakat terhadap supremasi hukum diharapkan pulih kembali.

Tags: