Mewaspadai Kejahatan Korupsi di Masa Krisis
Terbaru

Mewaspadai Kejahatan Korupsi di Masa Krisis

Perlu sinergitas dan kolaborasi antar pemangku kepentingan dalam mencapai tujuan negara khususnya upaya mendeteksi dan mencegah korupsi.

Mochamad Januar Rizki
Bacaan 4 Menit
Ilustrasi: HOL
Ilustrasi: HOL

Risiko kejahatan korupsi saat krisis seperti Pandemi Covid-19 cenderung terbuka lebar dibandingkan kondisi normal. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menyatakan terdapat bukti-bukti empiris yang menunjukan pengelolaan keuangan di masa krisis cenderung memperbesar risiko terjadinya fraud atau kecurangan. Merespons peningkatan risiko fraud ini BPK melakuakan pemeriksaan komprehensif berbasis risiko atau risk-based comprehensive audit atas 241 objek pemeriksaan. 

Respons ini menjadi salah satu peran BPK dalam meningkatkan deteksi dan pencegahan korupsi. “Dalam melakukan pemeriksaan atas Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional atau PC-PEN, BPK mengidentifikasi masalah terkait identifikasi dan kodifikasi anggaran PC-PEN serta realisasinya, pertanggungjawaban dan pelaporan PC-PEN, serta manajemen program dan kegiatan pandemi,” jelas Ketua BPK Agung Firman Sampurna dalam Workshop Anti Korupsi “Deteksi dan Pencegahan Korupsi” di Jakarta, Selasa (14/9).

Selain itu, Agung juga menyampaikan perlu sinergitas dan kolaborasi antar pemangku kepentingan dalam mencapai tujuan negara khususnya upaya mendeteksi dan mencegah korupsi. Dari sisi BPK, Agung menjelaskan pihaknya berkolaborasi dengan aparat pengawasan intern pemerintah (APIP), aparat penegak hukum, dan aosiasi profesi untuk sinergi mewujudkan good governance dan akuntabilitas untuk semua. 

Sementara itu, Wakil Ketua BPK Agus Joko Pramono menyampaikan strategi deteksi dan pencegahan fraud dan korupsi serta peran BPK dalam pemberantasan korupsi. Pada upaya pencegahan dilakukan melalui pelaksanaan Fraud Risk Assessment, yang dilakukan oleh seluruh Auditorat Keuangan Negara BPK pada tahap perencanaan pemeriksaan.

Peran pendeteksian dapat dilakukan melalui pemeriksaan yang dilakukan BPK, di mana seluruh pemeriksaan didesain dan dilaksanakan untuk dapat mendeteksi fraud yang relevan dengan tujuan pemeriksaan. (Baca: Penyelenggara Negara Kesulitan Lapor LHKPN? Begini Lho Caranya)

“Jika ditemukan fraud, maka BPK melaporkan fraud tersebut kepada aparat penegak hukum. Peran selanjutnya adalah peran pemeriksaan investigatif untuk memperoleh bukti adanya fraud atau melalui penghitungan kerugian negara dengan tujuan untuk menghitung kerugian negara atau daerah,” jelas Joko.

Sedangkan peran terakhir adalah terkait dukungan litigasi yang dilakukan BPK melalui pelaksanaan pemberian keterangan ahli di persidangan. 

Deputi Bidang Pencegahan dan Monitoring Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Pahala Nainggolan memaparkan tentang strategi deteksi dan pencegah korupsi melalui upaya komprehensif dengan membangun kolaborasi antar sektor dan aktor.

Dia menyampaikan kejahatan korupsi bermula dari individu. Menurutnya, keluarga berperan siginifikan timbulnya perilaku korupsi. “Kalau sejak awal keluarga enggak apresiasi penghasilan kepala keluarga dari korupsi maka enggak mau korupsi. Tapi sebaliknya kalau dari anak, istri menuntut maka suami akan kerja keras walau korupsi,” jelas Pahala.

Dia menjelaskan faktor individu tersebut terbawa ke dalam system, sehingga bermunculan penyelenggara negara yang melakukan tindakan koruptif. Kemudian, sistem tersebut terbawa ke dalam lingkungan sehingga pihak swasta yang ingin mengikuti tender pemerintahan harus melakukan tindakan suap.

“Mulanya individu kemudian masuk ke sistem, ke lingkungan. Kontraktor masuk ke pengadaan (kalau enggak suap) enggak dapat job. Sehingga, pencegahan enggak selesai kalau individu tidak diperkuat, sistem tidak diperkuat, lingkungan tidak diperkuat,” jelas Pahala.

Telah Dilaporkan Secara Transparan

Sebelumnya, pemerintah mengaku telah melaporkan secara transparan dan akuntabel seluruh realisasi belanja anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) melalui laporan keuangan pemerintah pusat (LKPP) tahun 2020 (audited).

"Termasuk realisasi belanja program penanganan pandemi COVID-19 dan pemulihan ekonomi nasional (PC-PEN) Rp695,2 triliun, maupun alokasi anggaran lainnya terkait program PC-PEN melalui beberapa kementerian negara/lembaga (K/L) senilai Rp146,69 triliun," kata Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Kementerian Keuangan Rahayu Puspasari dalam keterangan resminya di Jakarta, Jumat (10/9) lalu.


Oleh karena itu, ia menegaskan pemberitaan yang berkembang bahwa pemerintah hanya melaporkan anggaran PC-PEN senilai Rp695,2 triliun dan tidak melaporkan serta mempublikasikan alokasi anggaran terkait PC-PEN senilai Rp146,69 triliun perlu diluruskan.

Untuk menjaga akuntabilitas pengelolaan dana APBN, tidak hanya pada APBN tahun 2020,

pemerintah telah membangun suatu sistem yang terintegrasi dimulai tahap perencanaan anggaran, pelaksanaan anggaran, maupun pertanggungjawaban anggaran.

Sistem tersebut dibangun dengan tata kelola yang ketat dan sistem pengendalian intern yang memadai, untuk memastikan setiap belanja taat terhadap peraturan perundang-undangan, telah sesuai prosedur, dan dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat melalui LKPP yang diperiksa oleh BPK.

"Dengan demikian terhadap setiap rupiah uang negara yang dikeluarkan dari kas negara dapat dipastikan seluruhnya terlaporkan dalam laporan keuangan," tegas Rahayu.

Selain itu, ia menuturkan guna memastikan bahwa tata kelola dilakukan dengan baik, koordinasi dan pengawasan oleh Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) dan Aparat Penegak Hukum (APH) juga telah dilakukan. Alokasi anggaran sebesar Rp695,2 triliun adalah alokasi anggaran yang bersifat prioritas dan memberikan dampak signifikan bagi penanganan COVID-19 dan pemulihan ekonomi nasional dalam APBN 2020.

Maka dari itu, Rahayu menilai setiap realisasi dan outputnya perlu dilakukan pemantauan secara optimal di mana pemerintah memberikan tagging atau penandaan khusus untuk memudahkan pemantauan.

Sementara itu, untuk alokasi anggaran yang tidak termasuk dalam Rp695,2 triliun namun terkait dengan kebijakan PC-PEN dengan alokasi senilai Rp146,69 triliun, digunakan antara lain untuk penanganan COVID-19 di internal K/L, biaya burden sharing yang ditanggung Bank Indonesia dan pemerintah, serta program belanja subsidi yang telah dialokasikan.

"Walaupun tidak dilakukan tagging, namun dapat dipastikan terhadap realisasi belanja ini juga telah dilaporkan dalam LKPP tahun 2020 (audited)," ucap dia.

Tags:

Berita Terkait