Minuman Beralkohol Ilegal Marak di E-Commerce, Aturan Belum Memadai
Berita

Minuman Beralkohol Ilegal Marak di E-Commerce, Aturan Belum Memadai

Ditariknya Pasal 29 dalam Peraturan BPOM No.8 Tahun 2020 menambah ketidakjelasan tentang legalitas penjualan minuman beralkohol secara online.

Mochammad Januar Rizki
Bacaan 4 Menit
Petugas kepolisian memusnahkan minuman beralkohol ilegal. Ilustrasi Foto: RES
Petugas kepolisian memusnahkan minuman beralkohol ilegal. Ilustrasi Foto: RES

Penjualan minuman beralkohol atau minuman keras makin marak beredar melalui perdagangan online atau e-commerceKondisi ini mengakibatkan konsumsi minuman beralkohol ilegal sehingga berisiko bagi kesehatan hingga kematian. Selain itu, pemerintah juga kehilangan pendapatan dari cukai. 

Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Pingkan Audrine Kosijungan mengatakan, terdapat berbagai peraturan di tingkat nasional dan daerah yang mengatur perdagangan minuman beralkohol, seperti Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 74 Tahun 2013 dan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 20 Tahun 2014. Sayangnya semua peraturan ini melewatkan pengaturan penjualan minuman beralkohol pada platform e-commerce.

Padahal, ekonomi digital Indonesia sedang tumbuh pesat. Meski, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) pada April 2020 sudah mengeluarkan regulasi yang melarang penjualan minuman beralkohol di internet yang tertuang pada Peraturan BPOM Nomor 8 Tahun 2020 Pasal 29. Namun belakangan Pasal 29 dari peraturan ini ditarik kembali implementasinya lewat surat edaran. Hal ini, lanjut Pingkan, menambah ketidakjelasan tentang legalitas penjualan minuman beralkohol secara online.

“Penjualan barang di platform e-commerce harusnya sudah mampu diantisipasi pemerintah sejak lama. Selain mendukung pertumbuhan ekonomi, penjualan barang, khususnya minuman beralkohol, juga membawa konsekuensi yang perlu ditindaklanjuti, seperti perlunya mekanisme pengawasan dan verifikasi untuk memastikan legalitas produk yang dijual dan usia minimal konsumen yang membeli. Kalau dibiarkan, maka akan timbul akibat lain yang merugikan konsumen seperti kerawanan konsumsi minuman beralkohol ilegal dan oplosan, tidak berjalannya pengawasan dan proses verifikasi usia serta potensi penerimaan cukai yang hilang,” terang Pingkan, Selasa (26/1).

Pingkan memaparkan, ada beberapa rekomendasi yang dapat dipertimbangkan untuk memberikan legalitas pada penjualan minuman beralkohol pada platform e-commerce. Pertama, penghapusan Pasal 29 pada Peraturan BPOM No.8 Tahun 2020 untuk menghindari ketidakjelasan pada peraturan secara permanen. Namun BPOM tetap perlu melaksanakan koordinasi dengan Kementerian Perdagangan, khususnya dengan Direktorat Perlindungan Konsumen dan Tata Niaga serta Direktorat Perdagangan Dalam Negeri untuk menyelaraskan teknis regulasi. Pada tahapan ini, pemerintah juga disarankan untuk melaksanakan diskusi yang melibatkan para pelaku usaha dan asosiasi e-commerce. (Baca: Sudah Diatur Ketat, Pelaku Usaha Tolak RUU Larangan Minuman Beralkohol)

Selanjutnya, Pingkan menyarankan adopsi praktik internasional untuk proses verifikasi melalui pemeriksaan kartu identitas dan melakukan langkah-langkah verifikasi yang diperkuat serta perizinan penjualan digital untuk mencegah anak di bawah umur dapat mengakses dan membeli minuman beralkohol pada platform e-commerce. Kementerian Perdagangan perlu mengatur perizinan minuman beralkohol untuk dijual secara online. Pengaturan ini, lanjut Pingkan, merupakan bukti bawah minuman beralkohol yang dijual secara online adalah alkohol yang tercatat dan dapat dipantau kepatuhannya terhadap peraturan dengan mudah.

 “Lalu Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) harus mencabut pembatasan penjualan minuman beralkohol secara online yang dituangkan dalam Surat Edaran Nomor 5 Tahun 2016 dan bekerja sama dengan Kementerian Perdagangan serta BPOM untuk mengeluarkan peraturan penjualan secara online yang mengedepankan kewajiban bagi pedagang dan penyedia layanan e-commerce untuk mencegah konsumsi minuman beralkohol bagi anak di bawah umur,” tegasnya.

RUU Minol Mendesak Disahkan    

Di samping itu, Pingkan mendesak Rancangan Undang-Undang (RUU) Larangan Minuman Beralkohol yang kini sedang dalam pembahasan di DPR menunjukkan urgensi pembuatan kebijakan yang berbasis bukti.  Namun, RUU ini tidak menyasar permasalahan masyarakat dan urgensinya malah menyasar hal lain.

Dari dokumen pendukung yang terlampir di situs DPR, setidaknya ada empat aspek yang menjadi justifikasi mengapa RUU ini perlu segera disahkan. Keempat aspek tersebut adalah perspektif filosofis, sosial, yuridis formal dan upaya pengembangan hukum. Pertama, berkaitan dengan aspek filosofis. Dalam presentasinya, ada klaim bahwa larangan minuman beralkohol pada dasarnya merupakan amanat konstitusi dan agama. Hal ini terkesan bias karena minuman beralkohol merupakan komoditas yang dapat dikonsumsi dan diperdagangkan secara legal di Indonesia sesuai dengan ketentuan yang berlaku. 

Pingkan melanjutkan, tidak ada larangan yang secara eksplisit menyatakan bahwa minuman beralkohol bertentangan dengan konstitusi. Perpres Nomor 74 Tahun 2013, Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 20 Tahun 2014, Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 72 Tahun 2014 dan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 25 Tahun 2019 telah memberikan payung hukum bagi pembatasan dan pengawasan minuman beralkohol di Indonesia. Indonesia. Mengingat belum adanya regulasi minuman beralkohol di tingkat undang-undang, dapat dipahami bahwa para pembuat undang-undang ingin membangun dasar regulasi yang kuat untuk komoditas ini. Namun RUU tersebut justru membawa minuman beralkohol ke arah yang baru, yaitu pelarangan.

Kedua, terkait aspek sosial dari klaim yang dibuat, para pengusul juga seolah mengabaikan situasi empiris dari lapangan. Faktanya, banyak penelitian menunjukkan bahwa konsumsi minuman beralkohol di Indonesia relatif lebih rendah dibandingkan di negara lain, dan masih didominasi oleh konsumsi minuman beralkohol ilegal oplosan. Beberapa studi CIPS sebelumnya telah mengangkat masalah di lapangan mengenai masalah ini, yang memiliki tingkat urgensi yang lebih tinggi dibandingkan dengan klaim generalisasi yang dikeluarkan oleh para pengusul RUU Larangan Alkohol.

“Fenomena ini juga didorong oleh tingginya cukai alkohol yang mendorong konsumen, terutama mereka yang berasal dari kalangan menengah ke bawah, untuk membeli minuman beralkohol yang lebih murah dan memiliki efek yang jauh lebih berbahaya. Namun, para pengusul RUU ini tidak menjabarkan antisipasi kasus konsumsi bajakan dan pasar gelap dalam RUU tersebut,” jelasnya.

Pingkan juga mengkritisi Naskah Akademik RUU tersebut. Beberapa sumber yang dikutip di sana tidak memiliki kualifikasi akademis karena mencantumkan sumber-sumber yang tidak terpercaya, seperti blog. Mereka pun seakan mengabaikan Kasus Luar Biasa 2018 yang terjadi di Wilayah Bandung Raya di mana hingga 57 korban bajakan minuman beralkohol ditemukan meninggal dunia dan jumlahnya mencapai ratusan secara nasional di tahun yang sama. Jika pemerintah serius untuk mencegah efek negatif alkohol di masyarakat, seharusnya mereka mengatasi masalah ini daripada mendorong larangan total. Alih-alih membuktikan urgensi mengapa RUU ini sangat penting, para pengusul justru menunjukkan kepada publik bahwa mereka sedang merumuskan sebuah kebijakan yang tidak didukung bukti.

Sekadar catatan, RUU Minol masuk dalam Prolegnas 2021. Ketua Badan Legislasi (Baleg), Supratman Andi Agtas, mengatakan ada 33 RUU dalam daftar Prolegnas Prioritas 2021. Sebanyak 33 RUU itu terdiri dari 22 RUU yang diusulkan DPR, termasuk di dalamnya 2 RUU diusulkan DPR bersama pemerintah. Sementara 9 RUU diusulkan pemerintah. Kemudian, 2 RUU usul inisiatif DPD. Menurutnya, dalam pandangan sejumlah fraksi terdapat catatan terhadap bebeapa RUU. Terutama RUU tentang BPIP, RUU Larangan Minuman Beralkohol, RUU Ibukota Negara, RUU Perlindungan Tokoh Agama dan RUU Pekerja Rumah Tangga.

“Kami berharap kerja sama antara Baleg DPR, Panitia Perancang UU DPD, dan Pemerintah dalam penyusunan Prolegnas dapat terus ditingkatkan demi mewujudkan UU yang berkualitas,” katanya beberapa waktu lalu.

Tags:

Berita Terkait