MK Belum Memutus, UU Money Laundering Sudah Direvisi
Berita

MK Belum Memutus, UU Money Laundering Sudah Direvisi

Merasa hak konstitusionalnya terganggu, seorang pensiunan Departemen Sosial mengajukan permohonan judicial review terhadap Undang-Undang No.15/2002 tentang Money Laundering. Mahkamah Konstitusi memang belum memutus, tapi undang-undang tersebut sebenarnya sudah direvisi.

CR-1/Mys
Bacaan 2 Menit
MK Belum Memutus, UU <i>Money Laundering</i> Sudah Direvisi
Hukumonline

 

Mengetahui hal tersebut, Boediman mengutarakan sedikit kekecewaannya. Belum ada satu tahun, tiba-tiba sudah diubah, ujar Boediman. Namun, setelah membaca revisinya, ia malah yakin untuk meneruskan perjuangannya.

 

Bagaimana tidak, dalam revisi tersebut, hukuman denda minimal justru malah diturunkan. Dari denda 1 miliar menjadi 100 juta. Padahal, dari awal Boediman justru menginginkan UUML mengakomodir jumlah denda yang lebih besar. Namun, ia pun tidak memungkiri hasil revisi tersebut memilki kelebihan di beberapa pasal. Ia berpendapat bahwa hasil revisi tersebut makin mengakomodir hal-hal yang dapat dikategorikan sebagai tindak pidana pencucian uang.

 

Berdasarkan catatan hukumonline, revisi terhadap suatu undang-undang manakala undang-undang tersebut sedang di-judicial review di MK juga pernah terjadi pada Undang-Undang No. 14/1985 tentang Mahkamah Agung. Judicial review yang diajukan oleh Machri Hendra, seorang hakim PN Padang, belum diputus MK, tiba-tiba DPR merevisi Undang-Undang tersebut. Termasuk pasal 7 ayat (1) huruf g yang dimohonkan judicial review oleh Hendra.

 

Dalam putusannya 23 Desember tahun lalu, MK menyatakan permohonan Hendra tidak dapat diterima. Lalu, apakah permohonan Boediman akan bernasib sama?

Judicial review terhadap Undang-undang No.15 Tahun 2002 tentang tindak pidana pencucian uang (Money Laundering) sudah dua kali disidangkan di Mahkamah Konstitusi (MK). Uji materiil terhadap Undang-Undang Money Laundering (UUML) yang diajukan oleh Boediman Moenadjad tersebut tengah diproses di MK.

 

Menurut Boediman, judicial review terhadap UUML didasarkan pada haknya sebagai warga negara. Legal standing saya jelas di sini, ujarnya kepada hukumonline. Ia menambahkan, menurutnya siapa saja yang hak konstitusionalnya dirugikan sah-sah saja untuk mengadu ke Mahkamah Konstitusi.

 

Boediman terinspirasi dari kasus Maria Pauline dalam kasus pembobolan BNI beberapa waktu lalu. Ia pun sebagai warga negara merasa kepercayaan terhadap dunia perbankan pun mulai luntur. Dengan berbekal terganggu haknya sebagai warga negara, Boediman pun menghubungkan UUML untuk segera direvisi. Ia sendiri pada dasarnya setuju dengan undang-undang tersebut, namun beberapa pasal yang krusial menurutnya perlu direvisi.

 

Misalnya ketentuan pidana pasal 3 ayat 1 UU no.15/2002. Boediman beranggapan hukuman denda maupun penjara untuk pelaku money laundering tidak maksimal. Dalam jumlah rupiah, kerugian yang diakibatkan pelaku money laundering tidak setimpal dengan kerugian yang diderita negara. Seharusnya dendanya bisa lebih banyak dan lebih berat, jelasnya.

 

Belum diputus sudah direvisi

Belum selesai judicial review UUML diputus, ternyata Boediman baru mengetahui UU tersebut telah direvisi. Sebagaimana diketahui bahwa Undang-Undang No. 15/2002 sudah direvisi menjadi UU No.25 Tahun 2003.

Tags: