MK Cegah Kedekatan Emosional Hakim dengan Daerah Sengketa
Utama

MK Cegah Kedekatan Emosional Hakim dengan Daerah Sengketa

MK nyatakan siap tangani sengketa Pemilu 2014. Tetapi perlu mencermati bukti pelanggaran jual beli suara yang potensial muncul.

AGUS SAHBANI
Bacaan 2 Menit
Foto: RES
Foto: RES
Mahkamah Konstitusi (MK) mengaku telah siap menangani dan menyelesaikan sengketa perselisihan hasil sengketa pemilu 2014 baik dari sisi SDM maupun manajemen persidangan. Bahkan, MK sudah mendistribusikan peraturan dan formulir yang dibutuhkan kepada pihak-pihak yang berkepentingan, khususnya partai peserta Pemilu 2014.

Meski siap, Sekretaris Jenderal MK Janedjri M. Gaffar mengaku belum membagi susunan panel majelis hakim yang bakal menangani perkara sengketa pemilu. Ini dilakukan agar majelis panel tidak menangani daerah pemilihan yang memiliki ikatan emosional dengan majelis yang bersangkutan.

“Majelis panel baru bisa diketahui jika perkara sudah masuk, agar majelis tidak berasal dari provinsi atau daerah yang dekat dengan perkara yang ditangani,” kata Janejdri saat dihubungi, Jum’at (11/4).

Sebelumnya, menyangkut dua hakim MK yang baru, Ketua MK Hamdan Zoelva menjamin Wahidudin Adamsdan Aswanto telah memiliki pengalaman yang cukup menyelesaikan sengketa pemilu di MK. “Jadi tidak ada yang tidak siap, selalu siap. Mereka berpengalaman, dan proses internal mereka mengikuti dan tahu posisinya,” kata Hamdanbeberapa waktu lalu di Gedung MK.

Dia mengingatkan MK sendiri telah membuat ketentuan baru bagi parpol peserta pemilu dan calon anggota legislatif (caleg) yang ingin mengajukan keberatan hasil pemilu. Hal itu tertuang dalam Peraturan MK (PMK) No. 1 Tahun 2014 tentang Pedoman Beracara dalam Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, dan DPRD.

Dalam beleid itu, MK memberi peluang perselisihan antar caleg internal parpol dalam satu daerah pemilihan. Jadi, para caleg yang merasa keberatan dengan hasil penghitungan suara pemilu dalam satu parpol bisa disengketakan ke MK. “Syaratnya,  yang mengajukan permohonan keberatan harus parpol yang bersangkutan, tidak boleh calegnya,” katanya.

Sebab, kata Hamdan, setiap perselisihan dalam satu parpol itu harus bisa diselesaikan secara internal terlebih dahulu. Diharapkan penyelesaian sengketa antar caleg di internal parpol akan mengurangi beban penyelesaian perkara. “Kalau tidak bisa selesai di internal, baru bisa dibawa ke MK untuk memberi keputusan,” sambungnya.

Hamdan tegaskan proses persidangan yang berlaku pada sengketa pemilu kali ini, penyelesaian perkara oleh masing-masing majelis panel didasarkan pada dapil-dapil tertentu dengan pemohon (parpol/caleg) yang berbeda. Sehingga, pada satu panel (3 hakim konstitusi) akan berkonsentrasi pada dapil-dapil tertentu yang terdiri dari seluruh parpol.

Misalnya, panel 1 menangani wilayah Indonesia bagian timur, panel 2 Indonesia bagian tengah, dan panel 3 Indonesia bagian barat atau bisa juga dilakukan per provinsi atau dapil.

”Kalau dulu partai politik dalam dapil yang sama bisa disidangkan di bebarapa panel sehingga banyak fakta dan informasi yang ‘mis’. Sekarang akan fokus pada dapil tertentu akan diselesaikan dalam satu panel, semua partai yang berselisih akan beradu argumentasi sehingga ‘mis’ bisa dikurangi dan mempercepat proses pengambilan keputusan,” kata Hamdan.

Hamdan memperkirakan jumlah sengketa hasil Pemilu 2014 ini jauh lebih sedikit dibandingkan sengketa Pemilu 2009. Sebab, parpol peserta pemilu kali ini hanya diikuti 12 parpol nasional dan 3 parpol lokal di NAD, jauh lebih sedikitnya dibanding pemilu sebelumnya yang berjumlah 36 parpol. Tak hanya itu, adanya perbaikan penyelesaian perkara yang ditangani Bawaslu dan pengadilan diperkirakanmempengaruhi rendahnya jumlah sengketa di MK.

Beberapa waktu lalu, MK juga telah mengundang 15 partai peserta pemilu, beserta lembaga penyelenggara pemilu seperti KPU dan Bawaslu guna menyamakan pandangan tentang mekanisme pengajuan perselisihan hasil pemilu ini. Sesuai Pasal 9 PMK No. 1 Tahun 2014, parpol dan atau caleg hanya dapat mengajukan permohonan dalam waktu paling lambat 3 x 24 jam sejak KPU mengumumkan penetapan perolehan suara hasil pemilu secara nasional.

“Harapannya dalam waktu 30 hari sengketa hasil pemilu yang diajukan ke meja MK akan berjalan lancar dan cepat,” harapnya.

Sesuai Peraturan KPU No.21 Tahun 2013tentang Tahapan, Program dan Jadwal Penyelenggaraan PemiluAnggota DPR, DPRD, danDPD Tahun 2014telah menetapkan rekapitulasi hasil penghitungan suara Pemilu tingkat nasional dilakukan pada 26 April - 6 Mei 2014. Ini artinya, gugatan sengketa hasil pemilu ke MK dapat diajukan tiga hari setelah tanggal 6 Mei 2014.

Cukup banyak 
Pengamat Pemilu, Veri Junaidi memprediksi cukup banyak permohonan sengketa Pemilu 2014 yang akan dibawa ke MK lantaran dibukanya ruang pengajuan sengketa hasil pemilu yang diajukan caleg dalam satu parpol. “Jika sebelumnya hanya parpol yang berhak mengajukan, kini para caleg yang merasa dirugikan akan berbondong-bondong menggugat,” kata Veri saat dihubungi Sabtu, (12/4).

Meski begitu, banyaknya sengketa hasil pemilu yang masuk ke MK tidak sebanyak  Pemilu 2009 yang mencapai 600-an perkara. Hanya saja, ada persoalan yang harus dicermati MK dalam menyelesaikan sengketa pemilu nanti, khususnya masalah jual beli suara yang potensial akan muncul.

“Nah, yang paling harus dicermati soal pelanggaran jual beli suara yang mungkin akan muncul dalam beberapa hari ini. Kecermatan terhadap bukti-bukti perlu jadi fokus terkait jual beli suara ini,” ujarnya mengingatkan.
Tags:

Berita Terkait